4. Hurt

148 33 4
                                    

Sejauh ini, kamu membela Caron atau Lorcan? Menurut kalian Lorcan itu baik atau enggak sih, kalau ditawarin tinggal bareng dia mau nggak? Haha

***

Siang ini matahari menembus kamar Caron, namun tetap saja sinar matahari yang masuk masih kalah dengan gelapnya mansion Lorcan. Di hari ulang tahunnya ini, Caron semakin tidak memiliki harapan untuk hidup. Dan satu lagi, bertambah tahun ia semakin mengingat bagaimana cara Lorcan membunuh keluarganya. Ya, meski Lorcan sendiri yang mengurusnya hingga saat ini.

"Jangan pernah sentuh aku, Paman Keji! Tanganmu kotor karena telah membunuh manusia." seru Caron menepis tangan Lorcan yang sedang menyisir rambut hitamnya.

Lorcan menatap Caron melalui pantulan cermin meja rias yang berada di hadapan mereka. Kini Caron duduk di kursi rias sedangkan Lorcan berdiri di belakang gadis itu. "Kau masih menyebutku paman? Sekarang wajah kita hampir terlihat seumuran."

Caron menanggapinya dengan berdecak kesal, sekuat apapun tenaganya, ia tetap saja kalah. Kecuali membela dirinya sendiri melalui ucapan, hanya itu yang membuat Caron terlihat lebih kuat.

"Kamu kan menggunakan fisik palsu. Tentu saja tidak berubah. Coba kalau kau lepas, wajahmu tidak lebih baik daripada anjing di pinggir jalan!"

Untung saja Bangsa Meave tidak mudah terpancing dengan omongan manusia lemah. Apalagi menyamakan Lorcan dengan Anjing bukanlah sesuatu hal yang baik didengar.

"Jangan remehkan aku. Ini wajahku yang asli, ya memang aku dilahirkan sebagai Bangsa Meave, tapi mukaku ini murni tampan."

Caron berdecih dan Lorcan kembali menyisir rambut Caron. Gadis yang ia pungut sepuluh tahun yang lalu terlihat tidak berubah. Dari caranya bicara hingga rambutnya yang tebal membuat Lorcan senang memainkannya.

"Leherku terluka." kata Caron sambil memperhatikan pantulan dirinya yang tersiksa. Ia tidak tersiksa secara fisik, namun batinnya benar-benar terluka.

"Sebentar lagi juga akan pulih. Itu hanya karena goresan benang, jangan ambil pusing." Jawa Lorcan santai setelah melihat bagian leher gadis itu, ada bekas benang yang kuat mengingkari leher Caron.

"Menyebalkan." celoteh Caron.

Lorcan duduk di tepi ranjang gadis itu setelah dirasa cukup merapikan helai demi helai rambut Caron. Cukup melelahkan juga dua jam berdiri dan mendengarkan ucapan pedas Caron. Padahal selama ini, ia tidak pernah mengajari cewek itu berkata kasar. Apalagi dengan orang yang empat ratus tahun lebih tua darinya.

"Sudah cukup kau memainkan rambutku? Rasanya aku ingin kabur saja ke rumah Paman Kien. Daripada di sini bersamamu." ucap Caron.

Caron berdiri dari duduknya dan hendak ke kamar mandi kamar, namun dengan cepat Lorcan berdiri di hadapan Caron entah kapan pria itu berjalan. Oh iya, dia tidak perlu berjalan, hanya dengan kedipan mata laki-laki itu dapat pergi ke mana pun ia mau.

"Kau sudah tidak mencari pamanmu lagi?" tanya Lorcan sambil menahan pintu.

Caron menggelengkan kepala, "Semenjak ayah dan ibuku meninggal, dia juga meninggalkanku. Dia sama sekali tidak bertanggungjawab."

Lorcan berdeham, ia ingin memberitahu sesuatu yang sejak lama ia pendam. Termasuk memendam berita hebat saat Caron berusaha mencari satu-satunya keluarga yang ia punya, yaitu Kien; Kakak ayahnya.

Kien juga memiliki anak perempuan bernama Riona yang tidak lain adalah sepupu terdekat Caron. Dia juga kehilangan kabar Riona semenjak malam itu terjadi. Semua keluarganya seolah pupus dari dunia, atau mungkin yang terjadi adalah Caron yang seolah menghilang dari bumi karena ulah Lorcan.

"Pamanmu Kien tidak mungkin menghubungimu lagi. Ini berita yang pasti dariku." ucap Lorcan.

Kata-kata Lorcan menghilangkan harapan Caron selama ini. Caron hampir tiap malam berdoa agar pamannya menjemput Caron atau mencari keponakannya yang tersisa, namun Lorcan malah bicara seperti itu.

"Kenapa? Kenapa dia tidak akan mencariku? Toh aku keponakan satu-satunya yang ia miliki. Atau mungkin kau takut aku kabur di umur yang ke dua puluh lima?" tanya Caron.

Lorcan diam sesaat kemudian tangannya memblokade jalan Caron hingga gadis itu terasa terhimpit, "Pamanmu sudah mati sepuluh tahun yang lalu. Bersamaan dengan kematian Lucien."

Caron terkejut, jangan tanya seberapa ia marah kali ini. Dan jangan bilang bahwa Lorcan juga yang membunuh Kien.

"Maksudnya? Jangan-jangan ini ulah ka—"

"Ayahmu menyuruhku untuk membunuh kakaknya sendiri, jadi aku lakukan sesuai perintahnya."

Mata Caron memanas, itu berita dadakan yang semestinya ia tahu sejak dulu. Jadi kabar buruknya, ia benar-benar sebatang kara di dunia ini. Tidak ada lagi satu pun keluarganya yang dapat menolong gadis itu dari malapetaka ini, termasuk Kien dan Riona.

Lorcan ingin memberitahu apa yang membuat Lucien ingin membunuh Kien, kakaknya sendiri.

Caron hanya menganggukan kepala lantas tertawa hambar menatap Lorcan, "Bagus, ini salah satu alasan untuk aku bisa semakin membencimu."

Lorcan menurunkan tangannya dan memberi jalan untuk gadis yang sedang sangat kesal ini. Lorcan tidak menyesal mengatakannya, dikatakan atau tidak, sikap Caron tidak pernah berubah. Ia ketus dan menyebalkan.

Caron membersihkan dirinya di kamar mandi dalam yang merupakan kamar mandi terbesar di mansion Lorcan. Hal itu memang Caron yang memintanya langsung agar ia dapat bersembunyi seperti dahulu kala ketika ia bertemu dengan Lorcan. Namun walaupun semua wilayah ini milik Lorcan, Caron sangat melarang pria itu untuk menginjakkan kaki ke kamar mandinya.

Tak jarang Lorcan keluar masuk ke kamar Caron sesuka hati, semua yang di sini adalah miliknya. Tentu hal itu juga salah satu alasan mengapa Caron sebal setiap Lorcan berlaku seenaknya. Lorcan monster yang baik, semenjak kejadian itu Lorcan mengangkatnya menjadi Putri bangsawan Meave yang diperbolehkan tinggal di istananya. Namun tentu dengan satu tebusan, yang dibayar setimpal sesuai dengan perbuatan baik Lorcan.

"Aku menunggumu di sini." Ujar Lorcan dari luar, tidak peduli apakah Caron mendengarnya atau tidak.

Sebentar lagi, Coralettra dan Arawn akan datang. Sama seperti tahun-tahun lalu di hari ulang tahun Caron. Tidak sekali pun mereka melewatkan acara ini. Permintaan ini sendiri dibuat oleh Lorcan pada kedua orang tuanya di setiap hari ulang tahun Caron. Bukan pesta yang diadakan, mereka hanya melakukan serangkaian makan siang dan makan malam singkat yang ditutup oleh beberapa permintaan Caron.

Lorcan duduk di tepi kasur sambil melihat sekeliling kamar anak perempuan itu. Sambil menggerakkan jarinya, ia mengerti bahwa tidak ada yang berubah di kamar ini, itu karena Caron malas menambah beberapa barang dan merubah suasana kamar.

Sedangkan Caron di dalam kamar mandi hanya duduk diatas Bathup dengan menenggelamkan tubuhnya dibawah air dengan taburan bunga dan bisa bau sakura. Gadis itu meneteskan air matanya beberapa kali, mengingat sebenarnya apa yang ia inginkan disamping semua kesepian yang ia alami.

Tangisnya tidak selesai, sudah 50 menit dia berada di kamar mandi dan hal itu tentu membuat Lorcan khawatir. Tentu ia khawatir, gadis yang dibesarkan nya itu akan memberikan umur yang panjang suatu saat nanti. Yang artinya Caron adalah harga cukup berharga milik Lorcan.

"Apa yang kamu lakukan di dalam? Kenapa lama sekali?!" Tanya Lorcan di depan pintu, ia mengetuk beberapa kali namun masih belum dijawab.

1...2... "Aku sudah selesai" Kata Caron sambil keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih memutari kepalanya. "Jangan khawatir. Makananmu ini masih aman" sindir Caron pada Lorcan.

Lorcan berdeham, "Bersiaplah, lalu ke kamarku. Ada sesuatu yang ingin kuberikan."

••♠••

a/n
Yeay akhirnya author balik lagi. Perasaan terakhir nulis masih pakai seragam SMA dan sekarang udah semester 3 aja ππ

Doakan ya cerita ini akan kelar pada waktunya 🙏

LORCANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang