Prolog

42 21 17
                                    




Aku mencintaimu tanpa berkata,

Tersakiti diam-diam aku biasa,

Melihatmu bahagia, aku bernafas lega.

Tanpa memandang dan berkata,

Kau tersenyum ceria.

Hati,

Teruslah bersabar walau terluka.

Melihatmu bahagia bersamanya,

Aku tak apa.

Aku mengerti,

Cinta tak bisa dipaksa.

―Untukmu, Kafka Devan.


Gadis itu menutup novel bersampul biru laut yang sedari tadi dibacanya. Ia menghembuskan napasnya perlahan, pikirannya masih terbawa jauh dalam novel yang beberapa sesaat lalu dibacanya. Membayangkan jika dirinya menjadi tokoh utama novel tadi, gadis itu bergidik tak sanggup. Dikucilkan karena kesalahan orang lain, hinaan, caci maki ia terima, lalu ditinggalkan orang yang disayangi ditambah dengan cinta bertepuk sebelah tangan. Begitu menyedihkan pikirnya.

Gadis itu, Safina Nadira. Siswi kelas 11 IPS 2 di SMA Dharma Satya. Siswi yang cukup tekenal karena kecantikan dan keramahannya pada setiap orang. Cantik, baik, kaya, siapa yang tidak suka?

Safina berlari ke kelasnya setelah tadi bersantai sejenak di perpustakaan sekolah. Dengan gaya khasnya yang heboh saat masuk kelas, teman-temannya hanya tersenyum memaklumi.

"Guys! Gue baca novel ini," tunjuk Safina pada buku berukuran sedang di tangan kirinya. "gue sampe baper bacanya, pokoknya parah abis!" jelas Safina menggebu-gebu.

"Lo mah emang baperan, Saf?" sahut salah satu murid.

Safina mendelik.

Rena teman sekelas Safina mendekat, "Serius lo, Saf?" tanya Rena antusias, karena Rena seorang penyuka novel.

Safina mengangguk cepat, "Serius gue, Ren!" jawab Fina tak kalah antusias.

Suara Fina yang berisik, membuat beberapa murid laki-laki berdecak kesal."Berisik lo, Saf!"

"Gue kan, Excited banget, Ver." dengus Safina

Rena dengan cepat menyela, takut terjadi perang dunia antara Safina dan Calvero yang menyebabkan kelasnya hancur seperti beberapa hari lalu saat dua orang itu bertengkar hanya karena bungkus permen.

"Udah, Saf! mending lo ceritain ni novel ke gue." Safina mengangguk lalu berjalan ke bangkunya dengan Rena membuntuti.

"Awas lo, Ver!" ujar Safina pelan saat melewati Calvero.

"Bodo ya!" Calvero menjulurkan lidahnya, mengejek.

"VEROOOOO!!!" Safina berteriak kesal lalu mengejar Calvero yang terlebih dahulu menghindar.

Rena menepuk dahinya, "Astaga!" apa yang Rena takuti akhirnya terjadi, tapi beruntungnya dua orang itu keluar dari kelas. Hingga... mungkin, tidak akan mengganggu ketenangan kelas.

Beberapa murid hanya menggelengkan kepalanya melihat kejadian itu, begitupun dengan pemuda yang sedari tadi memerhatikan gadisnya—ah... gadis itu, sejak awal masuk ke dalam kelas. Dibibirnya telihat lengkungan tipis yang menghias wajahnya. Namun, binar matanya meredup.

Andaikan kamu sadar, Sa....

_______________________________

Bel pulang sekolah telah berbunyi 10 menit yang lalu. Namun, seluruh murid kelas 11 IPS 2 sama sekali belum beranjak. Mereka berencana akan merundingkan sesuatu untuk acara lomba antar kelas yang rutin diadakan sekolahnya tiap tahun, untuk mendapatkan piala bergilir.

ZAPRAVOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang