#3

2.3K 224 36
                                    


Momen manis mereka rusak setelah perut Naruto berbunyi keras. Tanpa mereka sadari hari mulai sore sedangkan jam makan siang pun sudah lama terlewat.


Hinata terkikik kecil – dengan menutup mulut menggunakan tangannya untuk meredam kikikan itu – mendengar perut Naruto yang segera minta diisi, sedangkan Naruto hanya menggaruk kepalanya karena merasa malu.


'Sial! Padahal aku sudah berusaha terlihat keren di depan Hinata tadi. . . Perut bodoh ini hanya menghancurkan image ku saja . . .'


"Baiklah, bagaimana jika kau menemaniku makan Hinata? Ramen Ichiraku? Yakini-Q?"


Gelengan Hinata membuat Naruto memiringkan kepala heran. Apakah Hinata setelah ini sibuk sehingga tidak bisa menemaninya makan?

Sebagai jawaban dari pertanyaan Naruto, Hinata kemudian mengangkat rantang yang entah sejak kapan berada di jalan, dekat kaki Hinata. Apakah dari awal rantang itu sudah disana tapi Naruto tidak menyadarinya karena terlalu fokus pada Hinata?


"Rantang ini berisi masakanku. Siang ini aku memang berencana membawakan makanan ke Akademi agar Naruto-kun tidak perlu makan diluar. Tidak apa-apa kan kita makan ini saja? Hanya tinggal dipanaskan kok."


Mendengar penuturan Hinata membuat perasaan hangat menjalari Naruto. Sungguh bahagia mengetahui bahwa Hinata sengaja membawakan masakannya. Selama ini belum pernah ada orang yang membuat makanan untuknya secara khusus dan spesial seperti ini.


"Tentu saja! Aku tak sabar mencicipi masakanmu, Hime. Ayo kita makan bersama." Salah satu tangan Naruto terulur untuk menggenggam tangan Hinata.


Dengan senyum cerah dan wajah yang bersemu merah, Hinata mengangguk dan menyambut tangan Naruto, balas menggenggamnya erat.



Hime.



Tak pernah Hinata bayangkan bahwa suatu saat Naruto akan memanggilnya seperti itu.

Padahal baru beberapa menit yang lalu dia tidak nyaman ketika kata itu keluar dari mulut orang lain. Tapi ketika yang mengatakannya Naruto, rasanya ada jutaan kupu-kupu yang bersarang di perutnya. Membuatnya merasakan kebahagiaan yang tak terkira.


Genggaman erat mereka saling menghangatkan satu sama lain, menghantarkan perasaan terdalam yang tidak dapat disampaikan dengan kata-kata.

Kali ini tidak ada keraguan diantara mereka akan keberadaan satu sama lain, karena saat ini mereka adalah sepasang kekasih.

Ketika ada orang lain bertanya atau berusaha berada diantara mereka berdua, maka dengan yakin mereka akan menjawab "Aku sudah memiliki seorang yang aku cintai, dialah kekasihku."



'Jangan pingsan Hinata, jangan pingsan... Jangan pingsan kumohon. Aku tidak mau lagi terlihat bodoh dan memalukan di depan Naruto-kun' rapalan Hinata dalam hati yang terus selalu ia ucapkan jika berdekatan dengan Naruto.

The Beginning | CanonWhere stories live. Discover now