BAB 3

302 14 1
                                    

Mereka bilang, gue tolol karena sayang sama lo. Dan karena itu gue rela jadi tolol buat lo. Buat bisa deket lebih lama sama lo. Tapi realita terlalu pahit.

***

PUKUL 7 pagi, tapi Afif enggan beranjak dari tempat tidurnya. Semalaman dia terjaga akibat ulahnya sendiri. Bagaimana tidak, sehabis mengantarkan Bianca pulang, Afif yang terkenal pintar dan tak mau membuang waktunya dengan hal sia-sia. Malah berbelok menuju klub malam.

Beruntunglah, Rival ada disana. Jadi dia tak seperti anak ayam kecarikan induknya. Rival langsung merangkulnya dan membawa Afif duduk di bangku meja bar. Wine yang dipesan Rival berada digenggaman Afif, lalu dia menenggaknya dengan cepat tanpa tersedak, seperti dia memang sudah biasa melakukannya, padahal ini kali pertamanya.

"Nak, bangun! Ayah dan yang lainnya udah nungguin kamu di meja makan!" Seru Bunda Afif dari balik pintu. Mau tak mau, Afif menyudahi pikirannya tentang tadi malam dan beranjak kekamar mandi untuk membersihkan diri sebelum turun.

**

"Bunda dengar, kamu pulang larut tadi malam?" Tanya Bunda menyelidik.

"Enggak"

Satu kebohongan Afif, yang sudah memang diprediksi sang Bunda.

"Tega bohong sama Bunda demi perasaan kamu yang masih terjaga untuk orang mati itu?!" Suara Bunda naik satu tangga. Rasanya Afif ingin sekali pergi tanpa memperdulikan perkataan Bundanya. Tapi sekali lagi, itu Bundanya, dan dia gak sanggup melakukan hal itu.

"Bunda.." potong Ayahnya menenangkan.

"Jadi kamu sama Bianca gimana?" Tanya Bundanya lagi.

"Gak gimana-gimana, Bun. Biasa aja, Afif gak ada rasa suka sama sekali. Lagian kenapa harus Bianca? Dia sahabat Afif, Bun. Udah Afif anggap kayak adik sendiri. Mana mungkin Afif suka."  Balas Afif dengan serius dan wajah datarnya kali ini.

"Rasa suka bisa datang, kalo kamu mau buka diri, buka hatimu untuk dia. Dan usahakan kalian sering bareng. Makanya Bunda pengen, kalo kamu pergi kemana-mana sama Bianca. Biar kamu bisa suka sama dia! Kamu gak mungkin terus-terusan kemakam Aleytri! Dan dengan bodohnya nyapa dia pakai kalimat 'apa kabar?' "

"Afif gak mau, Bun. Afif laki-laki. Afif wajar nentuin pilihan Afif-" belum sempat dilanjutkan, ucapan Afif dipotong oleh Bundanya.

"Iya! Nentuin pilihan! Dan pilihan kamu orang mati itu kan!? Orang mati yang gak pernah tau perasaan kamu ke dia! Orang mati yang buat kamu jadi keras kepala dan gak patuh sama Bunda! Orang mati yang-" Afif berdiri sambil mendorong kursinya hingga membuat decitan yang kuat.

"Cukup Bunda! Dia punya nama! Bunda gak berhak mencaci Ale! Dia udah tenang disana!" Nada bicara Afif naik. Baru kali ini, Afif berkata kasar pada sang Bunda. Membuat sang Bunda terperangah melihat Afif bangkit lalu pergi tanpa bisa mencegah.

"Udah lah, Bun. Kita gak bisa maksa keinginan Afif. Biar dia cari kebahagiannya. Dia pasti punya titik bosan menunggu. Kita hanya perlu memberinya nasihat. Kalau dia tidak mau ya sudah, kita hanya tinggal mendoakan yang terbaik untuknya. Jangan dipaksa seperti ini. Nanti malah Bunda yang kepikiran."

"Bunda serasa gagal mendidik dia yang sekarang sudah berani membantah"

"Nggak, Bunda gak gagal kok"

Afif berjalan cepat, mengambil kunci mobilnya lalu pergi. Pikirannya kosong, dia terlalu lelah dengan tuntutan yang dibebankan olehnya. Bertahan atau meninggalkan. Entahlah, entah untuk siapa dia bertahan dan entah untuk siapa dia meninggalkan.

Di putarnya pemutar musik dengan volume yang sangat kuat. Berharap dentuman musik itu bisa membuatnya tenang. Satu tempat yang membuatnya melupakan semuanya adalah klub, seperti perkataan Rival tadi malam.

Afif memarkirkan mobilnya diparkiran klub. Terlalu pagi untuk memulai mabuk. Afif hanya duduk dikursi meja bar dengan William sebagai bartendernya.

"Lagi ada masalah, Fif?" Tanya William yang sudah mengenal Afif sejak tadi malam.

"Sedikit." Balasnya sambil tunduk memijat pelipisnya.

"Wine?"

"Baiklah" balas Afif.

Setelah meminum beberapa gelas, Afif mulai kehilangan konsentrasinya. Dentuman musik yang masih mengalun keras membuat jiwanya terbakar.

"Al.." ceracaunya sambil menarik tangan gadis disampingnya.

Gadis itu menoleh, ingin menonjok Afif. Tapi, dia urungkan niat itu. Karena Afif langsung berseru lagi.

"Aleytri? Lo ada disini?" Sontak Afif langsung memeluk gadis itu dengan erat.

"Gue rindu sama lo, Al."

"Ini berat. Tapi gue tau lo kuat." Balas perempuan itu, masih dengan sabar membalas pelukan Afif. Meski dadanya sudah sesak saat tau lelaki itu menyebut nama Aleytri.

***
'Kesannya di part 3 gimana nih?'

Baca terus ya, jangan lupa vote dan comment.

Afif

Rival

Bianca

***

Kau lah bentuk terindah

Dari baiknya tuhan padaku

Waktu tak mengusaikan cantikmu

Kau wanita terhebat bagiku

Tolong kamu cam kan  itu

[[Virgoun: Bukti]]

Pengen di next ceritanya(?) spam komen(!)

Lost Stars 2 : Heartbreak And MiseryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang