Awal mulanya..

12 2 0
                                    

Pernah suatu ketika mbah kung* meminta untuk hadir pada acara pameran seni di dekat kediaman besannya, Mbah Hadi. Tepatnya di Daerah Istimewa Jogjakarta. Ia sangat berharap bisa kesana tanpa membeli tiket apapun. "Nggeh* mbah siap, besok berangkat" jawabku singkat, padat, dan tentu penuh semangat.

Setelah subuh esok harinya, mesin sedan ceperku ingin kehangatan. Maka ia kuberi kehangatan penuh kasih sayang tanpa kerinduan, eh hehe. Sambil menunggu mesin panas, aku pindahkan beberapa pakaian seperlunya ke koper lalu ke bagasi belakang. Kemudian, duduk manis diatas jok hangat sambil kuinjak kopling perlahan, dan bergerak stang persneling ke gigi satu, hingga berputarlah keempat roda itu perlahan demi perlahan.

Setelah sampai di rumah Mbah Hadi, ia menyambut kami dengan keramahan yang tulus. Berbincang sebentar lalu diantar pada meja jamuan yang penuh hidangan istimewa. Ditengah kami menikmati sego gurih* dan ayam lodho*, Mbah Hadi bertanya "Kemana istrimu, Le? Kok nggak diajak". Tersedak suwiran ayam di tenggorokanku yang tiba-tiba menyempit. "Hehe.. masih joko*, Mbah Di" jawabku sambil tersenyum. "Loh, umurmu berapa to? Kerjamu?" sahut Mbah Hadi. Aku jawab "Umur saya patlikur*, saya cuma punya toko kaos, Mbah". "Oalah Le, Le.., sudah umur segitu kok masih belum nikah". Sejak saat itulah mencul semangat untuk mencari calon pendamping hidup.

Setiap Sore di Seberang JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang