Written by : sapsha_
Siswa dan siswi SMA Alamanda baru saja menyelesaikan pertempurannya dengan soal-soal UAS yang lumayan menguras energi dan pikiran. Sekarang mereka hanya menunggu hasil apakah mereka menang ataupun kalah dalam pertempuran.
Melaksanakan class meeting yang merupakan tradisi wajib setelah ujian adalah hal yang ditunggu-tunggu oleh kebanyakan pelajar, termasuk siswa-siswi SMA Alamanda. Dan salah satu yang paling menjadi sorotan adalah ... pertandingan basket. Bagaimana tidak, mereka yang masuk dalam ekstrakurikuler ini kebanyakan adalah para bintang sekolah. Belum lagi adanya team cheerleader semakin menyemarakkan jalannya pertandingan.
"Ayo semangat," sorak Windi menyemangati teman-temannya.
Meski ini bukanlah pertandingan resmi untuk memperebutkan gelar juara, tapi mereka–para anggota cheerleader seperti sudah mengabdikan diri untuk menjadi penyemarak di setiap pertandingan basket. Sebagian dari mereka yang bukan salah satu di antara keduanya pasti berpikir berlebihan, atau mungkin malah tidak suka sama sekali.
"LEON! LEON! LEON!" teriak mereka semakin bersemangat tatkala salah satu pemain forward terbaik ABT tampak menguasai keadaan. Yang paling menonjol adalah Windi, gadis itu seperti tidak kenal lelah untuk mengeluarkan suara lantangnya.
Leon sendiri saat ini tengah tersenyum namun tetap fokus pada bola di tangannya. Hatinya berdebar, tak peduli dengan sengatan sang raja siang yang begitu membara di kulitnya. Baginya kehadiran Windi sudah menjadi penyejuk.
Serangan demi serangan semakin intens dari berbagai arah. Meskipun beberapa dari mereka bukanlah atlet basket sekolah, tapi kemampuan mereka juga tidak bisa dianggap enteng. Lengah sedikit, Leon bisa kehilangan bola dan itu berarti calon nilai untuk kelasnya akan hilang begitu saja.
Setelah terjadi perebutan bola, Leon akhirnya mengoper kepada salah satu temannya hingga musuh yang tadi menjaganya mengikuti ke mana bola tersebut melayang. Bukan tanpa alasan Leon melakukan hal tersebut. Tak berapa lama kemudian bola kembali melayang ke arah ring dan segera ditangkap oleh Leon yang sudah berjaga di sana.
Dan ketika detik-detik terakhir pertandingan, pemuda itu dengan cepat mengarahkan bola ke dalam ring. MASUK! Anak-anak kelas 10-5 tampak bersorak sorai ketika papan skor menunjukkan angka 5-3 untuk kemenangan Leon, dkk. Begitu juga Windi yang sejak tadi ikut menyemangati salah satu teman baiknya tersebut.
Melepas rangkulan teman-temannya, Leon berjalan ke sisi lapangan untuk beristirahat bersama temannya yang tidak ikut bertanding. Sesekali pemuda itu menatap Windi yang saat ini tengah berbincang dengan Anin lengkap dengan pom-pom di tangannya.
"Huft ..., capek mana panas lagi," keluh Windi sembari mengibas-ngibaskan lengannya di udara.
"Capek? Masa? Perasaan tadi semangat banget ngedukung Leon," goda Lina.
Windi mencebik kesal, namun fisiknya berkhianat, wajahnya bersemu merah. "Dia kan temen gue, wajar dong kalo gue semangatin dia. Emang salah?"
"Iya-iya nggak salah. Padahal tadi gue kira elo udah ngelupain pangeran kodok elo," gurau Lina yang sontak dibantah oleh Windi.
"Stop, girls, dari pada kita berantem nggak jelas mending ke kantin yuk! Sekalian ngadem, kalian pasti capek, 'kan?" ajak Anin.
Windi dan Lina saling berpandangan sebelum mengangguk semangat. "Elo traktir," seru mereka kompak.
Memutar bola matanya, Anin berjalan lebih dulu. Sepanjang perjalanan mereka tampak bersenda gurau dan saling ejek satu sama lain. Dan tentu saja, pembahasan mereka tidak jauh-jauh dari yang namanya fashion dan cowok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirror
Teen FictionWe fall in love with people we can't have. Ada sebuah cerita dibalik setiap manusia. Ada alasan yang mengapa mereka berbeda. Masa lalu telah menciptakan mereka, dan kadang, mustahil untuk bisa memperbaikinya. Seperti aku, jatuh cinta pada orang yan...