Angin menyapu dengan lembut wajah gadis yang sedang duduk di teras rumahnya. Langit mulai menampakkan rona jingganya menambah kesan menarik bagi setiap retina yang memandang.
Faisha Maryam Az Zahra, gadis berusia 17 tahun yang akrab dipanggil Maryam tengah menatap kosong cakrawala. Sedari pulang sekolah ia belum masuk ke rumah, bahkan sepatunya pun masih dibiarkan menempel di kaki. Pikirannya seakan mengembara, terbawa oleh angin menuju kejadian tadi pagi.
--- --- ---
Semua anak kelas 10 hingga 12 dikumpulkan, hari ini adalah pembagian kelas setiap angkatan.
Maryam berlari, terburu-buru memasuki gerbang sekolah. "Huhh.. akhirnya ga telat nih, ya masa berangkat pertama langsung telat," ucap Maryam dalam hati.
Bruukk.. tanpa sengaja Maryam menabrak seorang murid, kakinya menginjak kacamata milik anak itu hingga menjadi dua, kreek.
"Waaa, ya ampun," sontak Maryam menjerit dengan keras. "Ehh, aduh bagaimana ini," dengan panik Maryam membantu anak itu berdiri. "Gapapa kok, minus aku masih sedikit jadi tetep jelas kalau buat ngelihat, ya meskipun rada blur," anak itu menjawab dengan senyuman.
Tanpa disadari bibir Maryam membentuk bulan sabit, hatinya lega.
"Maafin aku ya mbak, aku ga sengaja, nanti kacamatanya biar aku ganti," ucap Maryam merasa bersalah. "Gak usah, ini salahku tadi ga ngelihatin jalan, ya jadinya gini," timpal anak itu. "Maafin aku ya," Maryam tetap merasa tidak enak. "Gapapa Mbak, ehh panggil aku Nisa aja ya," jawab anak itu mengulurkan tangannya pada Maryam. "Ohh iya, kenalin aku Maryam," kata Maryam sembari menjabat tangan Nisa. "Nisa, sekali lagi aku minta maaf ya," ucap Maryam yang masih menjabat tangan Nisa. "Udah dibilangin gapapa kok Maryam. Ini udah kehendak Allah, kacamata ku akan patah. Mungkin akan diganti dengan yang baru," jawab Nisa dengan senyuman yang menambah kesan cantiknya.
kemudian mereka saling melambaikan tangan untuk berpisah.
Mereka berdua sibuk memasuki gerombolan anak-anak di tengah lapangan. Maryam menemukan teman akrabnya.
"Dari mana aja Yam? Jam segini baru dateng," kata Icha. "Iya nih, kebiasaan si Ayam mah suka gini," sambung Zahra sambil tertawa. "Bodo ah, kalian mah suka kek gitu, yang penting ga telat udah bahagia aku," jawab Maryam dengan tawanya.
Pembagian kelas telah selesai, Maryam bersama kedua temannya menyusuri setiap kelas 11 mencari nama mereka masing-masing.
"Mau mulai dari kelas yang mana nih?" tanya Zahra pada ke dua temannya. "Serah kalian aja ah, aku ngikut aja," tukas Maryam dengan nada cuek. "Ni anak ngapa sih? Gini amat, masuk pertama tu semangat Yam, pasti ada banyak dedek-dedek cogan," ucap Icha menyenggol lengan Maryam. "Apaan sih lu Cha," kata Maryam memukul lengan Icha. "Bilang aja belum bisa move on kan kamu Yam,"timpal Icha dengan smirknya. "Udah ah, pertanyaan ku belum dijawab tadi," kata Zahra. "Ohh iya, kelas 11 IPA 1 kuy," jawab Icha yang masih tertawa meledek Maryam.
--- --- ---
Maryam kembali ke alam sadarnya akibat belaian tangan Mama di kepala Maryam. Mamanya membawakan segelas teh untuk Maryam.
"Kenapa kak? Kok daritadi ga masuk, pake acara ngelamun lagi," tanya Mama dengan halus. "Ada masalah? Tadi gimana sekolahnya? cerita dong ke mama," kata Mama Maryam. "Hihi.. Gapapa ma, aku ga sekelas sama Icha dan Zahra, kami semua ga ada yang satu kelas. Aku IPA 1, Zahra IPA 3, kalu Icha IPA 5. Ya jadi jauhan kelasnya, ga tau deh bisa ngerumpi bareng lagi ga," jawab Maryam sambil melepas sepatunya.
"Ma, tadi aku nabrak anak, namanya Nisa," kata Maryam dengan tatapan sedih. "Kok bisa? Terus gimana?" Ucap mama sembari duduk di sebelah Maryam meletakkan secangkir teh di meja. "Kacamatanya patah, untung dia minusnya baru sedikit jadi gapapa," jawab Maryam. "Kok bisa sih kak, makanya kalau jalan tu hati-hati, jangan main nabrak orang, jadi nyusahin kan kalau gini. Udah minta maaf belum? Besok ganti tuh kacamatanya," nasehat Mamanya bertubi-tubi.
Maryam memajukan bibirnya, cemberut. "Iya mah, tadi udah minta maaf. Dia baik banget ga mau diganti ma kacamatanya, katanya gapapa, ini udah kehendak Allah. Sholihah banget kan dia ma," kata Maryam menjelaskan. "Ya tapi tetep kasihan, kamu kalau cari temen tuh yang kaya gitu, udah baik Sholihah lagi," ucap Mama. "Iya, aku satu kelas sama dia," jawab Maryam. "Bagus dong kalau gitu, diminum dulu nih tehnya keburu dingin. Habis itu mandi," suruh Mama mengulurkan segelas teh. "Siap bos, laksanakan," timpal Maryam, lalu meneguk teh buatan Mamanya.
°°° °°° °°°
Alhamdulillah bisa updatesalam manis dari penulis :)
jangan lupa Voment ya!! Voment kalian melancarkan ceritaku
KAMU SEDANG MEMBACA
Sujud Panjang Maryam
Teen FictionDibalik konsistensi ada visi yang tak luput mendasari. Juga misi seiring kuatnya kaki untuk terus berlari. Pada-Nya adalah ambisi yang tidak boleh sedetik pun berhenti. Jadi, masih mau tetap berdiam diri? atau sibuk berkemas ketika yang lain sudah j...