Empat: Misa Pertama

4 1 0
                                    

Setelah keluar masuk gang-gang sempit khas Ibukota dan sempat nyasar beberapa kali, sekitar pukul setengah lima sore akhirnya mereka tiba di Gereja Maria Bunda Karmel. Masih sekitaran daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Bangunan Gerejanya besar, luas, megah sebagaimana Gereja di Jakarta pada umumnya.

Suara koor umat sudah terdengar hingga parkiran, pertanda bahwa Misa sudah berlangsung. Bergegas mereka berlari dari parkiran dan menuju gedung Gereja. Danu menuntun di depan, masuk ke dalam gedung utama mencari tempat duduk yang bisa untuk diduduki oleh dua orang. Ia mendapat di tengah ruangan yang di kelilingi banyak mesin pendingin ruangan.

Sejujurnya mereka sangat kedinginan saat ini, pakaian keduanya lembab terkena hujan sewaktu di parkiran tadi, namun tak mengurangi rasa khidmat keduanya untuk mengikuti semua rentetan Misa.

Memasuki Salam Damai, mereka berdua saling bersalaman dan saling memberkati, "Salam Damai, Tuhan mengasihimu dulu kini dan sampai selamanya." Ada rasa damai yang sangat berbeda dirasakan.

Sedari dulu Yuki sangat merindukan bisa mendapatkan pasangan yang mengucap doa, membaca ayat-ayat dan menyembah Tuhan yang sama dengannya. Kini seakan Tuhannya menjawab kerinduannya itu, dikirimNya seorang lelaki yang sudah dikenalnya sejak setahun yang lalu dan tak pernah digubris. Baru-baru ini ia menyadari kehadiran sosok lelaki itu dalam hidupnya.

Gregorius Danu Aji―Seorang lelaki dengan sepasang mata sayu yang saat ini sedang bersamanya―duduk disampingnya―menjadi jawaban dari setiap doa-doanya. Sangat tidak pernah dibayangkannya akan menjadi seperti ini. Siapa yang bisa menebak kapan Tuhan menepati janjiNya? Tidak ada seorang pun yang dapat menebaknya, bukan?

Sesekali Yuki melirik ke arah lelakinya yang sangat khusuk mengikuti prosesi Misa. Apalagi ketika sedang berdoa, ia sedikit mencuri-curi waktu untuk membuka mata lalu melirik lelaki di sampingnya yang sedang berdoa. Sekali lagi, Yuki masih tidak menyangka dengan apa yang dialaminya saat ini.

Di sisi lain, pada saat pertengahan khotbah sedang berlangsung, Danu memperhatikan gadis disampingnya merasakan ketidak nyamanan. "Kenapa?" tanya lelaki itu sedikit berbisik agar tidak mengganggu umat yang lainnya.

"Dingin sekali. Hidungku meler.." jawabnya dengan suara yang sudah mulai serak. Yuki tak bisa berhenti menggosok kedua telapak tangannya lalu meniup-niup agar tetap hangat.

Danu mengusap punggung tangan kiri gadis itu mencoba untuk menghangatkan. "Bersabarlah, sejam lagi Misa akan selesai.."
Yuki menyanggupi dan mencoba bertahan melawan dinginnya hembusan pendingin ruangan itu.

Sejam sudah akhirnya Misa selesai. Mereka pulang dengan hati damai dan penuh sukacita.

Perjalanan pulang kembali lagi ditemani oleh hujan. Jalanan yang macet dan licin membuat lelaki itu sangat berhati-hati dalam berkendara. Yuki memeluk erat tubuhnya. Sepanjang perjalanan dirinya bersin-bersin karena kedinginan. Hujan, jalan licin, hidung yang tak henti mengeluarkan cairan dan kendaraan-kendaraan yang begitu cepat melaju berkumpul menjadi satu kesatuan yang paling dibencinya.

Ketika lelaki itu akan menyebrang jalan, setibanya dari arah samping sebuah mobil melaju kencang dan nyaris saja menghantam kendaraan mereka. Sontak Yuki terkejut, "Anj*ng, bangs*t lo!!" Ups, ia keceplosan mengeluarkan kata-kata itu.

Danu juga terkejut dan berkata, "ya Tuhanku.." Entah kalimat ini ia utarakan untuk merespon ucapan Yuki atau ia benar-benar terkejut karena nyaris saja ia akan membuat anak orang terluka.

Boom! Kali ini Yuki tak bisa menyembunyikan jati dirinya―manusia bar-bar yang berpura-pura manis di depan lelakinya itu. Hahaha.

"Ah, bodoh sekali!! Baru saja pulang ibadah masa sudah berkata kasar," Yuki mengutuki dirinya dalam hati.

"Maaf keceplosan. Habisnya kesel banget. Hampir kita jatuh kan!!" Ia mencoba menjelaskan apa yang telah terjadi. Danu hanya mengangguk dan fokus berkendara lagi.

.

.

.

To be continued

Pertemuan AcakWhere stories live. Discover now