2

101 8 4
                                    

Happy Reading

°°°

"Aaaa... Mati! Telat woii!!"

Zildan histeris, hari ini ia terlambat, Lagi. Terlambat bukan masalah baginya tapi saat ini ia tidak ingin berurusan dengan guru manis itu. Ia sudah mempunyai hal yang jauh lebih penting.

Zildan secepat mungkin mengibaskan selimutnya. Ia masih menimbang-nimbang apakah ia harus mandi atau tidak.

"Mandi ga mandi mah sama aja, gue kan ganteng." batinnya.

Tapi sedetik kemudian pikiran itu langsung di usir jin baik di sebelahnya.

"Tapi nanti kerennya gue kurang." Zildan terus membatin.

"Oke gue mandi" putusnya.

Setengah jam berlalu, Zildan saat ini sedang mengikat tali sepatunya. Suara dari dalam rumah terdengar sampai ke luar.

"Akiel makan dulu"

"Ga deh bun, udah telat!!!" teriak zildan.

Saat Zildan sudah bersiap untuk berdiri bekal biru sudah ada di hadapannya.

"Kak Akiel ga boleh ga sarapan, nanti perutnya sakit, terus masuk UKS, terus ga belajar, kalau ga belajar nanti tinggal kelas, kalau tinggal kelas nanti ga dikasih jajan, kan kak Akiel jadi ga bisa beliin Izi permen tangkai lagi."

Zildan tersenyum mendengar celotehan adik kecilnya ini. Bagi Zildan adiknya ini terlalu bijak dan sampai-sampai ia sendiri tidak bisa membantah.

"Siap bos, makasih ya dek, kakak pergi dulu, dadah"

Zildan sudah mengambil bekal tadi dan berlari ke garasi untuk mengambil motor, tapi sepertinya ini memang hari sialnya. Motor kesayangannya itu kehabisan bensin.

Zildan berniat akan naik angkot sebelum ia melihat seorang gadis sedang menutup pagar rumahnya.

"Ini mah jodoh" ucap Zildan tersenyum semangat dan berlari memasuki mobil putih di depannya. Zildan langsung duduk di kursi samping kemudi dan memasang seat belt.

"Siap" teriak Zildan.

Suasana hening gadis itu menatapnya heran, lebih tepatnya meminta penjelasan. Tapi Zildan tetap tersenyum dan menaik-naikan sebelah alisnya.

"Turun!" Ucap gadis itu dingin.

"Yah, jangan, gue nebeng ya.Gini gue ceritain, tadi pagikan gue telat bangun terus gue panik, jelas lah ya, kan gue anak rajin, terus___"

Belum sempat Zildan melanjutkan ceritanya gadis itu sudah menjalankan mobil. Zildan tersenyum karena berarti hari ini mereka berangkat bersama. Mungkin saja juga hari selanjutnya.

"Kemajuan yang bagus" pikir Zildan.

ŽŽŽ

Aurel membanting buku yang baru ia kelurkan dari dalam tas dan membalik lembaran kertas itu dengan kasar. Saat ini suasana hatinya sedang tidak baik. Pagi tadi ia terlambat bangun ditambah lagi seorang cowok tidak jelas tiba-tiba masuk ke dalam mobilnya.

Mika yang duduk di sebelah Aurel terlonjak dan menatapnya heran.

"Kaget kampret, lu napa?

"Gapapa"

"Ok" pasrah mika.

Mika tau saat ini Aurel sedang tidak ingin diganggu. Mungkin mika bisa bertanya lain kali saja.

ŽŽŽ

Pelajaran sudah selesai beberapa menit yang lalu, tapi Aurel masih menatap serius soal-soal dihadapannya. Aurel tidak berniat untuk ke kantin, ia lebih memilih menyelesaikan PR nya di sekolah daripada menumpuk beberapa PR di rumah. Itu sama saja mengganggu istirahatnya. Ia benci itu.

Mika yang dari tadi membujuk Aurel pergi ke kantin bersama akhirnya hanya pergi sendiri. Bagi Mika pun itu sudah biasa. Mengingat mereka selalu begitu sejak beberapa tahun lalu.

Aurel baru saja akan menutup buku tiba-tiba saja beberapa makanan terletak diatas mejanya. Aurel mendongak dan menatap orang dihadapannya heran.

"Ini buat lo, monggo dimakan"

Aurel menatap Zildan yang tersenyum ke arahnya, tapi tetap saja Aurel hanya diam dan tidak memberi respon.

"Ituu.. Ucapan makasih buat tumpangan tadi.." Zildan menjelaskan.

"Ga usah." tolak Aurel dingin.

"Kata bunda tolak rezeki itu dosa, ga baik"

Aurel memandang Zildan lekat, ada sedikit sesak saat mendengar Zildan berkata seperti itu. Sesaat ia melihat makanan tadi dan mengambilnya.

"Makasih" ucap Aurel tulus.

Zildan tersenyum bahagia, entah kenapa ada perasaan senang ketika Aurel menerima makanan itu.

Beberapa menit berlalu Zildan tetap memandang Aurel yang makan dengan santai. Tapi bagaimanapun Aurel tetap risih karena satu persatu teman sekelasnya sudah masuk. Aurel tidak suka ketika ia menjadi pusat perhatian. Itu membuat Aurel sedikit risih. Aurel membalas tatapan Zildan dengan tatapan tanya.

"Apa lagi?"

"Oh? Imbalannya?" Zildan menyodorkan selembar kertas kosong.

"Maksudnya?"

"Itu... Imbalan makanan yang lo habisin tadi"

Aurel mengangguk mengerti, ia langsung mengambil dompetnya dan mengeluarkan selembar uang. Aurel baru saja akan memberikan sebelum Zildan tiba-tiba saja mendorong tangan Aurel.

"Imbalannya bukan uang"

"Terus?"

"Nama sama semua sosial media yang bisa gue hubungi, nomor hp juga boleh"

Aurel sedikit heran, kenapa cowok dihadapannya ini sangat terang-terangan, bahkan ia bicara seperti tanpa beban sedikitpun.

Aurel ragu ia tidak kenal dengan cowok di hadapannya ini, tidak mungkin ia sembarangan memberi nomornya. Tapi kelas semakin ramai. Aurel tidak ingin Mika melihatnya, ini akan menjadi urusan yang panjang. Aurel menghela nafas dan menulis nama serta nomor teleponnya.

Ini tidak akan terlalu menjadi masalah, Aurel bisa saja tidak mengangkat telpon atau membalas pesannya.

Zildan langsung mengambil kertas itu saat Aurel memberikan nomornya.

"Wah... Keajaiban, ga sia-sia duit jajan hari ini abis, ini mah rezeki anak sholeh" ucap Zildan semangat.

"Btw makasih___ Navya."

Aurel hanya mengangguk kaku, ia tertegun mendengar nama panggilan itu. Sudah sangat lama sekali ia tidak mendengar nama panggilan itu.

°°°
Thanks for vote and comment guys

ZEICHENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang