Kenapa Nggak Pilih Saya?

3.2K 270 16
                                    

Jalanan Bandung macet, walaupun nggak semacet Jakarta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jalanan Bandung macet, walaupun nggak semacet Jakarta. Tapi sama aja, sama-sama macet.

Hari ini hari kedua di semester enam. Asik, bentar lagi bisa lulus. IP semester kemarin? Nggak usah tanya, malu. Eh, bukan malu, tapi nggak mau sombong. Soalnya IP Alif 4,8 hehehe.

Keren, kan? Ya iyalah!

Udah, nggak usah berdecak kagum gitu!

"Alif!"

Nah, itu dia pasti suara si berisik ke antero Bandung. "Alif! Lama banget, sih, baru nyampe jam segini!"

"Berisik banget."

"Acha berisik karena peduli sama kamu, Lif! Kamu nggak denger dari kating tahun kemaren, kalo Pak Mizwar itu anti toleransi-toleransi klub walaupun cuma satu detik!"

Aku mengibaskan tangan. Pusing rasanya denger teriakkannya yang berdesibel tinggi. "Ya udah. Ayo."

"Kamu udah sarapan?"

Aku menggeleng, melihat ke arahnya yang hari ini memakai kemeja warna putih dan rok hitam. Persis mau wawancara calon pegawai. "Belum. Kamu pasti mau minta beliin, ya?"

Acha tertawa pelan, tapi mukul tangan kananku kenceng. Dikira nggak sakit kali ya.

"Acha ikhlas kok kalo cuma dibeliin roti kasur."

Halah, gimana nggak ikhlas kalo harganya aja dua puluh ribu, udah gitu bentuknya imut banget.

Pagi ini kampus lumayan sepi. Emang biasanya kalo pagi-pagi sepi. Entah karena mahasiswanya banyak yang ambil kelas siang, atau emang ini kepagian berangkatnya.

Parkiran mobil masih sepi, cuma ada satu, dua, tiga, empat, lima. Biasanya kalo udah menjelang siang, rame banget sampe terjadi baku hantam.

Sebelum ke fakultas, akhirnya aku dan Acha mampir dulu ke kantin. Beli sarapan yang kayanya sih nggak akan sempet dimakan. Sebentar lagi mata kuliah pertama dimulai.

"Acha kalo makan jangan sambil berdiri!" seruku. Dia malah celingukan. "Nanti kamu ditabrak kursi Entong."

"Lwapwer...."

"Nanti aja di kelas makannya. Kalo keburu sih, ya." Setelah menghabiskan kunyahan yang ada di mulutnya. Acha berhenti makan sambil berdiri, lebih tepatnya makan sambil berjalan.

Tiba di gedung fakultas, kita ternyata masih harus menempuh jalan nun panjang dan meletihkan, apalagi kalo bukan meniti anak tangga satu per satu sampe lantai paling atas. Ini kenapa kemahasiswaan jahat banget, sih. Harusnya yang dikasih ruangan di lantai atas itu mahasiswa baru yang masih punya selautan semangat. Bukan mahasiswa pertengahan atau bahkan akhir yang udah males-malesan.

"Nak Alif," panggil seseorang. Aku menoleh ke arah kiri dan mendapati Pak Guniarti sedang tersenyum ke arahku dan Acha. Di tangannya ada sejumlah buku-buku. "Alif pagi ada kelas?"

CinTasbihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang