LOVE LIVE! SCHOOL IDOL PROJECT
.
.
.
Sudah sejak berapa lama aku mengenalmu, seingatku kita menjadi teman sepermainan sejak SD, sampai sekarang. Tapi aku tak kunjung mengerti dan tak ingin mengerti, entah karena sifatmu yang pelupa atau memang kebiasaanmu yang suka meninggalkan barang di tempat kau berpijak.
Jika dibilang pelupa, kau merupakan murid terpintar di angkatanmu. Semua bidang pelajaran kau kuasai, seperti tanpa ada cela sedikitpun. Tapi bagaimana bisa kau memiliki kebiasaan buruk yang sama sekali tak pernah kubayangkan sebelumnya.
Selalu seperti itu. Tak ada satu haripun yang kau lewati tanpa meninggalkan barang milikmu. Apapun itu. Meskipun hal-hal kecil sekalipun, tak absen kau lakukan. Seolah-olah kau berusaha meninggalkan jejak di setiap sudut dunia yang pernah kau tapaki.
Alat tulis di laci meja, dompet di atas piano di ruang musik, partitur musik di toilet, dasi di perpustakaan, sepatu di lokerku, buku pelajaran di kantin, dan segala macam kecerobohanmu (aku lebih suka menyebutnya hal bodoh) yang kadang aku tak habis pikir kenapa bisa kau lakukan.
Belum lagi kebiasaan burukmu di rumah yang aku ketahui saat aku acapkali bermain ke rumahmu. Sisir di wastafel, laptop di atas kasur, daftar tugas di tempelan kulkas, permen mint kesukaanmu di bathub, jam tangan di rak buku, kunci mobil di meja makan, dan masih banyak lagi yang tak bisa kusebutkan satu persatu.
Awalnya aku merasa aneh dan menganggapmu sebagai manusia berantakan. Namun setelah sekian lama aku mengenalmu, kuanggap kebiasaanmu itu merupakan keistimewaan yang kau miliki. Dan hal itu pula yang membuatku tertarik padamu.
Aku pernah bertanya padamu, bagaimana bisa kau memiliki kebiasaan buruk itu. Dan kau hanya mengedikkan bahu sembari mengeluarkan tawa polosmu.
Kau juga pernah meninggalkan ponselmu di deretan rak buah-buahan di supermarket. Saat itu aku yang sedang berbelanja dengan ibuku tak sengaja melihatmu juga sedang menemani ibumu berbelanja. Dan lagi-lagi kau kembali meninggalkan jejakmu. Untung saja aku disana waktu itu dan segera kuselamatkan ponsel mahalmu sebelum tangan-tangan tak bertanggung jawab lebih dulu melakukannya.
Mengingat kelakuanmu membuatku tersenyum simpul. Terkadang membuatku kesal juga. Bagaimana kau masih bisa bicara dengan watadosnya alias wajah tanpa dosa dengan segala kecerobohan yang kau ciptakan. Tapi dibalik semua itu, kau sangatlah baik, meskipun tak semua orang bisa melihat hal itu.
Pernah suatu waktu saat weekend aku bermain ke rumahmu. Dan ternyata kau sedang ke toko buku. Ketika kembali kulihat kau menenteng plastik di kedua tanganmu dengan segala macam omelan saat kau berdesakan naik bus pulang.
"Apa yang terjadi dengan mobilmu?" tanyaku waktu itu.
Dan jawaban yang kudapat adalah tepukan di keningmu setelah kau mencampakkan begitu saja plastik belanjaanmu dan berlari kencang menuju parkiran toko buku. Hey, padahal kau bisa naik bus lagi kan? Lagipula mobilmu aman kok terletak disana, untuk sementara waktu.
Tapi yang kusesalkan adalah kau tak pernah mau meninggalkan hatimu untukku. Meskipun kau tak pernah menolak cinta yang kutawarkan padamu. Tapi tetap saja kan aku pantas untuk menuntut hakku?
"Tak bisakah kau meninggalkan hatimu untukku?" aku pernah bertanya padamu saat kita baru saja keluar dari game center. Dan lagi-lagi kau meninggalkan jam tanganmu di toilet di game center. Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah kau meninggalkan barang, barang yang kau tinggalkan tidak ketemu.
Padahal itu adalah jam tangan dariku, hadiah ulang tahunmu. Responmu waktu itu? Kau dengan santai berkata, "Nanti aku beli yang baru, tapi kau yang pilihkan ya?" tentu saja dengan cengiran andalanmu, karena kau tau aku tak pernah bisa marah padamu.
Dan jawaban akan pertanyaanku itu kau jawab beberapa hari kemudian saat kita pergi ke bioskop.
"Sebenarnya aku ingin melakukannya sejak dulu. Tapi jika aku meninggalkan hatiku untukmu, aku takut kau tidak akan mengembalikannya padaku, senpai" ucapmu waktu itu.
Perkataanmu waktu itu membuatku senang dan sedih sekaligus disaat bersamaan. Senang karena ternyata kau juga memiliki rasa yang sama seperti yang kurasakan padamu. Dan sedih karena kau masih belum mempercayakan hatimu pada siapapun, termasuk aku yang notabene adalah satu-satunya orang yang setia mendampingimu.
Namun tak masalah bagiku, selama kau ada di sampingku, hubungan seperti ini pun terasa menyenangkan. Selama kau masih menggenggam tanganku, hubungan tanpa kejelasan ini pun tak memberatkanku.
Tapi sekarang semuanya terasa berbeda. Semuanya tak seperti dulu lagi. Saat tawamu masih tercetak jelas di bibirmu itu. Keinginan kecilku tak terkabul. Harapan yang pernah kita ikrarkan tak bersemi. Bahwa kau akan berusaha untukku.
Tidak. Bukan karena kau meninggalkan barang-barangmu di sembarang tempat. Bukan itu. Ini lebih rumit daripada itu. Masalahnya adalah kau. Kau yang meninggalkanku. Kecelakaan tragis itu membuatmu meninggalkanku untuk selama-lamanya.
Kecelakaan yang terjadi saat sekolah kita mengadakan study tour tujuan Osaka itu merenggut nyawamu. Hanya kau. Dari sekian banyaknya murid di bus itu, disaat korban yang lain hanya mendapat luka ringan, kenapa hanya kau satu-satunya korban yang tidak selamat? Kenapa? Apa ini permainan takdir? Ataukah hanya sampai sana waktumu menjagaku?
Memang selama ini aku selalu bergantung padamu. Tapi tak mengertikah Kami-sama bahwa aku sangat membutuhkanmu? Kau yang jadi sandaranku. Memang aku kerepotan dengan kebiasaan burukmu, tapi aku selalu menikmati setiap waktuku bersamamu.
Kutatap gundukan tanah yang ditancapkan batu nisan dihadapanku. Nishikino Maki. Namamu tertulis di batu nisan itu. Kau tertidur panjang tanpa akan terbangun lagi di balik gundukan tanah itu. Kuletakkan buket lili putih di atas persinggahan terakhirmu. Ya, kau sangat menyukai lili putih.
Kembali kusesali peristiwa naas itu. Andai saja kau selamat saat itu, pasti kau sudah menjadi mahasiswa kedokteran sekarang. Bidang ilmu yang selalu kau bangga-banggakan itu.
"Kau benar, jika kau meninggalkan hatimu padaku saat itu, aku memang tidak akan mengembalikannya padamu" aku bergumam pelan.
Kupejamkan kedua mataku. Menikmati semilir angin sepoi yang membelai tubuhku. Kurasakan helaian mahkotaku melambai mengikuti arah angin. Kemudian kubuka lagi mataku, memperlihatkan manik violet indahmu. Ya, violet memang warna matamu. Namun sekarang bersarang di mataku dan menjadi penuntunku melihat dunia.
Kecelakaan tragis itu tidak hanya merenggut nyawamu, tapi juga membuat netraku tak lagi berfungsi. Saat itu aku merasa duniaku seakan hancur seketika. Kau meninggalkanku, dan aku tak lagi bisa melihat indahnya dunia. Terutama potret dirimu yang setiap sebelum tidur selalu kupandangi.
Tanpa berpikir panjang, orang tuamu mendonorkan matamu untukku. Tanpa ada rasa ragu, mereka menandatangani berkas yang disodorkan pihak rumah sakit. Mereka bilang aku ini sudah seperti anak mereka sendiri. Aku bersyukur, kebaikanmu ternyata turunan dari mereka.
"Setidaknya kau meninggalkan satu bagian dari dirimu untukku" ucapku pelan sembari melangkah meninggalkan makam milik keluarga Nishikino.
.
.
.
OWARI
.
.
Salam~
Anata 1703