Enam

144 10 7
                                    

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari 5641).

□ □ □

Syaqira dan Dinda belum masuk ke dalam kelas, ia masih menunggu guru yang mengajar jam tambahan keluar terlebih dahulu. Ia yakin, jika Bu Annisa tidak akan mempersilakan mereka untuk mengikuti pelajarannya. Terlalu ketat, terlalu disiplin, dan banyak muridnya yang tidak menyukai itu.

Dinda mengembuskan napasnya, mereka belum beranjak dari kursi yang ia dan Syaqira duduki tadi. Beberapa murid laki-laki yang terlambat tampak bergerombol, tentu saja, mereka termasuk murid nakal yang most wanted di sekolah mereka. Walaupun antara lawan jenis dipisah, tapi ketenaran mereka terbentuk dari perilaku mereka sendiri, sedikit liar dan nakal.

Syaqira tersenyum kecut saat matanya tak sengaja melihat gerombolan para siswa tersebut. "Apaan, sih! Cowok kok kerjaannya ghibah mulu, mending bajunya ganti aja sama daster!" ujar Syaqira pelan dengan nada tak suka.

"Ssst! Kamu juga jangan ghibahin mereka lah, Ra. Jadinya kita sama-sama dosa." Dinda mulai berpetuah, Syaqira hanya tertawa pelan mendengarnya.

Matanya kini melihat gerombolan siswa itu, ada sekelibat perasaan tak nyaman saat melihat Zaidan ikut berdiri di sana, namun tatapannya kosong, seakan-akan tak terlalu peduli dengan apa yang teman-temannya bicarakan.

Plak!

"Aw!" keluh Syaqira. "Apaan sih, Din?" tanya Syaqira sedikit terkejut.

"Belum halal, atuh, teh gelis!" tegur Dinda.

Syaqira kembali tertawa pelan, rasanya, ia ingin menggunakan kacamata kuda agar pandangannya terarah lurus ke depan. Baru beberapa detik berlalu semenjak ia berpikir akan menjaga pandangannya, kini tatapannya beralih ke gerombolan itu lagi, tetapi Zaidan tidak ada di posisi berdirinya yang tadi. Kini matanya mulai meliar, mencari dimana keberadaan laki-laki itu. Dan ..., gotcha! Ia melihat Zaidan berjalan menjauh dari gerombolan tersebut, membuat Syaqira berpikir yang tidak-tidak, seperti ...

PLAK!

Sebuah pukulan kembali mendarat di punggung Syaqira, tapi kali ini lebih keras dari sebelumnya. Syaqira menengokkan kepalanya, kesal dengan Dinda yang lagi-lagi memukulnya.

"Ap-"

"ZINA MATA!" potong Dinda, dengan penuh penekanan di setiap katanya.

"Astaghfirullah," ujar Syaqira pelan, menyesal dengan yang dia lakukan.

Karena penasaran dengan apa yang dilakukan idaman hatinya, ia rela melihat 'dia' sebegitu kagumnya. Kini ia takut, jika rasa suka kepadanya bisa mengganggu imannya dalam berhijrah. Ia harus bisa menjaga imannya, sesusah apapun itu, karena setan akan selalu menipu dan memperdaya manusia, termasuk dirinya, padahal yang mereka berikan hanyalah kepalsuan belaka.

Allah Subhanahu Wataala berfirman:

يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ  ۖ  وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطٰنُ إِلَّا غُرُورًا

TAATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang