Surat Untuk Angga

125 25 48
                                    

Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya. Bahkan untuk membayangkan wajahmu saja aku menyerah. Tetapi aku yakin, suaramu lembut seperti yang aku bayangkan selama ini.

Namamu sungguh indah,  Angga. Tidak pernah aku mengira ada orang yang memiliki nama seindah dirimu.  Sungguh, kau adalah orang paling beruntung karena memiliki orang tua yang pandai memberi nama yang sangat indah.  Aku sangat iri kepadamu.

Dulu,  ah ... tidak.  Kemarin,  kita dipertemukan oleh sebuah akun sosial media, awal dimana aku tertarik akan namamu.  Aku akan bercerita sedikit tentang waktu itu.

Malam hari telah datang dikotaku,  aku yakin dikotamu pasti juga sudah malam. Bukankah begitu?  Seperti biasa,  setelah selesai belajar dan merapikan buku pelajaranku dan memasukannya kedalam tas,  aku membuka handphone milikku guna berseluncur didunia maya sebelum tidur. 

Saat itu aku kepo akan akun media sosial milikmu,  entah kenapa aku penasaran saja akan akunmu itu. Awalnya aku ragu untuk mencari tau tentang dirimu lebih dalam,  tapi entah bagaimana aku bisa tau tentangmu lebih dalam.  Mungkin ada yang membisikanku tentang dirimu.

Yang membuatku terheran-heran adalah mengapa aku berfikir bahwa kamu tampan saat melihat catatan harianmu yang kamu tulis di akun sosial media milikmu. Padahal aku belum pernah melihatmu,  bahkan profil akun milikmu bukanlah dirimu,  melainkan setangkai bunga mawar yang durinya membuat luka ditangan,  entah tangan siapa itu.

Tapi aku yakin kamulah seseorang yang pantas untuk dijadikan kekasih, kamu bijak, begitu aku menilaimu. Seseorang diluar sana pasti juga menyukaimu selain aku. Tak apa bagiku, mungkin tuhan belum menyatukan kita.

Aku lupa berawal dari mana kita dapat chattingan hingga lupa akan waktu, mungkin aku yang dahulu chat kamu? Ah ... Sepertinya tidak, seingatku kamulah yang tau nomerku terlebih dahulu. Sudahlah, bukan masalah siapa yang duluan chatting. Bisa menghabiskan waktu denganmu adalah hal yang luar biasa untukku.

Waktu berjalan cukup cepat. Sangat cepat hingga tidak terasa kita telah mengakui bahwa masing-masing dari kita saling nyaman, mungkin itu yang dibutuhkan sepasang kekasih.

Tetapi waktu juga cukup cepat membuat semuanya memudar. Kamu kini menghilang. Bagaikan pelangi yang hilang dengan sendirinya. Kini aku benar-benar sendiri.

Mencari kabar yang tidak menghasilkan apa-apa. Kamu dimana? Mengapa kau menghilang? Apa salahku padamu, Angga. Hingga kamu benar-benar tega meninggalkanku.

Cerpenku CerpenmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang