Tiga

15 3 1
                                    

Kafe ini sepi, masih tergolong baru, kalah bersaing, sudah terlalu mainstream, bandnya pun masih amatir, lagunya terlalu klasik, ingin aku menggurui mereka,hei boi kita tidak sedang di Britania Raya zaman Perang Dunia Pertama. Sudah setengah jam , tapi dia belum datang juga , apa mungkin aku salah tempat? Ah tidak, ini tempat yang benar. Aku memperhatikan Band itu lagi , gitarisnya keren, lefthanded(kidal), jarang ditemui , drummernya sangar, lebih cocok jadi drummer grup band heavymetal,vokalisnya.... matanya tajam , jelas sudah berapa wanita yang dikencaninya, sayangnya suaranya tak setajam matanya, baru reff pertama Truly dari Lionel Richie saja suaranya sudah seperti ayam putus harapan yang akan disembelih.

"Hayo ngeliatin siapa?" sentak seseorang dibangku depanku, dia terkekeh , lesung pipnya merekah , rambutnya masih digerai seperti biasa, dia........, aku hafal suaranya, nyaring , tapi rendanya indah, apalagi saat bernyanyi, Claudia

"Ngagetin" sergahku dengan wajah masam

"Biarin" jawabmu masih tertawa sejak tadi

"Kenapa" kataku asal, salah satu hal yang tak bisa terhindarkan jika terjadi obrolan antar aku dan dia obrolan yang sangat tidak efektif dan efisien seperti ini, padahal kami sudah tahu kalau pembaca itu tipikal orang yang mudah bosan.

"Karena........."dia berhenti sejenak , menekuk sedikit lehernya kesmaping kiri, lalu menyeringai "karena aku suka"

"Sama siapa?"

Dia tak langsung menjawab , biasanya dia langsung asal menjawab, aku hafal dia, artinya sekarang dia sedang berfikir, wajahnya serius sekarang, ya jelas sudah, dia akan mulai bicara serius, dia menatapku sekarang, menatap dengan lekat, matanya melotot, seakan mau keluar, lalu tersenyum , bisa dibilang mencekam, pahaku gemetar, ada apa ini.

"Sama vokalis disana tuh, ganteng ah, cuteeee........"jawabnya sambil memoncong-moncongkan bibirnya , ternyata dia tidak jadi serius, syukurlah.

"Ishhhhh" jawabku memasang wajah jijik

"Halah, kamu gausah naif deh, kamu juka suka kan" kini wajahnya mengintimidasi

"HAH???, APAAN?"aku tak habis pikir

"Udah ngaku aja, iya, aku tahu kok, dia emang ganteng kok, sampe-sampe , bukan cuman cewek lagi yang suka dia" kini dia terbahak-bahak

"Kamu udah periksa belom hari ini, kalo belum kuanter gimana" kini aku mulai kesal

"Tadi aku mergokin kamu lagi ngelihatin dia sambil senyum-senyumloh"

"Eh....ngg...itu..." aku kebingungan , tak dipungkiri, aku memang melihatnya tadi, tapi yang kupikirkan adalah suaranya bukan wajahnya.

"Hahahaha" kini dia terbahak lebih keras dari tadi

"Aku nggak nyangka ya, seorang Rino Nugroho, cowok terganteng, terpopuler , idaman wanita, diSMA setelah mengakiri hubungan dengan Claudia Andriana , menjadi seorang penyuka sesama jenis, HAHAHA"kini tawanya tak terkendali , sampai sampai seluruh pengujung kafe yang tak seberapa banyaknya ini, melihat kedia semua, aku menunduk malu, apa dia tidak malu, apa dia tak memikirkan pamornya, luar biasa sekali, kapok sudah, aku dinner dengan perempuan satu ini.

Udara hari ini lebih dingin, seakan mencerminkan penduduknya, orang-orang pun hari ini tidak sesemangat biasanya, sudah hampir satu jam lebih kami berjalan jalan, tanpa suara , hanya terkadang Claudia mengomentari keadaan, aku hanya menanggapinya dengan sederhana juga, dia masih sama , cerewet, tapi aku suka sifatnya itu, dulu sifat itulah yang membuatku selalu berusaha memanjat keluar dari lubang hitam. "Gimana sekolahmu ?" tanyaku memulai percakapan

"Biasa aja, dosen galak, PR segunung, dikejar-kejar cowok, sudah terlalu biasa" jawabnya seakan tanpa beban

"Hahaha, sama kayak SMA ya ?"

"Ya begitulah , hanya saja , kali ini gak ada yang menarik"jawabnya lebih santai lagi

"Memang yang SMA dulu menarik?"

"Ga juga , tapi bikin penasaran"

"Penasaran?"

"Ya , penasaran, bahkan sampai sekarang aku masih penasaran"

"Penasaran dimananya?"

"Kenapa dia itu sangat misterius, sampai sampai aku ga bisa lupa tentang dia" Claudia menatap awan langit malam, mengisyaratkan seribu makna dalam kalimatnya.

Kami menghangatkan badan dengan membeli segelas coklat panas keliling, duduk di bangku taman kota, berdua dengannya, seakan masa lalu, hanya saja tidak terlalu banyak bicara. Setengah jam kemudian jam sudah hampir tengah malam, aku ijin pulang, karena sudah terlalu malam juga, kemudian dia juga pulang, kutanyai apakah ingin diantar, tapi dia bilang tidak usah , kami pulang sendiri-sendiri , berlawanan arah , mengambil jalan sendiri-sendiri ,sebenarnya kami berdua sadar bahwa , kami masih saling merindukan.

"Kencan Angkasa"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang