Chapter 3

511 68 38
                                    

"Hhh..."

Aluna merebahkan badannya diatas ranjang. Setelah sebelumnya, gadis itu terlebih dahulu makan siang dan mandi, mengganti pakaian seragam dengan pakaian santainya.

"Ternyata sekolah formal ngga 'semengerikan' yang aku fikir." Gumam gadis itu.

Ia senang di hari pertamanya memasuki sekolah formal, dia sudah memiliki dua orang teman yang suda seperti berteman selama bertahun-tahun. Beruntung Aluna mengenal dua orang gadis yang sangat gampang membaur dan akrab.

Ceklek

Mendengar pintu kamarnya dibuka, tidak membuat Aluna memalingkan kepalanya. Matanya sibuk tertuju pada atap kamarnya namun gadis itu menajamkan indera pendengarnya.

"Lun, gimana sekolahnya? Lancar-lancar aja, kan?"

Ah, ternyata itu Mama Dian. Lah emang siapa lagi? Di rumah itu hanya dihuni oleh dua orang. Aluna dan Mamanya.

"Baik kok mah... lancar-lancar aja," Jawab Aluna, tidak bergerak dari posisinya tadi. Malahan ia memejamkan matanya karena merasa lelah.

Terdengar kekehan dari Mama Dian.

"Tuh-kan, Mama bilang juga apa, sekolah itu gak semengerikan yang kamu fikir," ujar Mama Dian, ia beringsut duduk dipinggiran kasur Aluna, lantas mengusap-usap rambut anak gadis-nya yang terlihat lelah.

"Udah dapet temen?" Tanyanya lagi.

Mendengar kata Teman, lantas Aluna membuka mata karena langsung teringat pada dua gadis itu; Mia dan Ayu.

"Udah," memalingkan wajah dari atap kearah Mama-nya. Senyumnya indahnya menular pada sang Mama.

"Mama seneng denger-nya," sambil terus mengusap-usap rambut anak satu-satunya itu.

"Oh iya, tadi Mama lupa buatin bekal buat kamu. Maafin Mama ya, tadi buru-buru soalnya. Abis nganterin kamu, Mama langsung ada meeting di kantor." Kata Mama Dian. Menyesal.

Aluna menggelengkan kepala."Ngga apa-apa kok, Mah. lagian di sekolah aku kan ada kantin. Luna bisa jajan disana kalo laper," jelas Aluna.

Namun Mama Dian terlihat tidak suka mendengar penjelasan anak-nya.

"Jangan banyak makan makanan di luar, ya. Besok Mama bakal sempetin buatin kamu bekal,"

Bangkit dari rebahannya, Aluna berniat membantah ucapan Mama Dian.

"Tapi Ma---"

Mama Dian menginterupsi dengan mengacungkan satu jari dihadapannya. Menggerakannya ke kiri dan kanan. Isyarat untuk Aluna agar gadis itu tidak membantahnya. "Nggak, Lun. Pokoknya Mama pengen kamu bawa bekal dari rumah." tegas Mama Dian.

"Terserah Mama aja."

"Mama udah mulai sibuk di kantor baru Mama, Lun. Mama nggak keburu kalo harus nyiapin bekal buat kamu. Jadi, mulai besok akan ada orang yang bakal buatin kamu bekal, paham?"

Gadis itu menghela nafas, kalo sudah seperti ini, mana bisa dia membantah. "Iya Mah," jawab Aluna lembut sambil memejamkan matanya kembali.

Mama Dian beranjak dari ranjang gadis itu. "Ya sudah, kamu kelihatannya capek. Sekarang istirahat, Mama mau jemput orang yang mau bantu-bantu Mama di rumah." Ujarnya sambil membungkuk, mencium kening Aluna dan berjalan keluar.

Tings...

Tings...

Tings...

Aluna terbangun karena bunyi dering ponsel miliknya berkali-kali, menandakan sebuah pesan masuk dari aplikasi chatt.

"Tumben.." gumamnya. Biasanya ponsel nya tidak pernah berdering sesering ini. Ia meraih ponsel untuk memeriksanya.

ALUNA (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang