Suasana pagi hari ini terasa sangat berbeda untuk seorang gadis yang kini tengah menyisir rambut panjangnya di depan cermin, yang bersebelahan dengan ranjangnya.
Yah, sangat berbeda dimana ia sekarang menghirup udara sejuk kota Bandung, setelah sebelumnya ia tinggal di ibukota Jakarta.
Aluna Diandara itulah nama dari gadis cantik berperawakan mungil, berambut panjang, dan berkulit putih itu.
Dia adalah seseorang yang pendiam.
Gadis itu lebih suka menghabiskan hari-harinya mengurung diri di kamar dengan ditemani novel-novel berbagai genre kesukaannya, ketimbang keluyuran tidak jelas di luaran sana. Dan ditambah lagi sikap ibunya yang super protective.
Karena tahu diri, ia jarang sekali membantah Mamanya. Karena tidak ada yang melindunginya lagi selain Mama semenjak sang Papa meninggal. Yah, meskipun terkadang ia juga kewalahan dengan sikap Mamanya itu.
"Luna," suara seseorang memanggilnya. Berbarengan dengan itu, pintu kamarnya terbuka lebar.
Otomatis ia menolehkan kepala kearah asal suara. "Iya, Mah?" Sahut Aluna dengan nada ringan, sisirnya ia letakkan kembali di atas meja rias.
Mama Dian menghampiri gadis itu, dan bertanya. "Kamu udah mandi sayang?" Tangannya terulur kearah puncak kepala gadis itu. Mengusapnya lembut disana.
Aluna menjawabnya dengan sebuah anggukan, tak lupa senyum manisnya ia suguhkan untuk sang ibu.
Mama Dian melangkah kearah ranjang milik Aluna, merapihkan kain sprei yang sedikit kusut, sambil berucap, "Mama mau ngurus surat-surat pindahan kita kerumah RW di sini, kamu mau ikut nggak?" Ajaknya. Lalu terduduk di atas ranjang menghadap Aluna.
Aluna mengangkat satu alisnya. Terlihat menimbang-nimbang tawaran Mama Dian.
"Hm, nggak deh, Mah..." Beranjak dari kursi riasnya. Ia berjalan kearah rak kecil khusus buku-buku novel favoritnya. "Luna mau lanjutin baca novel ini aja, tanggung." Lanjutnya memperlihatkan novel yang belum selesai ia tuntaskan.
Wanita paruh baya itu mengendikan bahunya.
"Yasudah, kalo gitu Mama kerumah Pak RW dulu, sambil kenalan sama tetangga-tetangga baru disini juga."
"Hm," tanggap gadis itu.
Mama Dian hanya mengelengkan kepalanya saat keluar dari kamar Aluna. Anak itu kebanyakan bergaul dengan novel ketimbang dengan orang-orang di lingkungannya.
"Dimana ya rumahnya?" Gumamnya. Sembari terus mencari arah yang ditunjukan oleh penduduk kompleks itu ketika ia bertanya letak rumah RW disana.
Ia berniat berbelok kearah kanan, saat seseorang menubruk bahunya dari arah belakang hingga membuat berkas-berkas di tangannya berhamburan jatuh. "Aduh," ringisnya.
"Eh, aduh... Tante maaf, maaf banget, saya gak sengaja." Katanya dengan penuh penyesalan sembari memunguti kertas-kertas yang berserakan di dekat kakinya.
Dian hanya tersenyum.
"Iya nggak apa-apa, Dek. Lain kali hati-hati, ya." Katanya lembut.
"Hehe, iya Tante saya lagi buru-buru soalnya..." ia menyerahkan kertas-kertas yang berserakan pada wanita di hadapannya.
"Tante orang baru disini, ya? Soalnya saya belum pernah lihat Tante sebelumnya." Lanjutnya bertanya karena memang ia merasa baru dengan wajah orang yang ada di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALUNA (REVISI)
Teen Fiction"I don't set my hopes to high, cause every hello ends with a goodbye.."