"Namaku Tony Mikkel," ujar remaja pria itu setelah ia duduk berhadapan dengan seorang petugas polisi.
"Baiklah, Tuan Mikkel--"
"Tony saja, kumohon." Tony segera memotong.
"Baiklah, Tony, aku tidak bertanya macam-macam, silakan mulai bercerita."
Tony menghela napas. "Kau seharusnya sudah dengar dari petugas yang lain. Aku mendapat pesan singkat dari pacarku, sebenarnya pada tengah malam, tetapi waktu itu aku sedang tertidur dan kami habis bertengkar." Tony melirik petugas polisi di depannya yang bersedekap, menyimak dengan baik asal mula ceritanya.
"Ya, aku baru membuka pesannya pagi tadi, sekitar jam tujuh pagi, mulanya aku ingin membeli menu sarapan. Namun, pesannya sangat aneh."
"Seperti?" Tony merogoh sakunya, menyerahkan ponsel ke petugas polisi.
"Selamatkan putri saljumu yang sedang tertidur, kaulah sang pangeran yang dinanti." Petugas polisi itu membaca apa yang nampak di layar ponsel, lalu mengembalikannya.
"Aneh, bukan? Dan, asal kau tahu, aku tinggal dua blok dari sini dan aku biasanya ke toko cepat saji melewati jalan ini. Ketika melihat gundukan salju yang lumayan tinggi, perasaanku tidak tenang.
"Aku mendekat, lalu aku melihat sebuah kain, warnanya menyaru sehingga tidak dapat dikenali dari jauh. Aku terpaksa mengetuk rumah terdekat, si kakek tua itu, aku meminjam cangkul dan pelan-pelan menggalinya--"
"Lalu tubuh pacarmu berada di sana," tukas petugas polisi.
Tony mengangguk. Wajahnya masih terlihat sedih ketika ia menemukan pacarnya sendiri terkubur di balik salju.
"Kau tahu ia pergi ke mana setelah kalian bertengkar?"
"Tidak tahu, sebetulnya rumahnya agak jauh dari blok ini. Hanya saja, aku tahu kebiasaannya."
"Apa?"
"Dia pecinta alkohol garis keras. Di manapun ada penjual anggur atau minuman beralkohol lainnya, ia akan menenggaknya. Aku berusaha menegurnya, dan karena itu pula semalam kami bertengkar."
"Tidak ada tempat pasti? Maksudku, menjadi pelanggan setia di satu tempat?" Tony menggeleng. Petugas polisi itu mendesah.
"Apa kau sudah menyusun kemungkinan kenapa dia bisa tertimbun di sana?" Tony bertanya balik.
"Kemungkinanku adalah, ia sempat dicuri, dan kalau apa yang kau sebutkan benar, dia dicuri dalam keadaan mabuk. Lalu entah bagaimana caranya ia dipakaikan gaun dan diberi bunga palsu lalu ia ditimbun di luar sana."
"Berarti, seharusnya ada jejak penculiknya, 'kan?" Petugas polisi menggeleng.
"Tony, kemarin sedang hujan salju, lebat sekali. Jejak yang lewat akan segera tertutup."
Tony kembali menunduk, ucapan itu ada benarnya.
"Oh iya, satu lagi yang belum aku sebutkan. Ia diculik dalam keadaan mabuk, lalu disemprot air atau dimandikan atau direndam."
"Untuk?" Tony mengernyit.
"Mempercepat pembekuan, tentu saja."
Tony mendecih, air mata mulai turun membasahi pipinya. Mulutnya bergetar.
"Pembunuh gila! Jika saja ... jika saja aku cepat menemukannya ... sial! Sial!" Tony memukul pahanya berulang kali sambil menyumpah serapah.
"Tony, aku tahu bahwa laki-laki boleh saja menangis," petugas itu tersenyum simpul, "tapi penyesalanmu tak akan membuat gadis itu bangkit dari kematiannya untuk mengulang waktu."
Tony terdiam, menahan tangisannya. Lagi-lagi perkataan petugas itu membungkamnya.
"Oh iya. Tidak bermaksud menakutimu Tony, tetapi, jika kau sudah menjadi saksi maka otomatis kau menjadi terduga tersangka."
"Kenapa?" Tony memicing.
"Dalam kasus, kau seharusnya tidak memercayai siapapun hingga bukti-bukti dikumpulkan. Lagipula kau tak memiliki alibi." Polisi itu menatap tajam mata Tony.
"Kau punya bukti jika tengah malam itu tidur? Kau tinggal tak jauh dari sini, satu-satunya alasan yang membuat pacarmu datang adalah mungkin ingin melabrakmu karena kalian bertengkar. Mungkin dia mabuk--"
"Cukup." Tony berkata dingin.
"Mabuk sekali, dia sangat mabuk sesuai apa yang kau duga, lalu ia membuat onar di tempat tinggalmu. Kemudian kau gelap mata--"
"Aku bilang, hentikan."
"Oh tidak-tidak, mungkin kalian habis makan malam, kalian tidak bertengkar, itu gaunnya sendiri. Lalu entah karena apa--atau pertengkaran kalian dimulai dari sini?--kalian bertengkar. Kau gelap mata dan mulai menenggelamkannya dalam bak kamar mandi.
"Kulihat lenganmu cukup besar--tidak, secara fisik kau cukup atletik, membawa tubuh seorang perempuan sejauh dua blok dari TKP harusnya bukan halangan."
Tony menggemertakkan geliginya. "Aku berkata yang sebenarnya."
"Ya, lalu kau mengetuk si kakek pemilik rumah, meminjam cangkul atau sekopnya lalu mulai menimbunnya. Untuk memiliki alibi kau mengetikkan pesan itu di ponsel pacarmu lalu mengirimkannya sendiri ke ponselmu--"
"Cukup!" Tony hampir meninju petugas itu, tapi petugas tersebut lebih sigap. Tangan mereka saling menahan.
"Tenangkan dirimu, apa yang kubicarakan tadi hanyalah kemungkinan yang sekilas bisa kuambil. Tentu, tanpa bukti yang cukup, kesimpulanku tadi bisa dipatahkan."
Tony kembali mengambil tempat duduk.
"Mau coklat panas? Sambil menunggu hasil forensik." Tony menggeleng, petugas itu mengangguk paham.
"Oh iya, kau tahu tentang keheningan salju?" Petugas itu kembali mengoceh.
"Apa itu?" Tony berkata dengan bibir bergetar.
"Istilah ini berasal dari Jepang. Shinshin, hilangnya suara saat salju jatuh. Manusia tidak benar-benar bisa mendengar salju yang jatuh karena pitch-nya yang terlalu tinggi. Salju yang jatuh mungkin adalah suara detak jantungmu sendiri. Atau jika kau mendengar angin, mungkin itu suara napasmu sendiri.
"Maka dari itu, salju adalah peredam suara paling baik yang ada di dunia ini. Yang akhirnya ditirukan dalam bentuk foam yang digunakan sebagai dinding peredam dalam studio."
"Kau berusaha mengatakan bahwa penculik sekaligus pembunuhnya adalah orang yang pintar dan sistematis?" ujar Tony.
"Ya, siapapun itu tersangkanya, termasuk kau, adalah orang yang pintar. Dengan memanfaatkan kesunyian itu ia mengubur manusia hidup-hidup, dan karena hujannya lebat jadi jejak kakinya akan segera terhapus."
Tony membeku, petugas itu terdiam. Mereka larut dalam keheningan. Ponsel petugas itu berdering, segera ia membukanya lalu menatap Tony.
"Kau punya pemutih?"
"Tidak." Tony menggeleng. "Aku mencuci baju di jasa khusus."
Polisi itu memijit dagunya.
"Ada apa?" tanya Tony.
"Kau tahu bahwa semua orang memiliki pemutih. Sialnya ada dua jenis pemutih, salah satunya adalah jenis peroksida." Polisi itu memastikan Tony mendengarkan.
"Oke, pemutih peroksida dapat menghancurkan jejak DNA, entah itu sidik jari atau ludah bahkan darah, apapun itu."
"Lalu, hubungannya pemutih--"
"Selaput es yang membuat gadismu membeku itu adalah air, air yang dicampur pemutih."
Bahu Tony menegang, siapapun penculik dan pembunuh gadisnya adalah orang yang benar-benar pintar dan sistematis.
"Ini akan jadi kasus yang rumit." Polisi itu bergumam.
[*]
KAMU SEDANG MEMBACA
Salju
Short StorySalju adalah peredam suara terbaik di dunia, saat ia turun, suara-suara di luar ruangan akan lesap. Di malam penuh salju saat itu, seorang perempuan telah dikubur hidup-hidup. "Siapa yang telah membunuh Putri Salju?"