milk&honey .b

28 6 0
                                    

Nicholas yang sedikit jauh didepan berhenti untuk menoleh, lalu ia berlari kearahku yang masih berteriak-teriak tidak jelas. Dia menyuruhku untuk tidak berisik sebelum tangannya menyambar tanganku, kemudian kembali lari kearah tadi ia lari. Entah karena kaki panjang Nicholas atau kaki pendekku, aku terseret dengan tidak elegan sama sekali.

Ditengah ke-terseret-an, dengan susah payah aku bertanya, "Kenapa kau lari?"

"Ada yang ingin menangkapku."

"Tunggu, kau seorang buronan?!" Aku menghentikan kakiku yang otomatis membuat Nicholas berhenti juga.

"Pelankan suaramu!" Sesaat Nicholas melirik kesekitar, "Dan aku bukan seorang buronan."

"Lalu, kenapa ada yang ingin menangkapmu?"

"Nanti saja ceritanya." Nicholas kembali menyambar tanganku dan akan siap berlari jika saja aku tidak diam.

"Aku tidak mau lari bersama buronan!" Aku mencoba menarik tanganku dari genggamannya.

"Hey, aku tidak pernah menyuruhmu untuk lari bersamaku." Kening Nicholas berkerut, "Ya, sudah, aku lari sendiri." sedetik setelah Nicholas melepaskan tanganku, aku memegang lengannya erat-erat dengan kedua tangan. Jackson menatapku dengan alis yang terangkat.

"A-aku ikut denganmu!" Masa bodoh dengan perkataanku yang mungkin terdengar, kalau aku ingin dekat dengannya. Aku lebih peduli pada diriku yang jika ditinggal sendiri di keramaian asing, bahkan Stasiun sudah tidak terlihat dari sini dan aku baru sadar ternyata koperku juga tertinggal.

Nicholas menyambar tanganku lagi, kemudian lari dengan cepat. Yeah, tentu saja aku terseret kembali. Aku tidak tahu, sudah berapa lama kami berlari, yang jelas napasku rasanya hampir habis.

Nicholas menarikku kedalam Angkringan yang ramai, kami masuk kebagian paling tersembunyi. Dengan duduk memojok ditambah Nicholas merangkulku erat, kami pasti dikira sedang mesum. Napas kami sama-sama cepat, tapi rasanya napasku tambah cepat karena mencium wangi tubuh Jackson yang khas laki-laki.

Aku mendongak, hal pertama yang kulihat adalah leher dengan jakun ditambah keringat yang melewatinnya, Nicholas terlihat cowok sekali. Aku tidak tahu sudah berapa lama memandanginya, sampai kepala Nicholas menunduk, mulutnya bergerak, tapi aku tidak bisa mendengar apa yang dikatakannya. Aku baru bisa mendengarnya ketika ia menepuk-nepuk bahuku.

"Oliver, mereka sudah pergi, ayo."

Nicholas melepas rangkulanya ketika kami keluar dari Angkringan. Ia menarikku pergi, kali ini dengan tidak berlari, malah berjalan santai. Aku menoleh kebelakang untuk melihat Angkringan tadi, keramaian membuat tidak ada yang sadar, jika kami hanya duduk dan tidak memesan apa-apa.

Kami duduk dibangku yang sudah dimakan usia-terbukti ketika pantat kami mendarat, terdengar suara khas reyot-depan toko jamu yang sepi pembeli.

Aku mengeluarkan milo dari kantong plastik yang dari tadi kujinjing, tenggorokanku terasa ringan setelah dilewati oleh minuman rasa cokelat dan malt itu. Baru selesai aku meminumnya, Nicholas tiba-tiba menyambar miloku, kemudian meneguknya dengan santai.

Ia mengembalikannya tanpa dosa. Begitu pindah tangan, miloku terasa ringan, aku mendelik padanya. Hendak protes, Nicholas malah mengambil tacos. Memakannya seolah itu miliknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

belum tidurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang