Prolog

82 19 4
                                    

The thing that I just can't do even if I die
___________________________________________________________________________

Sejak awal keduanya tak pernah berpikir semua hal yang mereka bangun akan runtuh seketika dalam sekejap. Di mulai dari pertemuan tidak terduga, kemudian beranjak menjadi perkenalan, dan kini berubah menjadi permusuhan yang tak berujung. Hanya karena keduanya terpilih dan memiliki tanggung jawab yang mereka sandang sejak lahir.

Mereka saling menatap, saling membenci dan saling berpikir dalam benak masing-masing akan apa yang mereka lakukan selanjutnya. Teriakan dari orang-orang yang menyuruh mereka untuk menjauh, sama sekali tak digubris. Seolah semuanya adalah lalat pengganggu yang tak patut untuk didengar.

"Mati," kata itu terlontar dari salah satunya, seorang gadis berambut pendek sebahu, lurus dan berwarna hitam legam. Matanya memicing menatap sang lawan, dengan hasrat penuh akan dendam yang telah lama bernaung dalam hatinya.

"Pikirkan baik-baik," kini sang lawan berbicara dengan suara serak. Darah mengalir deras dari pelipisnya, bagai aliran air yang mencari tempat di mana dirinya akan bermuara. Rambut panjang berwarna cokelat yang diikat rendah ke belakang miliknya, tak luput dari darah dan debu saat mereka berguling di tanah tadi-bergulat hebat dan terhenti ketika salah satunya memutuskan untuk memisahkan diri dari pergulatan. Karena sadar dirinya sebentar lagi akan kalah.

Gadis berambut sebahu itu menggeleng tegas, kemudian memasang senyum dingin sambil mengacungkan pistol digenggaman tangan kirinya. Pergulatan tadi membuatnya berhasil merebut pistol sang lawan, dan kini-dengan keyakinan diri yang begitu kuat, ia hanya perlu menarik pelatuk senjata tersebut dan membuatnya selesai.

Tak peduli, jika setelah ini ia akan menghabiskan seluruh hidupnya di balik jeruji besi.
"Hentikan, kumohon. Kita bisa menyelesaikannya tanpa ada lagi yang mati." Sang lawan rupanya tak menyerah, berusaha untuk membuat gadis berambut sebahu itu membatalkan niatnya.

Tapi sejak awal, ini adalah hal yang paling ditunggunya. Sejak ia tahu bahwa ia akan menghabisi seseorang yang telah membuat keluarganya terbuang dan tak diacuhkan. Bahkan lebih parahnya, terlupakan karena sebuah kegagalan.

Jadi gadis itu tak akan pernah mengurungkan niatnya. Tekadnya sudah bulat, dan seperti inilah penuntasan dari kisah tragis hidupnya.

"Selesai," katanya perlahan, disusul dengan suara tembakan... yang membuat semua mata membelalak lebar.

QUEENSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang