BAB 7 ; "Patah hati"

53 5 0
                                    

PATAH HATI

Sori, gue bukan pangkalan angkot, yang bebas lo singgahi untuk nunggu orang lain, habis itu lo tinggal tanpa izin.
-Rai

-----

"NENG RAI BANGUN NENG ! GAWAT DARURAT, GAWAT DARURAT !"

Bik Sumi berteriak sambil masuk ke kamar Rai. Sosok gadis yang tadi masih menikmati alam mimpi itu, mau tak mau mimpinya harus buyar. Dan dengan mata yang masih tertutup dan tubuh yang masih ingin bermanja di atas kasur, Rai berdesis. "Apaan sih Bik."

"JEH SI ENENG MAH MENI NYANTAI-NYANTAI WAE! ENENG KESIANGAN NENG, BIBIK TADI TEH KESIANGAN DATENGNYA PANIK LANGSUNG KA KAMAR ENENG INI JUGA." Bik Sumi masih berteriak-teriak.

Rai diam. Otaknya yang sejenak membeku kembali bekerja dan mencerna ucapan Bik Sumi yang kecepatan bicaranya mengalahkan kecepatan cahaya.

Kesiangan? Batin Rai.

Oh kesiangan Rai mulai mengerti.

Eh,

KESIANGAN ?!

"PAEH BIBIK PAEH RAI KESIANGAN!"

Rai melompat dari kasurnya. Sirna sudah semua rasa kantuk yang tadi menggelayut. Tapi bukanya pergi mandi, Rai justru mondar-mandir sambil mengomel dan garuk-garu kepala dengan handuk tersampir di pundaknya. "AH BIBIK MAH OTOKE JINJA, INI YA ALLAH KEMAREN NGIMPI MAU DICIUM, BUYAR DAN KESIANGAN. SEKARANG MIMPI DILAMAR TEYONG, BUYAR DAN KESIANGAN JUGA. RAI EMANG GAK BOLEH BAHAGIA GITU BIK?! MENI PEDIH TIAP NGIMPI YANG BAIK, PAS BANGUN SIAL WAE YA GUSTI!"

Bik Sumi yang merasa bersalah hanya menatap miris kepada Rai, "aduh si Eneng hayu mandi aja buru-buru sudah jam 7 kurang 10 Neng! Maafin Bibik, maafin Bibik."

"Tuh kan Bibik tinggal 10 menit lagi. Rai belom apa-apa, ah Bibikmah gak temen lagi sama Rai titik!" Rai menghentakkan kakinya sekali, lalu ngibrit ke kamar mandi. Melakukan ritual mandi ultra kilatnya, dengan tangan kanan yang menggosok gigi, tangan kiri membalur sabun, perut senantiasa memenuhi panggilan alam, dan semua itu Rai lakukan secara bersamaan.

💘💘💘

Setelah upaya mandi kilatnya, dan mengendarai motor dengan kecepatan di atas rata-rata, pada akhirnya telat tetap tidak bisa Rai hindari. Meski berkali-kali Rai nyaris menabrak anak ayam yang menyebrang, menyenggol ibu-ibu yang menyapu, tetap saja begitu sampai di sekolah, gerbang telah ditutup dengan rapat. Sialan. Bangun pagi berangkat nyantai, telat. Bangun siang berangkat kilat, telat juga. Baiklah kali ini Rai setuju dengan pendapat Kevin Anggara yang satu itu.

Akibat fenomena telat yang akhir-akhir ini sangat sering melandanya, jadilah Rai kali ini berdiri menghadap tiang bendera sampai jam istirahat tiba dan rela menjadi santapan hangat sang raja surya.

Biarin lah, matahari pagi sehat. Batin Rai menyemangati diri sendiri.

Lapangan sekolah sangat sepi lengang. Sayup-sayup terdengar obrolan dari kelas-kelas dengan guru yang senantiasa mengajar di dalam sana. Huft ... Rai menghembuskan nafas berat. Tangan kanan Rai yang menghormat terasa pegal, begitu pula kakinya yang terus berdiri menopang berat. Ingin rasanya Rai duduk sejenak, tapi menyadari ia tidak terlepas dari pengawasan Bu Garmini, membuat Rai enggan melakukan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SJS (1) - Rai And RayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang