BAB 3 - UNDESTINY

746 71 13
                                    

Kita balik lagi ehehehe. Maaf ya kita baru bisa update lagi, iya… kita sibuk huhuhuhu yang emang banyak tugas di real life. Doain aja kita bisa cepet-cepet menuju inti cerita dan bumsso cepet muncul ya ehehehe. Kita enggak berharap banyak mengenai cerita ini, karena emang Cuma coba-coba kolaburasi aja. Tapi, kita berharap kalian bisa menikmatinya, pelan-pelan dan enggak terlalu menuntut. Kita cuma mau ingetin buat kesekian kalinya, kalian… coba dong jadi smart reader biar kita sama-sama, enggak tarik-ulur terus.


Musim dingin seperti ini membuat bunga sakura yang jarang tumbuh di daerah perbatasan Namjjog dan sekitar terlihat cantik, bunga tersebut mekar dengan sangat cantik. Salju yang turun titik-titik menambah kesan indah, meskipun faktanya musim dingin tidak seindah yang terlihat. Perapian yang menyala dengan cukup baik setidaknya membantu tubuh untuk tetap hangat siang dingin ini, dari balik jendela yang sedikit terbuka dapat terlihat salju yang hanya titik-titik kecil dan kemudian menutupi tanah. Angin bertiup cukup kencang sehingga membawa salju lebih cepat. Han Yeon tengah duduk memeluk lutut dekat perapian dengan selimut cokelat tua membalut tubuh, dan teh hijau masih hangat berada di meja kayu setinggi lutut. Dia tidak memakai pakaian apapun, semalam hujan salju lebat dan pakaiannya basah. Dia tengah menunggu seseorang di sini yang semalam bersamanya, menunggu pakaian baru untuk dipakai, telanjang dibalik selimut lebih buruk daripada telanjang saat mandi.

Ia tersentak saat seseorang membuka kunci, tetapi tidak bergerak karena ia tahu siapa yang datang. “Kenapa kau di sini?” Tanya orang tersebut melihat gadis yang semalam tidur dengan memeluknya erat. “Aku perlu menghangatkan diri. Mau teh?” Jawabnya dengan suara rendah, khas orang yang kedinginan dan sambutan yang baik.

Pria tersebut tersenyum kemudian mendekat dan memeluknya, mengecup pucuk kepalanya. “Jadi, mau bicarakan mengapa kau semalam tiba-tiba datang ke sini? Bagaimana jika aku tidak di sini?” Tanya si pria mulai terduduk di sebelah Han Yeon, menatap api yang berkobar-kobar dalam ketenangan.

“Aku tidak yakin untuk membicarakan ini, tapi aku harus.” Han Yeon tidak menatap karena ia tahu pria di sampingnya ini akan menoleh penasaran, dan ia tidak suka saat seperti ini, seolah terdesak untuk mengatakan yang sebenarnya. “Apa?” Dan tentu saja Han Yeon mendengus, ada nada kuatir dari pria yang entah mengapa kini bisa bersamanya.

“Ada dua hal yang harus kau dengar. Mau mendengar yang mengejutkan atau sangat mengejutkan, Nam Hyun?” Oh semua tahu, hanya orang terdekat yang bisa memanggil pria ini tanpa tambahan apapun di depan namanya. “Aku akan mendengar apapun. Aku di sini untukmu,” Dan Han Yeon tersenyum saat kalimat tersebut terdengar tulus, ia suka saat orang yang tidak memiliki rasa kasihan pada orang lain ini justru sekarang memberikan apapun untuknya.

“Kemarin saat aku bangun dan hanya ada pengasuh serta tabib di kamarku. Mereka berdua tersenyum kemudian mengatakan semua akan baik-baik saja dan mengatakan padaku harus bertahan. Aku tidak mengerti, mereka bilang, mereka akan tutup mulut pada siapapun mengenai ini,” Nam Hyun mencoba mencerna baik-baik, tetapi Han Yeon kini menatapnya, mereka tahu kini dalam obrolan serius. “Aku tengah mengandung, mereka tidak mengatakan apapun setelah itu. Hanya saja, aku ingin mengatakan padamu. Ini anakmu.” Han Yeon mengeratkan selimut, rambut yang tergerai menutupi sebagian wajah karena diam-diam ia menunduk.

“Aku harusnya sadar, sejak awal kita memang tidak boleh seperti ini. Bugjjog dan Namjjog tidak akan bisa memiliki tali hubungan apapun, entah itu bilateral atau sekadar seperti orang yang saling mengenal. Bahkan akan menjadi hal tabu jika seperti ini.” Ini keluar begitu saja dari Han Yeon tanpa harus berpikir lama, memang seperti ini adanya. Mereka hanya akan memperburuk keadaan, terutama dengan adanya janin dalam rahim Han Yeon.

Bloody Roads [PENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang