~Prolog~

254 101 17
                                    

~Arunika~

Ia arunika
Bukan mentari senja yang hilang
Mengantarkan pada angan-angan
Ia berpendar menebar harapan
Namun, bukan penyerbuk bibit penantian
Ia hadir sebelum ada yang mengaharapkan
Menawarkan bantuan
Sebelum ada pengorbanan
Semakin meninggi, eloknya tersamarkan
Bukan eloknya yang tersamarkan
Melainkan mata kita tersilaukan

Bukan lagi arunika
Setelah ia meninggi
Dan menjadi pendusta
Berbagi cinta pada belahan hati lain
Yang baru saja terlingkupi hitam
Namun ia arunika
Ketika ia kembali esoknya
Dengan menemani permulaan

Arunika adalah permulaan
Karenanya, bagaimana bisa hari bermula tanpa bersamanya?

~~~

Sorak semarak belum juga surut memenuhi aula SMA Nusantara hingga siang beranjak. Sejak pagi-pagi sekali, acara penutupan MOS berlangsung menampilkan bakat-bakat siswa dari berbagai ekskul di sekolah itu. Tak terkecuali, ekskul band yang hingga siang masih saja ada yang harus mereka tampilkan.

Semakin siang beranjak, penampilan grup band tanpa nama untuk kesekian kalinya itu membuat siswa-siswi bersorak lagi. Termasuk seorang gadis berambut panjang berkacamata yang baru saja memasuki dunia putih abu-abu. Gadis itu berbinar melihat siapa yang tampil di panggung aula. Dengan sigap ia menerobos kerumunan untuk dapat berdiri di deretan terdepan, tak peduli ocehan sahabatnya yang ia tarik tangannya paksa.

"Ishh di sini aja kali, Nik," sahabat gadis bernama Nika itu berusaha mencegah.

"Gue pingin lihat dari deket, Luna!" Nika menarik pergelangan tangan sahabatnya itu tanpa peduli. Banyak siswa laki-laki yang memutuskan untuk menjauhi panggung, memberi celah Nika menerobos ke depan.

Setelah beberapa kali lolos menubruk punggung orang, Luna akhirnya bisa berdiri di deretan yang agak depan dengan Nika. Namun, tak cukup jelas untuk Nika melihat wajah-wajah Sang-Pembuat-Riuh dari balik kacamata tebalnya.

Vokalis grup naik panggung. Semua langsung menjerit. Nika itu ikutan bersorak walau pandangannya tak begitu jelas menangkap wajah sang vokalis.

"Duhhh Romeo ganteng banget!!"

"Most wanted!"

"Coldboy ganteng!"

"Badboy tapi cute! Unchh!!!"

"Pangeran hati gue!"

"Potongan hati gue!"

"Romeo pangeran gue!!"

Dalam sekejap, otak Nika dipenuhi kata-kata yang banyak ia temukan dalam novel remaja. Nika hanya bisa mendengar ocehan heboh dari penggemar sang vokalis tanpa bisa memandang jelas wajah vokalis tersebut.

Namun Nika dengar satu nama.

Romeo.

"Untuk semua yang ada di sini, saya akan nyanyikan lagu terindah untuk dia yang sempat terlupakan, namun berhasil kembali meluluhkan,"

Seluruh penonton yang mayoritas adalah murid perempuan bersorak, terutama saat Sang vokalis memainkan gitar. Sorak mereka padam setelah Sang vokalis bernyanyi tanpa ada yang menyadari niatan tebar pesona di balik senyum percaya dirinya.

Nika tak tahu lagu apa yang dinyanyikan cowok bernama Romeo itu. Nika hanya menikmati setiap alunannya, mengalirkan sepenggal kisah dalam novel romansa dalam benaknya tanpa permisi.

Ini adalah awal ia akan menempuh masa putih abu-abunya. Di mana Nika menginginkan semua adegan indah dalam novel remaja ia temukan, bahkan terjadi padanya. Nika menanti sebuah kejutan. Menjadi lakon utama dalam sebuah novel yang membuatnya terbuai.

"Sumpah, dia emang ganteng, Nik!" Luna bahkan terpukau dengan Sang Vokalis. Giliran Luna berhasil menyeret Nika di deretan paling depan, barulah Nika bisa jelas melihat sosok Romeo.

Nika berdebar. Wajah tampan itu banyak terdeskripsikan dalam novel yang sering ia baca. Untuk beberapa saat, pandangan Nika hanya fokus pada Romeo. Senyum terpesona yang bercampus dengan kecupuan gadia itu mengembang. Sosok itu membuatnya bersemangat, ikut meneriaki bersama penonton lain. Walau apa yang Nika teriaki tak membaur dengan teriakan penonton lain.

Sampai, gadis itu tak sadar, dikala semua sorakan memudar, ia yang berada paling depan berteriak lebih keras. Ya, terkadang mulut bekerja lebih dahulu ketimbang otak.

Nika hanya ingin merealisasikan cinta yang terbalaskan.

"I Love You Kak Romeo!! Nama aku Nika! Tapi aku mau dipanggil Juliet sama kamu!!!" Teriakan termuak yang pernah di dengar Romeo. Tanpa mikrofon pun, suara cempreng Nika kelewat keras menghempas suara yang lain.

Tepat ketika musik usai, dan teriakan Nika-lah yang kini menjadi pusat perhatian. Kalimat yang gadis itu ucapkan dengar suara cemprengnya terdengar illfeel dan muak di telinga banyak orang.

Belum pernah ada sebelumnya yang berani berteriak begitu pada Romeo walaupun ia penggemar berat cowok itu, apalagi dengan kalimat memalukan di tengah banyak orang. Detik selanjutnya, semburan hujatan langsung menghujam Nika seketika yang hanya berefek cengiran tanpa dosa dari gadis itu.

Nika tak menanggapi itu secara berlebihan, namun tatapan Romeo yang seolah mengatakan "gue illfeel sama lo" seketika menciutkan hati Nika. Cowok itu memberi smirk mempesona pada semua orang, namun Nika menyadari kesinisan yang didedikasikan untuknya. Nika seolah mendapatkan penolakan jauh sebelum ia melangkah. Penolakan setelah beberapa detik ia memulai jatuh cinta.

Nika menggeleng di kala rasa malu kembali menggerogoti benaknya.

Enggak! Apa yang sudah berlalu gak boleh terbawa di masa putih-abu-abu gue! Tekadnya dalam hati.

Tak jauh dari situ, seseorang terkena pengaruh ulah memalukan Nika.

"Tuh, bukannya adek lo, yah?" tanya seorang gadis pada temannya hanya hanya menanggapi dengan eyes rolling.

"Jangan harap dia bisa sodaraan sama gue,"

~~~
🌿🌿🌿🌿

ElganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang