Sudah pukul sebelas malam, masih dengan gaun yang sama Anna tetap menjejakan kakinya perlahan menuju pantai sebagai tujuannya. Malam itu suasana pantai begitu tenang. Pengunjung malam itu tidak terlalu banyak. Mungkin karena bukan musim liburan. Hanya ada beberapa sepasang kekasih yang lebih memilih menikmati horizon di depannya di bawah teduhnya pondok.
Melihat pasangan itu, bayangan saat Justin mencium Liora kembali teringat. Anna menggeleng, seakan menolak bayangan itu memasuki benaknya. Namun gagal, bayangan itu sudah berhasil masuk dan melekat di benaknya. Membuat hatinya kembali terasa sesak. Anna membenamkan wajahnya di atas kedua tangannya, merasakan getaran tubuhnya, mendengar isak tangisnya sendiri. Air mata Anna kini sudah berjatuhan membasahi pasir pantai.
Tiba – tiba seseorang menarik tubuh Anna. Tangannya yang hangat menggenggam lengannya. Ketika Anna mengangkat kepalanya, Anna melihat Eric yang berdiri dengan tatapan intensnya. Dia menarik tubuh Anna ke dalam pelukannya dan Anna membenamkan wajahnya di dada Eric. Masih menangis sesenggukan.
**
Eric Devorian. Dia merupakan teman sekelas Anna selain Elise. Malam itu sama seperti murid lainya, Eric hadir untuk menikmati momen – momen terakhirnya bersama temannya. Saat itu Eric melihat Anna dan Elise yang baru saja datang. Setelah itu matanya kian tertuju pada Anna yang kini sedang bercengkrama bersama murid lainnya, terus mengikutinya hingga akhirnya ia melihat Anna yang beranjak pergi dari ruangan itu. Dia melihat sikap Anna yang berubah membuatnya sedikit khawatir. Kemudian ia berinisiatif mengikuti gadis itu.
**
Mata Eric masih menatap intens Anna yang ada tidak jauh di depannya. Hatinya seperti terbakar saat meliat gadis di depannya kembali menutup wajahnya dengan tanganya. Dia tahu jika gadis itu sedang menagis. Eric mendesah. Mengapa aku perduli?Rasa sakit itu, mengapa seakan aku juga merasakannya? Padahal aku bukan siapa-siapa baginya? Sungguh ini menggangguku.
Eric tidak tahan melihat tatapan terluka Anna seperti itu. Tak ingin melihat Anna menampakkan tatapan terluka itu lagi, secara instingtif Eric menarik tubuhnya, kemudian memeluknya erat.
“Menangislah,” bisiknya sembari mengelus rambut Anna. “Menangislah jika itu bisa membuatmu lega.”
Mendengar itu, Anna menangis sekali lagi. Di lingkarkan tanganya pada pinggang pria itu, membalas pelukannya lebih erat lalu membenamkan wajahnya lebih dalam. Eric kembali mengelus rambut Anna menenangkan sambil menempekan pipinya di puncak kepala gadis itu.
Sekiranya lima belas menit berlalu, kini perasaan Anna sudah lebih baik. Anna kembali meneguk coffie yang di genggamnya ketika Eric duduk di bangku pondok yang tidak jauh dari Anna. Kini, mereka duduk bertatapan, gelas coffie yang tadi di minum Anna di taruhnya pada meja di depan mereka.
“Annabeth. . ., tidak, Anna, aku tahu mungkin tidak seharusnya aku bertanya seperti ini. Tapi sungguh, ini menggangguku. Ada apa sebenarnya dengan mu?”
Anna tidak menjawab. Mendengar bagaimana Eric menanyakan keadaannya saat ini, dalam hati kecilnya dia tahu mungkin Eric adalah pria yang baik. Anna menyadari banyak hal yang selama ini di abaikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Let You Go
RomanceDisaat cinta baru pun membuat luka, apa yang akan kau lakukan?