Empat

141 12 5
                                    

Dari Ibnu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr Al-Anshariyah Al-Badriy ra., ia berkata : Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “Siapa saja yang menunjukkan (mengajak) kepada kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mengerjakan kebaikan itu.” (HR Muslim)

□ □ □

Dinda masih menunggu Syaqira memulai ceritanya. Dilihatnya gadis di sampingnya itu mengatur napasnya, seperti sedang menahan emosi. Ya, memang benar. Syaqira sedang menahan emosinya. Gadis itu berusaha agar dirinya tidak menitikkan air mata. Perlahan, ia memulai ceritanya.

"Dulu...,"

Flashback on,

Semenjak ayah Syaqira dikabarkan meninggal, Risma sering sekali mengurung dirinya di kamar, bahkan, ia dengan sengaja tak memakan makanannya. Berharap rasa lapar yang ia tanggung bisa menghilangkan kesedihan yang dipikulnya. Tanpa memedulikan nasib Syaqira yang tentu saja juga sangat kehilangan sosok ayah yang ia cintai.

Dengan mudah, Risma sering sekali membentak Syaqira ketika putrinya itu melakukan kesalahan kecil--tak sampai berakibat fatal. Jalan pikiran Risma semakin tak terkendali, membuat Syaqira yang saat itu hanya memiliki sedikit wawasan, menganggap ibunya itu seperti nenek sihir.

Detik berganti menjadi menit, menit berganti menjadi jam, jam berganti menjadi hari. Kondisi Risma semakin parah, Syaqira yang hanya gadis kecil tentu saja kuwalahan menghadapi sikap ibunya. Apalagi, dirinya yang sering mendapat pukulan tanpa alasan dari ibunya.

Ibu, seseorang yang ia sayangi sudah berubah 180 derajat. Tak ada kata maaf yang bisa hatinya terima. Entah apa yang Risma pikirkan saat itu, kondisinya sangat kacau. Ia mengamuk, terlalu depresi. Barang-barang di sekitarnya sudah seperti memiliki sayap. Semuanya terbang tak beraturan. Tak terkecuali benda yang berbahan kaca. Piring, gelas, semuanya berubah menjadi kepingan.

Syaqira saat itu bersembunyi di samping lemari yang menyisakan celah kecil. Cukup untuk anak tujuh tahun yang tubuhnya ramping seperti dirinya. Sambil menutup telinganya, Syaqira menangis tersedu-sedu, kepalanya ia tangkupkan di kedua lututnya, berusaha agar tidak membuat isakan. Ia mengingat kalimat-kalimat yang pernah ayahnya katakan.

"Allah pasti menolong hamba-Nya yang kesusahan, makanya, kita jangan pernah putus asa kalau dapat masalah. Pasti ada jalan yang bisa kita ambil."

"Allah Maha Baik, Allah tidak akan menguji hamba-Nya melebihi kekuatan yang hamba-Nya miliki."

Kalimat-kalimat tersebut semakin mengiang di kepala Syaqira. Telinganya sudah tidak ia tutupi lagi. Tangisnya mulai mereda, walaupun masih menyisakan sedikit isakan.

"Allah Maha Baik, Allah Maha Penyayang, Allah Maha Pengasih, Allah Maha Segala-galanya. Bismillahirrahmanirrahim." ujar Syaqira menyemangatkan dirinya sendiri. Seakan-akan dirinya akan menghadapi perang yang sangat berbahaya. Padahal, diluar hanya ada ibunya, yang mengandung, melahirkan, dan membesarkannya.

Perlahan Syaqira keluar, melihat keadaan, selintas ingatan muncul di kepalanya. Eyang! Tentu saja, kakek dsn neneknya sejak kemarin menginap di rumah Tante Ratna--adik ibu. Syaqira akhirnya memutuskan untuk menelepon kakeknya agar bisa datang ke rumah, paling tidak, bisa menghentikan keadaan Risma.

Risma saat ini sedang duduk di depan kamar mandi, tatapannya kosong, entah apa yang ia pikirkan. Syaqira perlahan mengambil handphone jadul milik ibunya, membuka kontak dan mencari nama kakeknya. 'Abah', Syaqira lalu mengklik tombol hijau. Terdengar suara kakeknya yang mengatakan: 'Assalamualaikum' di sana. Dengan suara parau, Syaqira menjawab salamnya dan meminta kakeknya untuk datang ke rumah.

TAATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang