PROLOG

516 72 8
                                    

DETAK jam dinding merebak. Cahaya lampu membelah remangnya ruangan. Bosan, seorang gadis mengetuk-ngetuk jemarinya di atas meja kayu jati, mengikuti tempo alat penunjuk waktu. Ia mengembus napas asal ketika sang lawan bicara tak lagi mengucapkan sepatah kata. Seolah berusaha menerka-nerka apa yang ada dalam pikiran gadis itu lewat gerak-gerik tubuh.

Merasa tak nyaman dengan situasi ini, Clara pun mematahkan kesenyapan yang menyesaki mereka. "Kalian masih enggak percaya sama aku meskipun aku udah bilang enggak terlibat aksi contek-mencontek lagi?"

Akan tetapi, sang lawan bicara lebih memilih bungkam daripada membalas perkataan Clara.

Clara menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, menatap lawan bicaranya licik. Tatapan yang selalu dilemparkan gadis itu pada semua orang. Detik berikutnya, ia tergelak kecil. "Kalian benar-benar menganggapku antagonis ya? Asal kalian tahu, peraih peringkat satu paralel lima semester berturut-turut sepertiku enggak mungkin ngelakuin hal bodoh kayak gitu. Waktu itu aku hanya memberikan kesenangan sesaat pada mereka yang membutuhkan."

Lagi-lagi sang lawan bicara tak mengatakan apa pun. Ia hanya memandang Clara dan membiarkan gadis itu membela dirinya sendiri dengan segala rangkaian kata yang dapat membolak-balikkan pendirian seseorang. Sang lawan bicara akan diam dan mengamati taktik permainan Clara. Agar ia tak terjerumus dalam jebakan yang sudah dipasang rapi oleh Clara.

"Oke, terserah. Aku juga enggak peduli kalian mau percaya atau enggak. Aku enggak bakal mendapat keuntungan apa pun kalau kalian percaya. Namun, kurasa kalian benar-benar ingin tahu siapa dalang di balik semua permainan ini. Begitu, 'kan?" Clara mengangkat sebelah bibir. "Sayang sekali, kalian harus pecahkan ini sendiri."

BrilliantineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang