VI. Mantan Pacar

1.4K 156 58
                                    

Sudah semalaman sejak Yuta tidur di ruang tamu. Bukan keinginannya juga, melainkan sebuah hukuman yang didapatnya akibat kelakuan 'buaya'-nya yang kumat disaat tidak tepat.

"Yang, jangan kaya gini yang. Aku kedinginan, " Yuta merengek pelan sambil mengetuk pintu kamarnya penuh harap.

"Terus apa pedulinya aku?!" Seseorang didalam kamarㅡyang ternyata Winwinㅡmenimpali ucapan Yuta dengan sinis.

"Yang kamu nggak kasihan apa sama suami begini? Hujan yang diluar hujan.. ngerti nggak sih?" Rengek Yuta, semakin keras.

"Ya sekalian aja kamu sana keluar, minta tinggal di rumah Sorn. Jangan datang ke aku lagi!" Teriak Winwin, dari dalam kamar.

Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?

Flashback

Cuaca di siang hari ini sungguh tak ada perbedaan dengan hari kemarin. Hujan turun masih dengan derasnya. Winwin yang baru saja menyetor pekerjaannya ke gedung penerbit, mesti berteduh di halte untuk bisa pulang ke rumah. Kekeliruannya lagi lagi terjadi, ia tak membawa uang sepeserpun. Bahkan tadi pagi ia berangkat dengan bermodalkan 'menumpang' pada putra sulungnya yang akan pergi Kuliah. Sementara itu, ia mesti pulang ke rumah dalam waktu secepat mungkin, karena putra bungsunya sedang sakit.

Ponsel Winwin berbunyi, lalu seraya mengernyitkan alis dan mendapati nomor telepon rumahnya masuk kedalam daftar panggilan. Dengan cekatan, ia segera menggeser tombol 'jawab' pada layar ponselnya.

Karena ia sudah tau, itu pasti telepon dari putra bungsunya.

"Mi, cepet pulang sih! Gledeknya gede gede Dede takut kesamber"

Winwin mendecak pelan. Entah kenapa ia selalu kesal jika putra bungsunya itu mulai 'sok tau' dan berbicara bak orang dewasa yang mengerti segalanya. Ayolah, usianya baru 6 tahun, tapi ia sudah mulai berspekulasi teori ini dan itu. Termasuk bagaimana mungkin orang yang berada didalam rumah 'kesamber gledek'?

"Dede tau nggak sih ini tuh hujan, besar banget. Mimi juga maunya pulang sekarang tapi gimana? Mimi naik apa?" Ujar Winwin, sedikit emosi.

"Yah Mimi naik apa kek naik kapal selam kek, yang penting Mimi cepet sampe rumah. Dede takut!"

Winwin kali ini memutar bola matanya, sambil menghela nafasnya. Ia mulai pusing jika putra bungsunya merajuk dan memaksa. Mungkin inilah efek dari suaminya yang terlalu memanjakan putra bungsunya itu.

"De, kalo gitu teleponin Didi, suruh jemput Mimi di halte depan Kantor Penerbit. " titah Winwin, suaranya tak terdengar jelas akibat guyuran hujan serta petir yang menyambar berkali kali.

"Lah Mimi kan bawa hape, ngapain nyuruh Dede yang telepon?"

"Oh gitu? Dimintain tolong sama orang tua udah mulai ngelawan ya?"

"Iya Mimi iya! Hehe Dede lupa, Mimi kan pelit ya. Yaudah Dede teleponin Didi sekarang, Mimi tunggu jangan kemana mana!"

Winwin membulatkan matanya, ia kesal. Ingin rasanya menangkis putra bungsunya itu. Entah darimana putra bungsunya itu belajar kosakata mengata ngatai dirinya, dari mulai Pelit, Galak, Ngatur bahkan sampai hal berkonotasi mesum.

"Yuta, awas ya kamu!" Gerutunya, kesal.

***

Yuta masih berteduh dibawah halte. Guyuran hujan siang itu membuatnya terjebak tak bisa pergi makan siang. Apalagi ia makan siang tak membawa mobil, hanya bermodalkan jalan kaki. Menurutnya, sayang sayang bensin kalau ia membawa mobil hanya untuk makan siang.

He-StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang