“Jadi kau juga berkuliah di sini Anna?”
Sambil menekan pelipisnya, Anna berkata, “Ya. Bagaimana dengan mu Eric? Jangan katakan jika kau juga berkuliah disini?”
“Ya, dua bulan yang lalu aku baru saja mengurus perpindahanku ke sini.”
Suasana berubah hening. Anna maupun Eric masih terdiam untuk beberapa saat. Lalu, mata mereka bertemu. Setelah sekian lama Eric tidak bertemu dengan Anna, perasaan yang mengganggunya kembali mengusik benaknya. Eric kembali melihat pipi Anna yang masih berbekas sisa air mata, seakan mengatakan kepadanya jika Anna baru saja menangis.
“Anna. . . Apa sesuatu terjadi?” Tanya Eric pelan.
Sial! Anna mengumpat dirinya sendiri. Eric selalu saja datang pada waktu yang tidak tepat. Dan Eric selalu saja tahu bagaimana perasaannya. Anna mendesah panjang. Tidak ada yang bisa Anna sembunyikan dari Eric. Eric tahu semuanya, bahkan hubungannya dengan Justin sekalipun.
“Semuanya berlalu begitu saja, dan perasaan itu semakin kuat saat Justin memberiku harapan. Pada awalnya aku percaya jika Justin juga memiliki perasaan yang sama sepertiku. Namun, sejalanya waktu aku rasa itu semua salah. .”
Air mata Anna kembali mengembang di sudut matanya, begitupun tubuh Anna yang ikut terbawa suasana. Eric melihat tubuh Anna gemetar, seakan jika masalah yang di alaminya saat ini lebih memilukan daripada saat itu.
“. . Justin memiliki wanita lain selain aku. Bahkan, saat kami masih menjadi sepasang kekasih.”
Kini Anna benar-benar sudah tidak dapat membendung air matanya. Dia terisak. Ini mengganggu Eric. Secara refleks Eric mendekatkan tubuh Anna padanya, mendekap bahunya untuk menguatkan. Eric tidak sanggup melihat air matanya menetes terus.
Tangannya menurunkan Ipod-nya pelan-pelan, di letakkan di pangkuannya. Anna membalas dekapan Eric lebih erat. Tangannya terkepal di belakang kepala Eric, bergetar karena luapan emosi.
Eric tidak tahan lagi. Eric terlarut dalam tangisan. Dia menyadari semakin ia melihat Anna menangis, semakin ia merasa khawatir, dan dengan begitu dasar pikirannya Eric berinisiatif untuk melindunginya.
“Aku yakin kau bisa melewati ini Anna, karena aku tahu jika kau adalah wanita paling kuat yang pernah aku temui.”
Pelukannya erat sekali sampai tubuh Eric sakit rasanya. Tapi, dia tidak perduli. Kalau itu yang Anna butuhkan, Eric tidak akan mengeluh.
“Menangis seperti ini...” Anna seperti berbicara pada dirinya sendiri. “Di peluk seperti ini, sama orang yang bahkan tidak tahu apa-apa, wanita macam apa aku ini? Memalukan.”
“Jangan bilang kalau kau ini memlukan!” Eric menepuk punggungnya lembut. “Kau berusaha lebih keras dari siapapun.. kau bertahan dengan hubungan ini walaupun sering kali hati kecil kau bilang jika ini salah. Dan, kau ini tidak memalukan.” Eric berusaha memberi dukungan kepada orang yang di sayanginya ini.
Selesai bicara, Eric tidak bia menahan tangis itu keluar dari mulutnya.
Anna, apa rasa sakit hati itu menular?
Entah kenapa, semakin Eric merasakan tetesan-tetesan air mata Anna merembes ke atas pundaknya, hati Eric semakin terluka.
**
Sejak menceritakan segalanya pada Eric pagi tadi, benak Anna terasa lebih ringan. Tidak terlalu memikirkannya. Namun, bohong jika Anna telah melupakannya. Bahkan, Anna belum mengakhirinya.
Setelah hujan turun cukup deras pagi ini, cuaca malam ini terlihat begitu cerah. Anna kembali teringat dengan kata-kata terakhir Eric saat mengantarnya pulang sore tadi, “Jika malam ini cerah. Berjanjilah padaku, jika kau akan menemaniku berkeliling kota. Bukankah kita sudah lama tidak pergi berjalan-jalan? Ingat, malam ini tepat pukul tujuh malam. Aku akan menjemputmu! Jangan kenakan dress selututmu itu, pakailah yang lebih panjang! Mengerti?”
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Let You Go
RomanceDisaat cinta baru pun membuat luka, apa yang akan kau lakukan?