3

301 100 60
                                    

Adrina's.

"Kamu butuh istirahat."

Aku menggeram marah pada dokter pribadi keluargaku yang sekarang sedang membereskan peralatannya kedalam tas. Alih-alih berlatih voli dengan perut kosong lalu aku pingsan di tengah lapangan membuat Mama kembali menjadi Mama yang super lebay.

Aku tahu ini pasti akal-akalan Mama menyuruh dokter, dan bilang kalau aku harus rehat sementara dari latihan voli. Dari awal memang Mama kurang setuju kalau aku menyukai hal yang lebih kedengaran sporty.

"Oke. Makasih, dokter."

Dokter itu lalu pergi. Dia hanya menyuruhku minum air putih dan makan yang banyak, bahkan dia tidak meninggalkan obat 1 pil pun. Itu artinya aku baik-baik saja. Tidak salah lagi ini pasti Mama ingin aku rehat dari voli.

"Temen kamu dateng, dek." Mama memanggilku dari lantai bawah. Akupun segera turun menebak-nebak siapa temanku yang datang.

"Loh, Luke?" Aku hampir saja tersedak ludahku sendiri melihat pria ini.

Ngapain juga dia disini.

Ada yang nggak beres nih.

"Masih pusing nggak? Kalo pusing tuh aku–eh gue bawain bubur ayam yang di depan sekolah." Ah! Bubur ayam Mang Adi memang menjadi makanan favoritku. Rasanya tak pernah membosankan di lidahku. Ditambah ini adalah makanan favoritku bersama Luke kalo kita lagi cabut bareng.

Tapi mau ngapain juga si Luke?

"Makasih ya, kak." Aku menerima bungkusan plastik bubur ayam dari Luke.

"Sejak kapan lo manggil gue pake embel-embel 'kak'?"

"Makasih, Luke." Lalu tak lama Mama datang menggiring aku dan Luke ke meja makan untuk makan siang bersama. Aku masih agak kaget melihat dia ada disini, kendati waktu itu dia yang menghilang dan meninggalkanku. Tapi sekarang dia juga yang datang kepadaku.

Aku menyadari kecanggungan yang terjadi antara aku dan Luke, tak terlepas dari kenyataan dulu aku pernah mengkhianati Reece karena Luke.

"Makan bakso, yuk!"

Aku mendelik sebal ke arah cowok yang ada di sampingku, walaupun tak bisa dibohongi secercah harapan itu mulai muncul lagi, tapi aku tetap harus menjaga perasaanku. Dia lelaki playboy, bisa saja dia hanya mempermainkanku.

"Udah makan. Nggak laper." Aku kembali fokus pada ponsel setelah sempat mengalihkan pandanganku sebentar tadi.

"Ih, sekali-kali doang tau. Ayo dong, please." Dia justru merengek seperti anak kecil padaku, salah satu sifatnya yang aku sadari–aku merindukannya. Aku menggelengkan kepalaku kasar. Apa yang aku pikirkan? Lelaki yang dihadapanku ini? Bahkan rasanya tak pantas karena aku sudah begitu jahat padanya.

"Kalo gue nggak mau?"

"Ya.. Lo harus mau deh pokoknya!" Hampir saja aku tertawa melihat ekspresinya yang agak lucu di mataku. Aku tahu dia bukan satu-satunya cowok bermuka lumayan di sekolah ini, aku juga menyadari banyak yang lebih baik darinya, tapi aku sadar akan sesuatu sebelum pikiranku semakin jauh tentang Reece.

Aku tidak pantas.

Aku melirik kearahnya yang sedang memanyunkan bibirnya membulatkan matanya padaku.

Ini cowok cakep cakep napa ngambek nya gini amat sih.

Nggak ada cara yang lebih cool gitu apa ya.

Nggak bisa nih gue kalo dah kaya gini.

"Tapi traktir, ya?" Aku menaikkan satu alisku. Aku pikir sekali-kali tidak apa bermain dengan mantan kekasih, lagipula kan cuma main.

Cuma main. Ya, main.

Main lalu pulang, asal aku tidak lupa membawa hatiku pulang bersamaku kurasa ini semua akan baik-baik saja.

¡!¡

chapter by foolishlyzarry

im try to make a cute scene but i know it was messed up maafkan aku yang sangat amatiran ini, gue mau coba buat Reece jadi cowo cowo alay yang ga jaim gitu disini, kayanya bakal seru. :)

leave ur vote hun xx.

Into You ☯ Reece BibbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang