"Aku akan mencoba membantumu nona. Kapan kita bisa memulainya?"Ucap sang dokter kepada Lily. Saat ini, Lily dan Cara sedang berada dirumah sakit menemui dokter psikolog.
"Jika bisa, hari ini dok."Jawab gadis itu. Lily. Dokter itu terlihat berpikir,"Kita harus menentukan waktu yang tepat. Aku akan memeriksanya jika ia tidak dalam keadaan lelah. Jika ia dalam keadaan lelah, ia pasti akan marah."Jawab dokter itu. Lily mencerna perkataan dokter itu. Benar. Lily takut Justin marah jika pria itu dalam kondisi lelah karena bekerja.
"Aku setuju."Jawab Lily. "Begini saja, aku akan memberikan nomorku padamu nona. Dan kau bisa menghubungiku untuk datang keapartementmu jika calon suamimu itu tidak sedang lelah. Setuju?"Jawab dokter itu. Lily mengangguk seru,"Aku setuju. Aku akan membayarmu jika calon suamiku bisa kembali normal."Jawab Lily.
"Tentu nona. Baiklah, jangan lupa hubungi aku. Ini nomorku"Ucap dokter itu sambil memberi Lily kertas kecil yang bertuliskan nomor dokter itu. "Terimakasih dok,"Jawab Lily menaruh nomor itu didalam tas kecilnya. Ia segera berdiri dan meninggalkan ruangan. Terdapat Cara yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya,"Bagaimana Lil? Dokter itu mau membantumu?"Tanya Cara.
"Tentu Cara. Ayo kita pulang,"Lily menggandeng tangan Cara layaknya sahabat wanita. Mereka menuju parkiran mobil.
Selama didalam perjalanan, hanya hening. Hanya ada musik yang menemani. "Semoga cara ini berhasil Lil."Buka Cara.
"Ku harap begitu Cara. Aku begitu mencintainya,"Jawab Lily dengan tersenyum dan mengusap lembut perutnya yang sedikit menonjol. Menonjol karna ada satu nyawa didalamnya.
"Aku langsung pulang Lil. Maaf tak berkunjung dulu,"Ucap Cara yang memperhatikan Lily yang sedang keluar dari mobil. Lily tersenyum,"Tak apa Cara. Terimakasih"Ucap Lily. Cara tersenyum dan langsung memutar balik mobilnya.
Lily mempercepat langkahnya menuju lift, ia menekan tombol lift dan menunggu pintu terbuka. Ketika pintu terbuka, ia keluar dan menuju kamar apartementnya. Ia membuka kuncinya, matanya melirik kesana-kemari. Ia mengunci pintu dan menuju kamar. Pria itu masih tertidur pulas diatas ranjang, masih dengan posisi tadi. Lily menghembus nafas lega. Ia segera menaruh tas kecilnya dan mengganti bajunya dengan kimono. Ia kemudian berbaring disamping Justin, memperhatikan wajah pria itu dengan bangga. Bangga karena hanya ia yang memiliki pria ini. Pria tampan yang selalu menghiasi hari-hari indahnya agar menjadi lebih indah.
Namun satu sifat yang ia tak suka didalam diri pria itu, psikopatnya. Ia mengusap rambut pria itu dengan lembut. Tak lama, pria itu bergerak menjadi membelakangi Lily. Lily mengerucutkan bibirnya walau tak dilihat oleh Justin karna pria itu sedang tidur terlelap. Semakin gemas, Lily memeluk tubuh kekar Justin dari belakang. Ia menghirup dalam-dalam wangi pria itu.
Lily mengecup tengkuk leher Justin yang bertatto sayap. "Hoam ...."Lily menutup mulutnya dan kemudian memejamkan matanya. Rasa kantuk kini menyerangnya. Ia pun tertidur bersama Justin.
.
.
.
.
.
"Lily bangun,"Justin menepuk-nepuk kecil pipi Lily. Sebenarnya, ia tak tega membangunkan gadis itu dari tidurnya yang sangat lelap. Namun mengingat ini hampir jam enam sore, gadis itu harus bangun. "Baby wake up."Kembali. Justin kembali menepuk-nepuk pipi Lily. Ia mengecup pipi itu dan kedua kelopak mata Lily.Mata Lily mengerjap perlahan dan akhirnya terbuka sempurna. Ia melihat Justin yang berada diatasnya memperhatikannya."Sudah jam enam Lil. Namun kau belum bangun, jadi aku membangunkanmu"Justin memindah posisinya menjadi duduk. Lily merentangkan tangannya khas bangun tidur.
"Kau belum mandi?"Tanya Lily. "Belum."Jawab Justin, "mandilah dulu Justin. Setelahmu, aku akan mandi."Jawab Lily. Justin mendengus memutar bola matanya."Kita mandi bersama saja,"Ajak Justin menarik tangan Lily menuju kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
2 Psycopath Boy For 2 Little Girl
ContoJustin adalah seorang psikopat yang benar-benar keras hatinya. Namun dalam satu kali pertemuan dengan satu gadis, hatinya dapat melunak begitu saja. Gadis itu adalah Lily. Lily collins.