1

21.8K 1.6K 70
                                    

Motor yang ditumpangi Tama tiba-tiba berhenti membuat cewek itu sedikit merunduk. Si bapak Gojek meminta Tama untuk turun dari motor. Si bapak bilang, kalau ban motor belakangnya kempes.

Dan itu bikin Tama mendengus sambil melirik jam tangannya. Pukul tujuh lewat sepuluh menit. Lima menit lagi Tama akan terlambat jika ban motor masih bocor.

"Kak, naik gojek lain aja gimana? Ban motor saya bocor, kak." Kata si bapak bikin perhatian Tama kembali berpusat pada ban motor.

Dia noleh kanan kiri, bermaksud mencari bengkel terdekat. Tapi hasilnya nihil! Dan mau naik angkutan umum juga pasti juga sama aja telat nantinya. Kalau dia naik gojek lagi, sayang duitnya dong. Abis 30 ribu nanti.

Selagi Tama masih berfokus dengan pikirannya, sebuah motor besar hitam berhenti di belakang motor si bapak Gojek. Mendengar suara suara deruman motor itu, Tama kembali menguasai diri.

Dia menatap lama si pengendara yang turun dari motor. Tama lihatin dari atas sampai bawah. Helm hitamnya masih melekat di kepala cowok itu. Cowok itu pakai jaket denim dan celana biru langit yang sama sepertinya, rok biru langit.

"Kamu sama saya aja berangkatnya," kaca helm itu sudah terangkat membuat kernyitan Tama muncul. Ia masih belum bisa melihat dengan jelas wajah cowok itu. "Pak, berapa biayanya?"

"25 ribu, mas,"

Cowok itu ngeluarin selembar uang warna biru. Saat bapaknya ingin mengembalikan, si cowok nahan dan berkata, "gak usah, pak. Sekalian nambah biaya buat nambal ban."

Si bapak nurut aja. Sementara Tama, dia masih diam menelisik cowok yang sama sekali belum pernah dilihatnya selama sekolah di SMKF Galila.

"Ayo naik. Nanti telat, lho," kata cowok itu yang bikin kesadaran Tama kembali. Cowok itu nyalain motornya dan noleh ke Tama yang bingung naiknya. "Bisa, gak?"

Tama langsung mengangguk dan mengangkat sedikit roknya. Tanpa menumpu di bahu cowok misterius itu, Tama akhirnya berhasil duduk diatas motor besarnya.

"Gue gak make helm, gak takut ketilang?" Tanya Tama sambil mencodongkan sedikit kedepan agar terdengar cowok itu.

Cowok itu menggeleng. "Lewat jalan dalem. Aman, kok,"

Tama kembali ke posisi awal. Ia menekan jok saat cowok itu sedikit menarik gas. Dia tidak berani menyentuh cowok yang belum dikenalnya. Walau dia tahu kalau cowok itu pasti satu sekolah dengannya.

"Eum, btw, makasih ya udah bayarin."

Cowok itu mengangguk, "gapapa, selow aja,"

Dua puluh menit kemudian, akhirnya mereka berdua telah sampai di sekolah. Walaupun hari itu bukan hari senin yang harus diwajibkan upacara dan harus datang selambatnya jam 7 lewat 15 menit, tetap saja Tama ketar-ketir.

Tama turun dari motor cowok itu dan menggigit kukunya karena takut akan disuruh lari di lapangan sebanyak 10 kali dari bu Linda. Guru yang tegas dan tidak menerima banyak alasan dari seorang murid.

"Gak usah takut," celetuk cowok itu bikin perhatian Tama berpusat padanya. Helm yang dipakainya sudah menggantung di kaca spion.

Tama masih belum bisa melihat dengan jelas wajah cowok itu karena dia sedang mengacak rambutnya dengan jari-jarinya. Setelah merapikan rambut, dia mengusap hidungnya dan tersenyum pada Tama yang terpaku menatapnya.

"Oh, ya. Belum kenalan, ya? Saya Amzar Taeyong Al-Fath. Murid baru kelas dua belas. Kalau kamu?" Taeyong memperkenalkan dirinya sambil menyodorkan tangannya pada Tama yang masih melamun. "Halo?"

Tama mengerjap beberapa kali dan wajahnya jadi memanas karena ketahuan melamun sambil menatap cowok itu. Ia berdehem kecil dan membalas salaman Taeyong.

"Sa-saya adik kelas kakak di sekolah baru kakak," Tama tersenyum kaku dan menatap tangannya yang berjabatan dengan tangan Taeyong. "Saya Delifah Tiatama, kak,"

Mengulas senyum, Taeyong lalu terkekeh menyadari sikap Tama yang berubah menjadi tergagap. "Jangan gugup gitu,"

"Abisnya kak Taeyong ganteng, aku jadi gugup. Apalagi ini pertama kalinya jabat tangan sama cogan kayak kakak." Ceplos Tama asal. Sedetik kemudian, dia melebarkan matanya menyadari apa yang baru saja ia katakan.

Dan Taeyong jadi tertawa melihat sikap Tama yang spontan. "Kamu lucu,"

Cewek itu jadi menunduk dalam dan memilin tangannya sendiri. Dia jadi malu dipuji sama cogan. Anak baru lagi.

"Kalian kenapa masih di parkiran? Bukannya masuk malah berduaan disini. Ayo ikut saya karena terlambat!" Suara yang tiba-tiba membuat kedua remaja itu terkejut lantas langsung menoleh serempak.

Mata Tama melebar dengan mulut yang sedikit menganga. Sementara Taeyong, ia hanya mengerutkan dahi karena tidak tahu apa-apa.

"Ayo kak ke kantor." Ajak Tama yang sudah jalan duluan mengikuti Bu Linda.

Taeyong mengikuti Tama dengan santai. Bu Linda menatap keduanya bergantian dengan alis yang hampir menyatu. "Kalian kenapa masih berduaan di parkiran? Udah tau terlambat masih saja pacaran."

"Kita gak pacaran kok, bu!" Sergah Tama cepat sambil mengibaskan tangannya. Taeyong melirik Tama dan mengangguk setuju.

"Terus ngapain masih disitu?"

"Tadi-"

"Maaf, Bu, sebelumnya saya yang ngajak kenalan soalnya saya anak baru disini. Terus kenapa terlambat, di jalan tadi macet, bu." Potong Taeyong yang diangguki setuju Tama.

"Kalian kenapa bareng? Tama kan gak bawa kendaraan."

"Saya ketemu Tama di jalan, bu. Dia tadinya naik Gojek, tapi bannya bocor. Ya udah saya ajak bareng aja daripada terlambat. Eh udah sampe sini, udah telat lima belas menit. Maklumin, Bu. Jalanan macet banget Bu tadi. Gak bohong,"

Bu Linda menatap keduanya bergantian. Dia menghela napas panjang dan mengangguk pelan. "Ya sudah. Kalian berdua masuk ke kelas masing-masing. Tapi ingat! Pulang sekolah nanti jangan kabur, kalian harus bersihin toilet sampai wangi dan bersih."

"Yaaa,"

Seperginya Bu Linda, Tama melemaskan bahunya dan menghela napas lelah. Dia lalu mendongak melihat Taeyong yang menatapnya.

"Kenapa, kak?" Tanya Tama karena bingung dia dilihatin terus.

"Boleh minta tolong anterin saya ke kelas, gak? Saya masih gak tahu letaknya dimana." Tama mengangguk ragu buat Taeyong refleks mengacak rambutnya. "Makasih,"

Taeyong sudah berjalan mendahuluinya lebih dulu. Sedangkan Tama masih terpaku di tempat karena perlakuan Taeyong terhadapnya. Benar-benar di luar dugaan!

Tangannya kemudian menyentuh rambutnya yang habis disentuh Taeyong, lalu menangkup kedua pipinya yang memanas.

"Oh, gini toh rasanya dipegang sama cogan!" Pekiknya tertahan sambil menutup seluruh wajahnya dengan kedua tangannya, malu.

"Tama?"

"Eh, iya kak!"






•••
Ciaaaaa bikin ff baru lagi ciaaaaa 😄

Gimana, gimana? Suka gak sama chapter 1 nya? Ayo dong! Vomments banyak-banyak biar tau kelanjutannya!!!

Hehehehehe

Kitten | Taeyong ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang