BAB 4

223 16 0
                                    

Sekeras apapun berusaha lupain dia, nyatanya jika tanpa ikhlas, apapun tentangnya akan selalu ada cara untuk dapat terus teringat.

***

BEBERAPA penjaga klub, pagi itu disibukkan dengan membopong salah satu langganan mereka kedalam mobil. Masih terlalu pagi untuk mabuk berat. Tapi tidak dengan Afif. Selain Aleytri, hanya alkohol lah yang membuatnya tenang dan bahagia, meski sebentar.

"Terima kasih, Bryan." Ucap gadis itu, dibalas anggukan lalu melajukan mobilnya dengan cepat menuju apartemennya.

Afif terus meracau tidak jelas. Masih tentang Aleytri. Dia sangat merindukan gadis itu. Begitu juga si pengemudi itu. Hanya saja, terlalu sakit bila harus mendalami kesedihan itu kembali.

Lagi-lagi sampainya di apartemen, gadis itu meminta bantuan satpam untuk membopong Afif masuk kedalam apartemennya.

Hampir dua jam, tapi Afif tak juga bangun dari tidurnya. Dia mendengkur, membuat gadis berambut lurus sepunggung itu lega, bahwa lelaki itu sudah tidak terpengaruhi alkohol lagi.

"Al?" Panggil Afif saat dia tersentak bangun akibat suara gemercik shower tempat gadis itu membersihkan diri. Buru-buru gadis itu menyudahi mandinya dan berganti pakaian.

Afif kini sudah di sofa sambil menghidupkan pematiknya dan menghirup rokoknya dalam-dalam.

"Lo tau kan, kalo Ale gak suka sama asap rokok? Dan sekarang, lo malah ngerokok. Lo kira Ale suka?" Balas gadis itu diambang pintu kamar mandi dengan berkacak pinggang.

"Bahkan lo gak tau, seburuk apa Leo dulu. Brandalan kelas kakap sejak SMP, bodoh, tolol, tukang buat onar, cabut---"

"Tapi dia gak ngerokok." Potongnya, membuat Afif geger dan mematikan rokoknya dengan kasar, lalu berdiri melihat gadis itu.

Deg

Afif diam, mematung, terperangah dan tak percaya.

"Hah, gue halu gara-gara alkohol." Tawa hambar Afif terdengar kecewa. Bisa-bisanya dia menganggap semua wanita adalah Aleytri, bagaimana mungkin.

"Kenapa? Lo kaget?" Tanya gadis itu masih dengan posisi yang sama.

"Lo bukan Ale, tapi lo siapa? Kenapa kalian benar-benar mirip?" Afif mengabaikan pertanyaan gadis itu dan malah berbalik bertanya.

"Cuma lo, orang yang nganggap gue dan Ale punya perbedaan. Semua orang yang kenal sama Ale, bakalan bilang kalo gue adalah Ale. Padahal gue Elena, sepupunya yang kebetulan mirip." Balas Elena duduk di pinggir tempat tidur.

"Sepupu?" Tanya Afif menautkan alisnya bingung.

"Gue dan Ale, terlahir dari ibu yang beda, ayah yang beda dan bahkan bulan lahir kami pun beda. Dia 5 bulan lebih dulu dari gue. Tapi, Tuhan ngasih sebagian jiwa Ale kedalam diri gue lima bulan kemudian. Gue dan Ale selalu disebut anak kembar. Kita selalu sama. Sampai Ale mutusin pindah ke Jakarta dengan keluarganya."

"Lo deket banget sama dia?"

"Banget, gue deket banget sama dia. Tapi gue nyesel, waktu dia kabur dari rumah, gue malah gak bisa dateng buat nemuin dia. Sampe saat dia meninggalpun, gue masih ada di Turki ngurus kuliah gue. Pas gue balik, Ale udah dimakamkan satu minggu yang lalu. Gue nyesel. Gue gak ada disamping dia, waktu dia butuh gue.

Semenjak saat itu, mama Ale yang notabennya adalah tante gue malah musuhin gue. Gue sama sekali gak boleh tinggal di Indonesia, biar gue gak ketemu kalian, masa lalunya Ale. Karena tante tau, kalian adalah hal terindah yang Ale bentuk dan Ale tinggalkan. Dan kehadiran gue disini malah buat kalian semua pada rindu Ale. Dan gue gak boleh egois."

Kini Elena sudah terisak. Air matanya terus mengalir dipipi mulusnya. Afif diam, tak tau harus merespon apa. Dia hanya terus membayangkan Elena adalah Aleytri. Sampai dia membuka suara dengan berat hati bertanya.

"Apa yang buat lo balik? Bukannya lo egois buat milih balik ke Indo?" Tanya Afif hati-hati.

"Sina, sepupu gue. Dia yang minta gue balik untuk nyelesain masalah ini ke tante. Sekalian singgah kemakam Ale dan kekamarnya, siapa tau masih ada sisa harum lavender atau lili kesukaannya. Gue rindu, rindu banget." Balas Elena sambil tersenyum senang.

"Lo sama kuatnya, kayak Ale."

"Separuh jiwa Ale ditiupkan Tuhan ke gue."

"Ale.. gue rindu dia. Berat rasanya lupain dia."

"Jangan dilupain, cukup diikhlaskan aja"

"Gue belum bisa, El."

"Lo cuma gak tau perjuangan gue buat ikhlasin dia, orang yang dari orok sampe segede gitu sama gue mulu. Dan saat dia butuh gue, gue malah bahagia di Turki nyelesain study gue. Gue jahat banget. Kalo dipikir, gimana bisa gue maafin diri gue sendiri? Gimana bisa gue ikhlas disaat gue ditinggal orang yang paling berarti dalam hidup gue, tapi gue malah pergi tanpa tau dia. Gue ngejar  study karena Ale yang dukung gue. Dan gue malah ninggalin dia. Tanpa nanya kabar keadaannya yang beberapa kali pindah dan kabur. Gue nyesal, nyesal banget." Tangis Elena kembali pecah, dia tak kuat lagi. Bukan mereka yang bebannya berat, Elena pun sama, bahkan Elena lebih berat dibanding mereka.

Dengan sekali gerakan,  Afif memeluk Elena.

Nyaman.

Satu kata yang terlintas dipikiran mereka masing-masing.

***

'Kesannya untuk part 4 apa nih?'

'Jangan lupa vote and comment yak'

Salam

Afif

Bianca

Rival

Elena

***

@khairanipm on instagram.

***

You raise me up

So i can stand a mountain

You raise me up

To walk on storm an sea

I'm strong

when im on your soldiers

You raise me up

To more than i can be

[[Westlife: You Raise Me Up]]

Next part(?) comment!!

TBC...

Lost Stars 2 : Heartbreak And MiseryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang