10

13 2 0
                                    


                (FITO POV)

Jujur, aku tak berniat membuatnya terluka. Aku hanya ingin mengajaknya bermain. Namun, kenyataan berkata lain. Setelah aku melempar kaleng tadi. Dan ia mencarinya, justru betis dia malah di patok ular.

Kini, gara-gara kesalahanku dia terbaring lemah di atas brankar. Kami berada di UKS. Iya, hanya di UKS tanpa harus pergi ke rumah sakit. Karena fasilitas UKS sekolah kami sudah lengkap dan memadai.
Dia di sengat ular saat tengah mencari kaleng tadi.
Aku sempat membeku di tempatku saat melihat dia jatuh tersimpuh di tengah semak-semak yang sangat rimbun. Lalu tanpa aba-aba aku berlari dan membopongnya ke UKS.

Tadi dia sudah di tangani oleh dokter Syafira. Ia memang di tugaskan di UKS sekolah kami.
Katanya, Fiana hanya perlu istirahat. Sebab, luka gigitannya sudah di obati.

Setelah 2 jam aku menunggu, akhirnya Fiana siuman. Matanya yang semula tertutup kini perlahan mulai menampakkan bola matanya yang bening. Namun, tatapannya sayu.

"Kamu kenapa di sini" tanyanya padaku.

"Nunggu lo siuman." jawabku singkat.

Lagian untuk apa aku di sini kalo bukan menunggunya. Aku sangat merasa bersalah atas permainan bodoh yang aku ajukan kepadanya tadi.

"Ngga perlu. Balik sana!" ia mengusirku. Entah, aku merasa nada bicaranya menandakan kebencian padaku.

"Gua minta maaf" Entah kalimat itu spontan keluar dari mulutku.

Aku memang ingin minta maaf tapi nanti. Sekaligus mengajaknya ke rumah sakit. Biar bagaimanapun dia harus mendapatkan perawatan yang lebih lanjut. Jujur, aku khawatir dengan keadaannya.

"Bukan salahmu." katanya dengan cepat. Ia memalingkan wajahnya menghadap tembok. Mungkin tembok lebih pantas mendapatkan tatapannya di banding aku.

"Ayolah..jangan seperti itu" kataku berusaha menjaga nanda bicaraku agar tak terdengar dingin di telinganya.

"Lalu harus bagaimana?" tanyanya pasrah.

Tanganku terulur mengambil air mineral yang telah ku beli tadi.
Ia memperhatikanku dengan detail. Iya aku menyadari itu. Namun, saat aku sudah menghadap padanya, ia justru mengacuhkanku.

"Lo boleh marah sama gue. Karena ini emang salah gue"
Lalu aku menyerahkan air mineral tadi padanya.

"Ngga masalah." jawabnya singkat sambil lalu meraih air mineralnya.

"Oke. Nanti gue anter lo ke Rumah Sakit." kataku terdengar memaksa.

"Buat apa? Aku kan sudah enakan." jawabnya

"Lo yakin?" tanyaku memastikan.

"Yakin" jawabnya. Ia memaksakan seulas senyum yang sangat tipis. Cantik

"Baiklah. Let's go!!" kataku sambil menjangkau tasnya. Sedangkan ranselku sudah bertengger di bahuku.

"Loh kemana?" Ia sepertinya sudah lupa kalo kini sudah waktunya meninggalkan sekolah.

"Iya pulang lah neng" jawabku sambil tersenyum. Mungkin kelihatan sangat langka jika aku menampilkan senyum yang tulus.  Iya mungkin bagi mereka aku jarang sekali terseyum. Hanya tatapan datar yang setiap kali aku tampilkan. Tapi sekarang, di depannya, di depan Fiana aku malah tersenyum dengan sangat manis. Hehehe









Segini aja ya readers....!!!
Cape nih :-(

My AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang