Ketiga penyihir berumur empat belas tahun itu terus menyusuri jalan setapak yang seakan tak ada ujungnya. Sepanjang jalan mereka hanya disuguhi oleh daun yang terus berjatuhan, dan sekali-kali terdengar suara burung berkicau atau sekadar angin yang berhembus pelan menerpa wajah letih mereka. Empat jam, empat jam sudah terlewati hanya untuk menyusuri jalan yang bahkan mereka tidak tahu ada apa diujung jalannya. Entah mengapa, walaupun tak tahu apa yang akan mereka hadapi didepan, ada sesuatu yang menghinggapi mereka, keberanian.
"Hermione, kau yakin tidak mau istirahat untuk beberapa menit? Aku lelah." Ron bergumam pelan, kakinya sudah terasa ketir dan mati rasa karena terlalu lama berjalan.
Hermione menoleh, ia mendapati Ron dan Harry yang sudah berjalan mendekati salah satu pohon apel besar yang rindang, tiga langkah dibelakang dari tempatnya berdiri, "Baiklah, kita istirahat untuk beberapa waktu."
"Accio apple!" Hermione mengayunkan tongkat sihirnya kearah buah apel yang berada di atas pohon, seketika apel-apel merah yang ranum berjatuhan kebawah dan segera dikumpulkan olehnya. "Mau apel?"
Ron dan Harry menyambut apel-apel merah itu dengan senang, mereka segera mengambil beberapa butir apel dan mulai menikmatinya. Manis dan segar sekali rasanya, seakan semua keletihan yang ada sirna dengan instan. "Thank you, Sweety Mione."
Setelah menghabiskan sembilan hingga sebelas butir apel, ketiganya kembali bergegas. Karena tadi sudah mengisi perut, mereka berjalan dengan semangat dan langkah kaki yang berderap. Mereka menghabiskan waktu sembari bercakap—hingga akhirnya terdengar gesekan antara dedauan pohon murbei di sisi kiri jalan membuat mereka tersentak dan menghentikan langkah mereka.
"Kau dengar itu?" kata Ron.
"Tentu saja aku dengar." bisik Harry perlahan sembari mengeluarkan tongkat sihir dari saku celananya.
"Haruskah kita terus berjalan atau kita harus mengeceknya?" desis Hermione.
"Teruslah berjalan, siapa tahu itu hanya kelinci atau binatang kecil lainnya yang berjalan diantara semak." kata Harry dan melangkahkan kakinya meninggalkan Ron dan Hermione yang masih terpaku ditempat. "Ayolah, tidak ada apapun. Tempat ini aman."
Harry berjalan semakin jauh sendirian, sedangkan Ron dan Hermione yang melihat bayangan Harry semakin kecil segera menyusul temannya itu dengan langkah tergesa. Tatapan Harry masih mengelilingi pohon-pohon murbei di sepanjang sisi jalan, hutan itu sangatlah lebat, terdapat banyak pepohohan murbei dan apel di sisi kiri, juga bunga-bunga bougenville dan flamboyan di sisi kanan. Sedangkan jauh dibelakang pohon berbunga itu tumbuh pohon pinus yang menjulang tinggi seakan menembus awan.
Harry yang asyik mengamati hutan disekelilingnya—tak sadar bahwa ada seekor tupai lumayan besar di hadapannya—menginjak ekor tupai tersebut sehingga tupai itu mengerang kesakitan. "Aduh!"
"Ada apa Harry?" kata Ron dan Hermione secara serentak, mereka melihat seekor tupai coklat tua melonjak-lonjak memegangi ekornya yang berbulu tebal.
"Tupai ini bisa mengerang, bahkan ia bisa berkata aduh." kata Harry sembari menunjuk hewan itu dengan tongkat sihirnya.
"Aduh, kau ini membuat ekorku serasa hampir putus, kadang Wizard juga bisa ceroboh ya. Oh, aku lupa mengenalkan diri, namaku Gretel dan aku akan mengantarkan kalian menuju Cair Paravel." kata tupai—ralat, Gretel sembari mengulurkan tangannya yang mungil untuk mengajak ketiga Gryffindor tersebut bersalaman.
"Cair Paravel? Tempat apa itu?" kata Harry seraya memasukkan kembali tongkat sihirnya dan menjabat tangan tupai itu dengan jari telunjuknya.
"Ah, kalian seperti orang baru saja—dan maaf kalian memang orang baru. Satu tahun yang lalu, ketika sihir putih masih berkuasa, cara untuk menghentikan sihir putih adalah menduduki keempat takhta di Cair Paravel, hingga akhirnya setelah seratus tahun negeri ini menunggu, datanglah keempat Pevensie bersaudara membawa harapan untuk kami." kata Gretel bercerita panjang lebar yang membuat Harry, Ron, dan Hermione paham.
"Oh! Jadi Cair Paravel merupakan tempat tinggal Raja dan Ratu agung, bukan begitu?" kata Hermione.
"Betul sekali, nona Granger." kata Gretel sambil tersenyum, "ayo ikuti aku!"
Ron menatap Gretel yang kian menjauh, lalu tatapannya beralih kepada Harry dan Hermione. "Dia seekor tupai kan? Harusnya dia tidak bicara apapun."
***
Mrs. Neeson mengobati luka di siku kanan Edmund menggunakan getah daun jarak, getah dari daunnya memang sangatlah ampuh untuk mengobati luka yang berdarah. Sebenarnya Lucy bisa saja menggunakan ramuan penyembuh yang diberikan oleh Father Christmast last year, tapi menurut dirinya ramuan tersebut hanya untuk keadaan mendesak.
Edmund mengaduh pelan, "Bisakah lebih perlahan, Mrs. Neeson? Siku ku rasanya seperti terbelah."
"Ini hanya luka kecil, King Edmund. Darah yang keluar juga sudah berhenti, harusnya sudah tidak terasa sakit." kata Mrs. Neeson seraya membereskan kotak P3K setelah selesai memperban luka Edmund.
Lucy menghampiri Edmund yang sudah turun dari dipan perawatan dengan senyum senang, "Edmund, tidak begitu sakit bukan? Kau harus ke kamar dan memperbaiki tatanan dirimu yang sangat lusuh."
Edmund hanya mendelikkan matanya sinis terhadap Lucy dan melengos pergi meninggalkan Lucy yang menatapnya heran.
***
"Kalian ini lambat sekali, ayo cepat. Kita tak boleh membuat mereka menunggu!" Ujar Tupai—Gretel sembari melompat-lompat diantara ranting murbei.
"Siapa yang menunggu kami?" kata Ron sembari mengambili beberapa buah murbei yang merah ranum.
"Raja dan Ratu agung." kata Gretel.
"Siapa?" tanya Harry.
"Keempat Pevensie." kata Gretel, lagi.
"Iya, siapa saja mereka?" kata Ron gemas.
"Penguasa Narnia! High King Peter the Magnificent, Queen Susan the Gentle, King Edmund the Just, dan Queen Lucy the Valiant." kata Gretel dengan kesal.
"Gretel, kau harus memaklumi Harry dan Ron yang masih belum mengerti siapa mereka, karena belum melihat rupa keempat raja dan ratu. Jadi apakah masih jauh?" kata Hermione menjelaskan kepada Gretel, tampak raut wajah Gretel berubah menjadi lembut kembali.
Gretel mengira-ngira, "Sedikit lagi, Ayo percepat langkah kalian!"
***
—ladymezzy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Acquiescent Love
Fantasy𝑯𝒆𝒓𝒎𝒊𝒐𝒏𝒆 𝒂𝒏𝒅 𝑬𝒅𝒎𝒖𝒏𝒅✨ [ VERY SLOW UPDATE ] Edmund menoleh menghadap Hermione, "Lain kali jangan buat semua orang khawatir." "Sepertinya yang khawatir pada diriku hanya kau Edmund." kata Hermione seraya terkekeh. ...