25. Lupakan Sejenak

631 49 11
                                    

Niken tiba di rumah Aliya sekitar pukul setengah empat sore. Aliya segera menyembunyikan Niken ke dalam kamar, bisa berabe kalau mamanya melihat Niken datang dengan mata sembab. Tahu sendiri kan, emak-emak rempongnya seperti apa? Alih-alih curhat kepada Aliya, Niken malah disiram rohani sama mamanya Aliya.

"Sekarang kamu cerita, apa yang sebenarnya terjadi?" Aliya bertanya seraya mengunci pintu kamar.

Niken tak lantas menjawab. Kelu. Butiran bening kembali mengguyur pipi mulusnya. Kalimat Melvin yang menyatakan bahwa "Kanza telah merelakan pacarnya diambil oleh sepupu sendiri" kembali terngiang, menghantui pikirannya.

"Ken, kok malah nangis?" Aliya cemas, segera meloncat ke atas kasur--menyusul Niken. "Ada apa, Ken? Please ... jangan gini."

"Al ... Melvin, Melvin...." Niken kembali terisak. Aliya yang pengertian itu mendekat, merengkuh pundak Niken, lalu didekapnya.

Jujur, Aliya sangat cemas saat ini. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Di saat dirinya tengah sibuk menonton televisi, Niken meneleponnya, mengatakan bahwa dia akan datang ke rumah Aliya. Aliya tahu jika saat itu Niken tengah menangis, karena itulah dia berhati-hati menyembunyikan Niken. Dan sekarang, sama saja. Niken tetap menangis, tak dapat menjelaskan apa-apa.

"Ken." Aliya mendorong pelan bahu Niken. "Kamu yang tenang, tarik napas. Jangan sampai mamaku denger isakan kamu. Kamu nggak mau kan, mama cerita sama Tante Meri, kalo Niken tiba-tiba nangis di rumah Aliya?"

Niken menggeleng. "A-aku ... aku udah coba, Al. Ta-tapi nggak bisa...."

Niken sadar, semua ini salahnya. Jika saja dia tidak luluh dengan perlakuan manis Melvin, jika saja dia tidak membuka hati untuk Melvin, mungkin ... mungkin semua ini tidak akan terjadi. Ini salahnya! Niken terlalu berharap. Seharusnya Niken sadar. Jika tidak mau patah hati, maka jangan pernah berharap pada manusia. Tapi apalah daya, semua sudah terjadi. Niken patah hati, untuk yang kedua kalinya.

"Kamu bisa, Ken." Aliya tersenyum, mengelus pundak sahabatnya. "Coba, tarik napas...."

Niken mencoba menetralkan tangisnya, kemudian ia mengikuti intruksi Aliya. Tarik napas ... buang. Tarik napas ... buang. Begitu terus hingga tangisnya mereda.

"Sekarang, kamu jelasin pelan-pelan, ya?"

Niken mengangguk, dia harus menceritakan semuanya kepada Aliya.

"Melvin udah mempermainkan aku, Al. Melvin udah bohongin aku. Dia ... dia sepupunya Kanza."

Aliya terperangah. Perkataan Niken begitu menohok di telinganya.

"Sepupu? Maksud kamu apa, Ken?"

Masih dengan suara yang bergetar, Niken menjelaskan semuanya. Menjelaskan bahwa Melvin sama jahatnya dengan Kanza. Menjelaskan bahwa Melvin tidak pernah mencintainya. Semua yang dia lakukan selama ini hanyalah sandiwara, dia tidak benar-benar menyayangi Niken. Semua itu karena Kanza, Melvin mendapat tugas sebagai pengganti Kanza.

Aliya yang mendengar penjelasan itu menggeleng tak percaya. "Nggak, itu nggak masuk akal banget, Ken."

"Semua udah jelas, Al. Bagian mana yang nggak masuk akal? Suatu masalah menimpa keluarga Kanza, dan keluarga Melvin rela menampung kerabatnya."

"I-iya, tapi kenapa, Ken? Kenapa keluarga Melvin rela pindah ke Jakarta? Kenapa Kanza harus berhenti sekolah? Dan yang paling penting ... kenapa Kanza nggak mau ngabarin kamu. Itu semua nggak masuk akal, Ken!"

"Terus, apa menurut lo masuk akal jika tiba-tiba Kanza menghilang gitu aja? Masuk akal, kalo si Melvin bilang sayang ke gue di hari pertama dia sekolah? Masuk akal, jika Melvin tahu semua tentang hidup gue? Semua itu ada benang merahnya, Al. Masalah ini menyatu satu sama lain."

Aliya mendekap mulutnya, dia masih tidak percaya. Kenapa semua ini terdengar begitu dramatis? Semua ini tidaklah rasional!

"Kamu yakin, Ken, nggak salah denger?"

Niken menggeleng samar. Air mata mulai mengering di pipinya, meski rasa sesak terus memenuhi dada.

"Nggak, Al. Jelas banget Melvin ngomongnya. Kanza Jovi Dirgantara. Bahkan, saat mau nahan aku, Melvin ngaku. Dia ngaku kalau Kanza itu sepupunya."

Aliya bungkam, matanya terasa perih. Entah mengapa, hatinya turut merasakan sakit ketika mendengar penjelasan Niken. Pun merasa kecewa. Bisa-bisanya dirinya menitipkan Niken pada cowok seperti itu? Aliya menyesal. Jika saja dia tahu dari awal, mana mungkin dia rela mati-matian bekerja sama dengan Kak Aldi.

Semua ini karena Melvin. Aliya tak akan memafkan Melvin.


***


Malam ini benar-benar berbeda. Sedikit pun Niken tidak beranjak ke luar kamar. Dia masih mengurung diri, dia perlu menata hati.

"Kok gue nggak sadar, sih?"

Tak perlu waktu lama, Niken dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi. Semua sangat jelas, Niken dapat menyatukan kepingan-kepingan puzzle dalam ingatannya.

Bagaimana mungkin dia tidak curiga, di saat ada murid pindahan, yang mengetahui detail kehidupannya?

Bagaimana mungkin dia tidak curiga, di saat Melvin mengatakan, bahwa Kanza sedikit lebih tinggi darinya?

Dan yang paling penting. Bagaimana mungkin dia tidak curiga, di saat mengetahui bahwa Danu dan Melvin berteman. Padahal sudah sangat jelas, bahwa Danu pernah mengatakan, dia bertemu dengan sepupu Kanza di sebuah mal. Sosok tersebut adalah teman barunya, mereka sering bermain futsal bersama.

Ketika menyadari itu, ingin rasanya Niken menelepon Danu, sekadar untuk memastikan argumennya. Namun, dengan cepat ia urungkan. Niken tidak mau masalah ini diketaui siapa-siapa, kecuali Aliya, terlebih lagi Mama, apalagi Papa.

Niken paham, semua fakta sudah tersingkap. Niken mengerti apa yang telah terjadi. Kecuali satu hal: masalah apa yang menimpa Kanza beserta keluarganya?

Meski tak tahu apa-apa mengenai itu, namun Niken tak berniat sedikitpun untuk mengorek lebih dalam. Cukup sudah, Niken tak ingin berurusan dengan Kanza.

Niken menghela napas, mengedarkan pandangan ke setiap sisi kamar. Dan di detik itu juga Niken menyadari sesuatu. Di saat matanya terpaku pada meja belajar, Niken teringat akan hari penting esok. Ujian Akhir Semester.

Astaga, bagaimana mungkin Niken melupakannya? Itu jauh lebih penting ketimbang merutuki kisah percintaannya. Masih dengan sepotong hati yang terluka, Niken bangkit dari kasurnya, menuju meja belajar, mempersiapkan diri untuk ujian. Urusan Melvin dan segala kebohongannya? Lupakan Sejenak.


-TBC-

Happy weekend 🎉Maaf, makin ke sini makin gaje aja, hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy weekend 🎉
Maaf, makin ke sini makin gaje aja, hehe.

Vitamin CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang