"Dimana dia?" Tanya Yuki ketika mereka sudah sampai. Danu sibuk menghubungi dan mencari clientnya. Sepasang mata sayupnya menjelajah ke seluruh ruangan di lantai satu yang sangat sesak, penuh dengan berbagai orang. Ada beberapa yang berbincang dengan koleganya mengenai pekerjaan―sama seperti yang akan dilakukannya, ada beberapa anak-anak muda yang sedang asik bersenda gurau dengan teman-teman sekelompoknya dan beberapa pasangan yang sedang menghabiskan waktu kencannya.
Danu tidak menemukan sosok yang dicari. Ia naik menuju lantai atas. Yuki berjalan kecil mengikuti jejak langkahnya. Lagi, mereka menemukan suasana seperti di lantai bawah tadi. Namun suasana di lantai dua ini lebih pengap dan sesak. Asap rokok batang maupun elektronik menyelimuti ruang outdoor itu. Bersusah payah melewati gumpalan asap itu, akhirnya mereka menemukan sosok yang dicari.
Seorang lelaki berrambut ikal, dengan perawakan yang tinggi besar menggunakan kaos hitam dan sepertinya sudah sedari lama sibuk menatap layar laptop di depannya. Tak salah lagi itu dia sosok yang dicari-cari.
Mereka berdua duduk berhadapan dengan lelaki itu. Seperti yang diintruksikan sebelumnya, Yuki memperkenalkan dirinya sebagai asisten pribadi Danu. Setelah melewati prosesi perkenalan basa-basi, segera Yuki memesan makanan dan minuman. Danu tak banyak bicara, ia meminta agar dipesankan makanan dan minuman yang sama dengannya. Ia memulai perbincangan dengan clientnya. Yuki mengiyakan.
Gadis itu berjalan menuju meja kasir untuk memesan makanan dan minuman. Yuki memesan dua porsi nasi wagyu blackpaper, sebotol air mineral dan segelas es teh.
Lima menit kemudian, Yuki kembali ke tempat duduk. Lagi, ia menggunakan topengnya. Bertingkah seperti gadis manis tak banyak cakap di depan orang baru yang dikenalnya. Ia membiarkan lelakinya itu berbincang dengan clientnya. Sedang dirinya masih sama, ikut menyibukkan diri dengan smartphonenya. Kali ini tidak sibuk membuka-tutup aplikasi instagramnya, ia teringat seorang temannya. Yuki lupa bahwa sejak tertidur dan selama perjalanan hingga ke tempat ini, ia tidak ada memainkan smartphonenya.
TARAAA~ ia mendapatkan 9 pesan dan 7 panggilan tak terjawab dari seorang temannya.
"Lo nggapapa kan? Ada yang luka ngga?"
"Lo dimana sekarang? Udah balik ke rumah?"
"Lo masih di luar? Jangan keluyuran lewat tengah malem. Inget lo di Jakarta bukan di Bali!"
"Pergi sama siapa heh? Kemana? Naik apa?"
"Woiii lagi sama siapaaaa!!! ahelah lagi main sama siapa si lo?"
"Batre lo habis? Kok centang satu?"
"Ih. Udah aktif nih. Etdah dimana siiiiiiiii. Kok ngga bales? Penasaran gue."
"You okay? Hah dimane si lo. Yaudin. Jangan jajan sembarang!! Jangan sampai sakit. Perjalanan lo masih jauh."
"Setdah ni anak kebangetan! Chat gue engga di read. Telpon gue ngga diangkat ihhhh nyebelin!"
Ia mendengus kesal karena masih saja dianggap seperti anak kecil, tidak becus kalau pergi jauh sendirian. Namun di satu sisi ia sangat senang karena temannya begitu sayang kepadanya. Begitu mengkhawatirkannya. Tak ingin membuat temannya itu semakin khawatir dan berpikir yang aneh-aneh segera ia membalas satu persatu pesan itu.Selesai membalas pesan, ia menatap Danu dalam. Mencoba mendalami karakternya, memperhatikan cara lelakinya berinteraksi dengan orang baru. Cara menatap, cara berbincang dan cara berprilaku.
Sosok pendiam dan akan sedikit dingin dengan orang baru. Pribadi yang sangat tertutup, sepasang matanya mengatakan demikian. Pribadi yang susah ditebak, memiliki benteng pertahanan diri yang sangat tangguh. Ia tak akan membiarkan sembarang orang merobohkannya tau mencoba masuk ke dalamnya, kecuali ia sudah sangat benar-benar mempercayai orang tersebut.
Hampir dua jam Danu berbincang, tersadar sudah tengah malam dan belum mengantar pulang gadisnya. Danu mengakhiri perbincangannya dan berpamit pulang, disusul dengan gadis itu. Mereka pulang menembus dinginnya angin malam Ibukota. Dalam perjalanannya mereka juga ditemani gemerlap cahaya lampu jalanan dan bangunan-bangunan tinggi kota yang tak pernah tidur itu.
"Aku lupa jalan pulang ke rumahmu." tutur Danu sambil mencari-cari gang menuju rumah gadis itu. Ia memasang lampu seinnya dan berhenti untuk membuka map.
Yuki juga lupa jalan pulang ke rumahnya. Jalanannya begitu asing. "Aku juga. Kayaknya kita udah kelewatan deh." jawabnya datar.
Setelah nyasar entah kemana, akhirnya mereka sampai juga. Danu berpamitan pulang. Sebelum lelaki itu pergi meninggalkannya, Yuki mengingatkan kembali agenda mereka esok hari selepas Danu pulang kantor. "Daaa. Hati-hati ya. Jangan lupa besok kita photobox!"
"Siap." jawab Danu semangat dan lekas berkendara pulang ditemani rintik hujan yang mulai turun lagi.
Begitulah perjalanan pertama dan panjang mereka yang dibuka dan ditutup dengan hujan. Ah, begitu indah hari ini. Tak selamanya hujan mengecewakan.
YOU ARE READING
Pertemuan Acak
Short StoryTerlalu banyak korban dari pertemuan acak yang diciptakan semesta. Tak ada manusia yang tahu dengan siapa nantinya ia akan bertemu lewat pertemuan acak itu. Termasuk Danu dan Yuki, semesta mempertemukannya melalui suatu media sosial. Kala itu mereka...