Aku yakin sekali, paman adalah orang yang baik. Hatiku berkata seperti itu. Kita harus percaya kepada apa yang hati kita katakan, bukan? - Hina Starling
Mata setajam elangku memindai sebuah kamar yang terletak di lantai dua. Jendelanya terbuka, membuatku merutuki betapa bodohnya pemilik kamar itu mempersilahkan dinginnya angin malam yang berhembus di penghujung musim gugur ini untuk masuk ke dalam kamarnya.
Seharusnya, aku yang jauh jauh lebih tua sadar diri bahwa aku berkali lipat lebih bodoh dibandingkan pemilik kamar itu. Bagaimana tidak, alih-alih menikmati pertunjukan opera dan menghangatkan diri, aku justru duduk di dahan pohon yang terletak di samping rumah berwarna abu-abu ini. Dan objek yang kuperhatikan menambah poin kebodohanku ini. Ya, aku mengamati sebuah kamar. Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah kamar yang saat ini sedang kuperhatikan adalah kamar milik seorang anak kecil bernama Hina Starling.
Entah batu apa yang telah membuatku amnesia atau angin ribut apa yang telah menerbangkan kewarasanku, aku memutuskan untuk mengunjungi rumah Charlie karena rasa rindu kepada anaknya yang teramat aneh ini benar-benar menyiksaku.
Punggungku yang semula bersandar di batang, menegak guna melihat lebih jelas apa yang sedang dilakukan anak cantik nan menggemaskan bernama Hina itu. Decakkan penuh kejengkelan keluar dari mulutku. Aku baru saja melupakan fakta bahwa kekuatanku tidak akan berfungsi jika aku berada di luar gedung opera. Jadi, aku tidak bisa memanfaatkan kekuatan melihat apa-apa yang ada di balik dinding.
Oke, oke. Aku menyerah. Aku tidak bisa sok sombong dan sok bisa seperti ini. Aku harus segera memastikan keadaan bocah itu, melihat sebentar apa yang ia lakukan, dan segera kembali ke dalam gedung opera lagi. Menikmati kemewahan kamar tak kasat mataku. Ini akhir musim gugur, seharusnya aku berleha-leha seperti hewan-hewan yang hibernasi selama musim dingin. Demi memantapkan diri yang akan melakukan suatu tindakan gila, aku terus mendoktrin hal-hal seperti itu.
Aku berjalan ringan di atas sebuah dahan besar yang mengarah ke jendela itu. Tak perlu bersusah payah karena aku sudah terlatih untuk memiliki keseimbangan yang bagus. Melintasi dahan seperti ini bukanlah sesuatu yang menyulitkan bagiku. Karena sesuatu yang menyulitkan, akan terjadi sesaat lagi.
Tatkala kakiku menapaki kusen jendela yang berpelitur putih, iris obsidianku menangkap keberadaan Hina yang sedang bermain boneka di ranjangnya. Anak itu terkesiap dengan kehadiranku yang sangat tiba-tiba, lantas dirinya segera berjalan mendekatiku.
Hina tampak menggemaskan dengan sweater putih bermotifkan segitiga-kotak biru yang dipadukan dengan sebuah celana. Bagiku, apapun yang dikenakan oleh gadis kecil itu, mampu menambah kadar manis dalam dirinya.
"Paman siapa?" Dia melontarkan pertanyaan tanpa rasa takut sama sekali.
Salah satu sudut bibirku tertarik ke bawah. Alih-alih menjawab pertanyaannya, aku justru mendudukkan diri di pinggir jendela. Kemudian, menatapi setiap inchi tubuhnya seraya bertanya-tanya mengapa gadis kecil ini bisa menarik perhatianku?
"Aku tidak pernah melihat Paman sebelumnya. Paman juga bukan rekan kerja ayahku. Lantas, paman itu siapa?"
Aku menatap matanya lamat-lamat sebelum menjawab, "Marcus Jo." Kedua mata Hina mengerjap lugu. "Aku cahayamu yang datang dari kegelapan, Hina Starling," tambahku beberapa puluh detik kemudian.
Aku merasa ada orang lain yang sedang mengamatiku diam-diam. Mata elangku bekerja, melirik ke arah pintu yang tak tertutup sepenuhnya. Dan benar saja, ada anak lain yang sedang menguping di sini. Buru-buru, aku menjatuhkan diriku ke bawah setelah sebelumnya merekam wajah Hina agar aku tak merasakan rindu nantinya. Aku merubah arah jatuhku, menjadikan kedua kaki sekokoh bajaku sebagai tumpuannya. Setelah mendarat dengan sempurna, tanpa memakan waktu aku segera menjauh dari rumah baru seorang Dahyun.

KAMU SEDANG MEMBACA
the hidden secret [PRIVATED🔐]
FanfictionBaca dan rasakan bagaimana Marcus mencintai Hina-nya. Lembaran kisah yang hilang dari cerita The Prince of The Darkness Sebuah cerita yang akan membuatmu merasakan besarnya cinta Marcus. 18/02/04 - ? (c) Hanako