"Na, kita bisa 'kan kayak dulu lagi?"
Pertanyaan yang dilontarkan Reece sukses membuat Adrina tidak bisa nyenyak tidur selama dua malam. Dadanya sesak, ingin rasanya dia menjawab yang sebenarnya pada Reece. Namun, otaknya tetap bersikukuh menolak permintaan hati kecilnya. Hingga titik-titik air harus rela kembali terjatuh di kedua pipi tanpa seizin pemiliknya.
Adrina menghela napas panjang. Terik matahari siang ini rasanya cukup panas, apalagi untuk membakar kepala-kepala manusia yang berada di luar ruangan hingga plontos. Bunyi pantulan bola voli yang dia mainkan mengisi lapangan yang hanya diisi oleh Adrina seorang diri sejak tadi.
Dengan gerakan lesu, Adrina menegakkan badannya sambil sebelah tangan memeluk bola voli di pinggul. Lalu perempuan itu membalikkan badan, matanya langsung menemukan seseorang sedang berlari ke arahnya dengan tergesa-gesa.
"Yang lain pada kemana?" tanya Adrina, lalu menatap dengan detail laki-laki dihadapannya yang sedang memegangi kakinya.
Aidan mengatur ritme napasnya, kemudian menjawab pertanyaan Adrina. "Hari ini Kak Tara mendadak pergi ke Batam sampe akhir bulan. Jadinya latihan bakal diliburin kecuali kita pengen latihan sendiri tanpa dia."
Adrina memejamkan mata. Sekuat mungkin dia menahan untuk tidak berbicara kasar pada laki-laki dihadapannya, walau dalam hati rasanya ingin sekali membunuh Aidan detik itu juga. "Yaudah deh, makasih ya infonya."
"Oke. Gue duluan, ya, Na. Udah ditunggu sepupu gue di gerbang." Adrina hanya mengangguk pasrah, namun tetap memberi senyum simpul. Perlahan, bayangan punggung Aidan menghilang, meninggalkan perempuan tersebut dalam kesendirian lagi.
Adrina melirik jam tangan biru laut miliknya. Pukul dua siang, pasti Mamanya sudah menunggu di rumah. Apalagi tadi pagi dia tidak sempat bilang bahwa hari ini akan latihan voli, walaupun akhirnya tidak jadi. Segera dia menyambar tasnya yang tergeletak dekat tiang net, lalu pergi keluar lapangan menuju gerbang yang kini hanya menyisakan Pak Rejo, satpam sekolahnya, yang sedang duduk santai di pos.
Adrina tidak memperhatikan langkahnya yang mulai melenceng. Kepalanya benar-benar ingin pecah saat itu, dan tujuannya saat ini hanya ingin cepat-cepat sampai rumah lalu merebahkan tubuhnya tanpa ada yang menggangu. Dari arah berlawanan, secara tidak sadar dirinya menubruk seseorang. Bola volinya menggelinding jauh, sebelah tali tasnya merosot hingga hampir ingin terjatuh.
"Sorry, sorry, gue nggak sengaja."
Tiba-tiba hati Adrina berdetak tidak karuan. Suara tersebut sudah tidak asing di telinganya, bahkan menjadi suara favoritnya selama setahun belakangan ini. Dengan ragu dia mendongak, dan.. boom!. Hatinya menang pada pertaruhan dengan otaknya kali ini.
"L-lo?" Adrina membulatkan matanya, sesekali keluar desisan karena rasa sakit di lengannya karena kejadian bertabrakan tadi. "Ng-ngap-ngapain lo disini?"
Reece menunjukkan senyum mautnya. Sebenarnya dia ingin sekali mencubit gemas pipi Adrina karena tidak kuasa melihat wajah lucu perempuan tersebut ketika kaget. Namun, dia sadar kalo mereka tidak lagi menjadi sepasang kekasih. "Long time no see, ya, beb."
Adrina memutar bola matanya sebal. Di satu sisi, dia merasa senang bertemu kembali sejak tiga bulan kemarin lost contact dan beberapa hari lalu baru saling mengabari dengan mantannya ini, namun satu sisi lagi dia harus berpura-pura stay cool demi menutupi rasa gugupnya. "Bacot, gue mau buru-buru pulang."
"Nggak ada cipika-cipiki dulu gitu?" goda Reece yang dijawab pelototan oleh Adrina. "Bercanda doang elah."
Adrina bingung mau berbuat apa, namun saat Reece pergi dari hadapannya lalu kembali dengan membawa bola voli miliknya, perempuan itu tersenyum lembut. Dia pikir bolanya hilang, bahkan dia juga sebenarnya lupa kalau tadi dirinya membawa bola voli.
"Makasih," ucapnya sambil mengambil alih bola voli tersebut ke tangannya. Namun, Reece sengaja menahannya. "Anjir, lo ikhlas kagak sih ngambilinnya?"
"Nggak, sebelum lo mau turutin permintaan gue."
Adrina menyipitkan matanya, setelah itu dia berdeham pelan. "Apaan? Jangan yang aneh-aneh dan jangan minta balikan."
Sebuah singgungan senyum mulai terlihat di wajah laki-laki berambut dirty blonde tersebut. "Jadi, sebenarnya lo mau balikan sama gue?"
Adrina mendecih, lalu memukul kencang lengan kanan Reece. "Gila! Cepetan apa permintaannya?"
"Jangan nyuruh gue lupain lo lagi, karena bayang-bayang lo masih betah di pikiran gue."
¡!¡
bersama si cantiq kipe disini:))
oiya sebelumnya gue mau bilang, niatnya gue sama chica a.k.a foolishlyzarry mau cepet-cepet kelarin work ini. so, kemungkinan besar cerita ini bakal jadi ss (emg niat dari awal gt sih hehe).
doain ya gais buat gue dan chica yg minggu depan menghadapi unbk + usbn:( sEMANGKATTTT
KAMU SEDANG MEMBACA
Into You ☯ Reece Bibby
Short Story❝Ketika hati memilih bertahan, tapi ego memilih untuk udahan.❞ -Adrina Callie. ©2018. A collab between loucashemmings and foolishlyzarry.