Aluna memalingkan wajah, menghindari seseorang yang hari ini benar-benar menguji kesabarannya. Ditto. Pemuda itu mengendarai motor, melewati dirinya yang kini tengah berdiri di depan gerbang. Menunggu Mama Dian menjemputnya.
"Haduh, baru sehari udah ngebatin aja, lo." Kata Mia dari yang berad disisi sebela kanannya.
Ayu terkikik melihat ekspresi Aluna yang sekarang cemberut. "Aku nggak tahu kalo, dia yang kalian maksud senyebelin itu." Celoteh Aluna, seraya menggelengkan kepalanya tidak menyangka, ia bertemu dengan orang semacam itu.
Akibat kurang pergaulan, nih.
Tangan Ayu merangkul pundak Aluna, "Kalo kata orang jawa ya, sampeyan kudu sabar. Wong sabar ing katresnan karo Gusti Allah..." dengan logat Jawa yang kental, membuat Aluna dan Mia mengernyit karena tidak mengerti artinya.
"Kalo kata orang sunda, nya anjeun tèh kedah sabar, jalmi sabar dipikanyaah ku Gusti Allah..." lanjut Ayu.
"Kamu orang Sunda apa Jawa, sih?" Tanya Aluna. Karena Ayu sangat pasih berbicara kedua bahasa daerah tersebut.
"Doi blasteran, Lun." Timpal Mia. "...blasteran Sunda-Jawa maksudnya," Aluna kira blasteran Indonesia sama orang luar. Sesama lokal ternyata.
Kepala Ayu mengangguk. "Mama gue Jawa, Papa gue Sunda." Jelasnya. "I'm a kind of a local product, lah..."
Mereka tertawa mendengar celotehan gadis itu.
"I'm the lover of a local product..." seru seseorang dari hadapan mereka. Para gadis itu menolehkan kearah asal suara.
Ayu mengernyitkan hidungnya. "Nggak minat gue sama lo!" Tukasnya setelah minat seseorang yang tengah menunggangi motornya.
Ditto mengikuti ekspresi wajah Ayu. "Gue bukan sama lo, kali."
"Ya terus sama siapa, bopak! Sama Aluna? Jan ngarep deh, lo. Urusin aja dulu gih, kisah cinta lo yang lagi chaos itu."
"Wah, mata lo bisulan. Muka campuran antara Justin Bieber sama Zayn Malik kek gini dibilang bopak. Kacau!" Ujarnya dengan penuh percaya diri. "Awas lo ya, kalo entar naksir gue, gue nggak tanggung jawab,"
"Idih! Berasa nggak perlu ya, gue!"
"Emang bener ya, nama itu bisa jadi do'a. Liat aja, tuh bocah, percaya dirinya setinggi angkasa. Persis kayak namanya!" Celoteh Mia menimpali.
"Ah berisik lo pada---" ucapannya terhenti ketika matanya menangkap seseorang yang sedang ia cari-cari. "Hey!!" Teriaknya, lalu meninggalkan mereka dan menghampiri seorang gadis yang baru saja keluar dari gedung sekolah.
"Dia mantannya..." bisik Ayu pada Aluna. Membuat gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah Ayu.
"Terus?" Kata Aluna.
Tangan Mia menoyor kening Ayu, "Apa urusannya sama, Luna. Coeg!" Tukasnya.
"Yaelah, pada santai aja kenape sih. Gue cuman ngomong doang, anjir!" ujarnya, ia memanyunkan bibirnya ke depan.
Ayu semakin memberengut ketika Mia mengusap wajahnya. "Jelek woy jangan digituin." Ejeknya sembari tertawa, begitupun dengan Aluna, gadis itu ikut tertawa.
Sepuluh menit bergulir, kendaraan umum yang menuju arah jalan pulang Mia dan Ayu tiba dihadapan mereka. Mau tidak mau, Aluna sekarang berdiri sendiri di depan gerbang sekolah yang sudah lenggang. Menunggu Mama Dian untuk menjemputnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALUNA (REVISI)
Teen Fiction"I don't set my hopes to high, cause every hello ends with a goodbye.."