Tatiana tidak tahu bagaimana pada akhirnya mereka berakhir dengan situasi seperti ini. Dirinya duduk dengan bersandar di sisi sofa sementara kepala Daniel berbaring di atas pahanya dengan kedua lengannya yang melingkar erar di pinggangnya. Kepala Daniel menelusup ke perut Tatiana dan seolah terlahir hanya untuk berada di sana.
Tiga puluh menit penuh mereka berada di dalam posisi itu dengan Daniel yang terlelap dengan nyenyaknya namun anehnya, kedua lengannya sama sekali tidak mengendur dan bahkan semakin erat melingkari pinggangnya.
Tatiana tersenyum kecil. Mengusap lembut surai Daniel dan menatap pria yang biasanya tampak begitu berwibawa namun untuk kali ini, mirip seperti seorang pria biasa. Laki-laki biasanya yang merasa takut. Dan rasa takutnya disebabkan olehnya. Daniel takut kehilangannya. Dia takut Tatiana pergi dan itu sudah cukup menjadi alasan bagi Tatiana untuk tinggal.
Tatiana tidak tahu ke mana hubungan mereka akan mengarah. Dirinya tidak berani bermimpi bahwa Marquess yang juga akan menyandang gelar Duke seperti Daniel akan menikahinya. Dirinya hanyalah seorang seniman yang sedari awal memang dianggap sebelah mata oleh semua orang. Meski pun Daniel bersedia menikahinya, Tatiana tidak sampai hati membuat nama baik keluarga Wood tercoreng karenanya.
Dan jika dirinya hanyalah sebuah selingan bagi Daniel, maka Tatiana akan menerimanya dengan sepenuh hati. Tidak apa-apa. Karena saat-saat seperti ini pun sudah cukup baginya untuk dijadikan kenangan indah ketika dirinya menua nanti.
"Menikahlah denganku," gumam Daniel dengan suara serak bangun tidurnya. Matanya sudah terbuka sempurna dan memperlihatkan netra hazel seperti milik Lady Wilona Wood.
"Kau sudah bangun?" ucap Tatiana lembut.
"Menikahlah denganku," ulang Daniel keras kepala.
"Kau pasti masih linglung karena baru bangun dari tidurmu. Perlukah aku mengambilkan kau segelas air?"
Daniel menggeleng. Ia kemudian segera bangkit dan duduk di samping Tatiana. Tangannya dengan erat menggenggam jemari Tatiana.
"Menikahlah denganku. Jadilah istriku dan Marchioness of Riverdale."
Napas Tatiana seolah tercekat. Ada euforia yang membuat seolah dadanya mengembang dengan teramat besar. Dirinya memang tidak mengharapkannya, namun bohong jika ia tidak akan merasa senang atau pun tersanjung. Bahkan pikiran itu baru bersarang beberapa saat lalu di otaknya dan sekarang...
"Daniel, kau pasti sedang bercanda," ujar Tatiana dengan tertawa gugup. Ia berusaha menarik tangannya dari Daniel yang malah semakin erat digengam olehnya.
Ketika tiga detik kemudian Tatiana tidak melihat perubahan ekspresi di wajah Daniel, dirinya tahu bahwa apa yang Daniel inginkan kali ini adalah kesungguhan dari hatinya.
Ia hanya bisa menghela napas panjang. Menarik tangan Daniel dan mengecupnya lembut. "Aku tidak bisa Daniel. Kita tidak bisa."
"Kau sudah setuju untuk tidak meninggalkanku!"
"Benar. Tetapi aku tetap bisa tinggal meski pun kau tidak menikahiku."
Pupil Daniel membesar. Wajahnya jelas terlihat terkejut dan terluka dalam waktu yang bersamaan. "Tidak!"
"Daniel-"
Daniel menarik tangannya cepat. Ia lalu berlalu lalang di depan Tatiana dengan satu tangannya yang mengacak rambutnya. "Aku tidak percaya ini," gumamnya. "Kau menawarkan diri menjadi gundikku?"
Tatiana mengangguk tanpa ragu. "Itu akan lebih baik untuk kita berdua, Daniel."
"Apa maksudmu dengan lebih baik?!" tanyanya dengan suara menggelegar. "Aku memberimu kehormatan menjadi istriku dan kau melemparkan dirimu dan harga dirimu jauh dari yang bisa wanita manapun harapkan! Betapa luar biasanya dirimu!"