09- Permainan Awal

86 4 0
                                    

"Melukai sedikit saja apa yang saya jaga. Maka bersiaplah untuk bergabung dalam permainan yang saya buat."

--Devan Rodellan Prawijaya--

•••••

"Aku bisa makan sendiri, Van."

Suara bernada lemah itu memecahkan keheningan yang terjadi didalam ruang rawat. Bella, cewek itu kini sudah memposisikan tubuhnya yang tadinya berbaring menjadi duduk dengan punggung yang bersandar pada tumpuan brankar.

Satu tangannya ia gunakan untuk menahan lengan cowok yang sedang duduk dikursi tepat disisi kanan brankarnya sambil memegang sebuah sendok berisi nasi. berniat untuk menyuapkan makanan tersebut kedalam mulut Bella.

Sejak lima belas menit lalu tepatnya pada jam tujuh malam. Devan, cowok itu mengunjungi Bella dikamar inapnya tersebut. Sebelum kedatangan Devan. Billy --sang kakak, masih berada bersamanya namun entah ada urusan apa yang membuat Billy tergesa-gesa hingga akhirnya memutuskan untuk meninggalkan dirinya sendiri hanya sementara dikamar inapnya.

Didetik kemudian setelah Billy keluar dari ruangannya, Devan tiba-tiba saja datang dengan kedua tangannya menenteng kantung plastik berisi makanan dan buah-buahan segar.

Seolah mengerti dengan kebingungannya, Devan mengatakan padanya bahwa dia datang karena mendapat pesan whatsapp dari Billy yang memintanya untuk menemani Bella sekaligus membawakan makanan, karena memang Bella sendiri sangat tidak menyukai makanan yang disediakan oleh pihak rumah sakit.

Sekarang Bella ingin sekali merutuki kakaknya itu. Bagaimana bisa mereka menjadi seakrab itu? Oh. Bahkan Bella sendiri yang sudah lama mengenal Devan, sama sekali tidak pernah saling mengirim pesan. Jangankan mengirim, nomor handphone pun tak punya.

Bukan karena ingin dan iri akan hal itu. Tapi menurutnya, ini seakan terlalu begitu cepat dan membingungkan.

Devan tersenyum kecil menanggapi protes yang dilontarkan Bella. Ia menyimpan piring berisi makanan tersebut diatas bedside cabinet, kemudian ia melepaskan cekalan tangan Bella dari lengannya dan menggantikannya dengan genggaman erat.

"Gue tau lo bisa melakukannya sendiri. Tapi, untuk sekarang, biarin gue yang ngelakuin hal sederhana ini. Anggap aja, sebagai permintaan maaf gue karna udah bikin lo berakhir dirumah sakit," ujarnya lembut, tangan kanannya melepaskan genggaman dan terulur keatas puncak kepala Bella lalu mengelusnya lembut.

Bella membeku, ia merasa tertegun dengan perlakuan Devan. Rona merah telah hadir dikedua pipinya. Wajahnya memanas saat menyadari manik mata tajam milik Devan memandangnya lekat. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa cowok itu dengan mudah membuatnya seakan terbang keatas langit? Sungguh. Bella tak mengerti apa yang sudah dilakukan cowok itu.

Tidakkah cowok itu berpikir, Bahwa perlakuannya telah membuat jantung Bella berdebar tak karuan. Entah mengapa, Bella merasa ada sesuatu yang merayap dalam hatinya. Sebuah perasaan yang tiba-tiba saja hadir. Perasaan yang lebih dari sekedar tersanjung.

Ini tidak adil.

Benar-benar tidak adil.

Bella bisa merasakan perasaan ini. Perasaan yang membuatnya dilanda kebingungan, ia dilema. Ingin sekali rasanya memberitahukan apa yang selama ini ia rasa. Tapi, Bella belum cukup yakin untuk mengakuinya. Apa selama ini Devan juga merasakan hal yang sama? Tapi, kenapa dia terlihat biasa saja.

Menyebalkan.

Sadar karena merasa sudah terlalu lama memandangi makhluk hidup bak bidadari didepannya. Devan berdehem canggung dan menjauhkan tangannya dari puncak kepala Bella. Bella yang juga tersadar, langsung mengalihkan pandangannya. Mereka kompak terlihat salah tingkah.

Is This Love ? [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang