BAB 1 - HEIR

1.4K 99 15
                                    

Are you ready? Please be smart reader guys!









Malam temaram yang dingin teramat menyiksa, di luar bahkan dapat terlihat kabut yang seolah berjalan untuk mengingatkan betapa pilu malam ini. Ada banyak jeritan yang melebur dalam kabut itu, bahkan sampai seekor serangga malam pun tidak ingin ikut campur dan terdiam begitu saja. Kastel yang berdiri kokoh di area  ini menjadikan kesan absolut tersendiri, tidak ada yang dapat menghancurkan kesan tersebut, bahkan mentari cerah yang muncul ketika pagi hari. Oh tentu saja kastel ini dimiliki oleh seorang Raja, semua orang tahu Raja kastel ini, tak terkecuali kabut yang sering berlalu di sini. Dia bengis, juga perkasa, sebab utama yang membuat dia tidak bisa ditentang. “Habisi dia.” Dua kata yang membuat sekelompok anggota bersenjata pedang yang mengikuti ia kemana pun tergerak untuk melakukan hal keji, tidak ingat tempat, bahkan di hadapan anak kecil sekalipun yang menjerit ketakutan.

Manusia yang habis di tangannya seolah lebih buruk dari binatang, mereka akan merasakan sakit luarbiasa sebelum dijemput oleh kematian. Kemudian mayat mereka akan diseret dan tidak ada yang tahu kemana mayat tersebut. Tidak ada yang berani menahan atau akan bernasib sama. “Terkutuklah dia dan binasakan dia beserta keturunannya.” Kalimat tersebut selalu keluar dari mulut orang-orang yang tidak tahan dengan semua yang terjadi, tetapi hanyalah sebuah umpatan kala sang Raja terlelap dalam tidur yang damai.

Dalam kastel itu ada banyak budak, termasuk wanita. Mereka semua cantik dan sangat menggiurkan seperti rasa fermentasi beras yang menjadi minuman kesukaan sang Raja. Dan meski dia selalu menjadi topik hina, mereka semua selalu berlomba-lomba untuk menjadi kesayangannya, bahkan jika bisa, mereka ingin bersanding untuk menjadi bahan umpatan bersama. Maka seperti kompetisi, hanya akan ada satu yang dapat menang dan mendudukan tempat itu. Seorang gadis cantik dengan bibir ranum, pipi tirus yang merona setiap kali mendengar kalimat godaan dari sang Raja, dan mata hitam cerah yang memikat Raja keji tersebut. Jangan lupakan kulit putih susu dan rambut panjang sedikit bergelombangnya. Dia sempurna seperti dewi, sangat cocok bersanding dengan Raja tersebut yang tentu saja tampan, salah satu nilai keindahan sang Raja.

Gadis itu anak dari petani dan pengrajin kayu yang berhutang tiga kantung emas pada sang Raja, tidak bisa membayar, keduanya hampir binasa jika saja gadis cantik ini tidak berhati baik. Dia menawarkan diri dan sempat ditolak, tetapi sang Raja luluh hanya pada tatapannya. Dia sempat menjadi bahan hinaan bahkan hampir setiap hari dia yang disisihkan dan dikucilkan oleh seluruh selir, tetapi memang sejak awal gadis ini seperti bunga mawar putih yang harus digenggam oleh pria tampan seperti sang Raja, maka semuanya sekarang tunduk dan patuh pada perintahnya. “Siapkan aku air hangat untuk mandi. Malam ini aku harus menyambutnya.” Mereka semua akan bergerak menyiapkan sebelum sang gadis murka dan mengadu pada sang Raja.





Malam kelam kian berlalu menjadi pagi cerah yang membangunkan gadis cantik tersebut. Pagi ini dia senang, prianya akan pulang dari negeri seberang dan ia akan menyampaikan satu hal yang tentu saja akan menjadi sebuah kebahagiaan. Dia bahkan sudah rapih dengan gaun hijau pastel yang menutup tubuh indahnya, rambut hitam berkilauannya digelung, dan perhiasan cantik menjadikan penampilannya sempurna. Dengan anggun ia berjalan keluar kamar sang Raja, diikuti seorang budak wanita dan empat penjaga yang berjaga di depan pintu setiap saat.

“Menurutmu akan seperti apa reaksi baginda nanti?” Dia bertanya pada sang budak yang tersenyum sebelum menanggapi. “Baginda Raja pasti akan merasa menjadi orang paling bahagia Yang Mulia.” Jawaban yang tepat sehingga ia tersenyum cerah.

“Apa kau sudah mengatakan pada juru masak untuk membuat daging asap?” Mereka kini berjalan menuju ruang makan, di sana banyak yang berlalu lalang menyiapkan sarapan untuk dirinya, permaisuri sang Raja. “Seperti perintah Yang Mulia, aku juga mengatakan untuk tidak lupa menyiapkan kue beras dan teh hijau.”






“Yang Mulia Baginda Raja Tae Jo telah tiba!” Suara lantang pemberitahuan dari penjaga membuat gadis ini tersenyum cerah ketika hampir menggigit potongan terakhir dari daging asapnya. Dia sudah tidak sabar dan segera meminum teh, kemudian membersihkan bibir dan beranjak menyambut seperti para penjaga dan beberapa budak yang ada di sekitar pintu utama. Jalannya bahkan tergesa-gesa yang membuat mereka yang memberi hormat bertanya-tanya, tidak biasanya permaisuri tampak teramat bahagia seperti ini.

“Selamat datang Baginda.” Kalimat itu begitu saja keluar saat sang Raja melangkah dengan gagah. Sang Raja pun tersenyum dan memeluk permaisurinya, kemudian mengecup keningnya lembut. “Terima kasih, Sin Hwi.”

“Ada hal penting yang ingin aku bicarakan, bisakah aku mengambil waktu istirahatmu sebentar?” Dan sang Raja mengangguk, “Aku pulang untukmu sayang, tentu saja. Ayo kita bicara di taman, cuaca di luar sejuk.” Dan dengan rangkulan lembut pada pinggang ramping gadis ini, mereka menuju taman.





Taman di sini indah dengan ditumbuhi berbagai jenis bunga, yang paling bersinar di sini adalah bunga matahari, meski beberapa hampir layu. Ada beberapa burung pipit yang terbang dari pohon ke pohon sembari bercuit. Serta suara dengusan kuda yang tengah berada di dekat sungai untuk menikmati air jernih tersebut. Secara keseluruhan, keindahan kastel ini berada di taman, di bagian belakang kastel yang hanya sedikit orang mengetahuinya.

“Jadi, apa yang ingin kau bicarakan ?” Tae Jo mengelus kepala kuda kesayangannya yang ditunggangi oleh Sin Hwi, sementara ia menuntun kuda yang ia namai Kun dengan perlahan. “Aku sedikit gugup mengatakan ini,” Ungkap Sin Hwi menambah rasa ingin tahu sang Raja.


Dengan senyum cerah, Tae Jo membantu Sin Hwi turun dari kuda cokelat berjenis kelamin betina ini. “Dua hari lalu aku pingsan—” Tae Jo menyela, “Apa kau sakit?” Sehingga Sin Hwi menggeleng dan senyum cantiknya kian merekah.

“Tabib mengatakan aku tengah mengandung dan usianya sudah berjalan sekitar empat minggu.” Ungkapan Sin Hwi tersebut membuat ekspresi wajah Tae Jo merekah, sesuai ekspetasinya. “Oh, terima kasih, sayang. Aku sangat bahagia mendengar ini.” Tae Jo memeluk Sin Hwi erat.











Hari berlalu begitu cepat seolah bulan tidak ingin dilupakan, dan kabut malam terus berlalu saat malam tiba. Ini malam bulan purnama, pertanda buruk bagi hewan yang akan mendengar suara jeritan manusia yang kesakitan. Di ruang bawah tanah yang hanya disinari obor di sudut-sudut ruangan, terlihat ada seseorang yang diikat pada tiang kayu, mulutnya ditutup oleh kain. Tae Jo di sana, tengah menatap korban yang sedang dibacai mantra oleh seorang penyihir dengan buku tebal dalam genggaman, ia tengah membaca isinya dengan lantang. Ada dua orang lain juga yang memegang pedang di sana. “Demi kehidupan yang abadi dan kekuatan yang tak tertandingi. Dengan mengorbankan seorang yang suci,” Jeritan tertahan seolah menjadi nyanyian malam, bersama dengan pedang yang menggores leher. “Kehidupan akan ada dalam genggamannya.” Dan kalimat tersebut keluar bersama dengan darah yang mengalir masuk ke dalam gelas emas yang sudah disiapkan.

“Demi kehidupan yang abadi, aku persembahkan.” Dan darah tersebut mengalir begitu saja ke dalam tenggorokan Tae Jo.






Suara tangisan bayi terdengar nyaring di tengah malam yang sunyi, menjadi suara paling indah terdengar malam ini, memicu air mata seorang wanita cantik yang mengandungnya selama ini. Beberapa wanita yang membantu pun ikut merasakan kebahagiaan dari wanita yang disebut sebagai dewi karena kecantikannya dalam kastel ini. “Bayinya laki-laki Yang Mulia,” Ucap salah satu dari mereka yang menggendongnya dengan penuh kasih. Dan senyum wanita tersebut kian merekah ketika melihat pintu terbuka dan yang tunggu-tunggu datang.

“Biar kugendong,” Suara tersebut tegas namun terdengar bahwa dia bahagia. “Hati-hati baginda.” Kata wanita yang menggendong bayi tersebut, memberikannya perlahan.

Tae Jo tersenyum, “Aku akan memberikan nama, Kim Nam Hyun.” Ujarnya kemudian. Ia mendekat pada Sin Hwi dan memberikan bayi tersebut. “Dia memiliki mata yang indah sepertimu, Sin Hwi.”

“Dia akan jadi anak yang tampan dan tangguh.”[.]





.


.


.







Karena kita baru mulai, jadi ayo kita jalannya pelan-pelan. Kalo tiba-tiba ada lampu merah, kan enggak enak ngerem mendadak ehehehe

Next part, kita bakal coba kenalin kok putera Raja Taejo ehehehe

See you next time guys!

Bloody Roads [PENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang