22. [ Ep. 2 ] Flower In Autumn

555 79 9
                                    

"Bunga yang berhasil tumbuh dimusim gugur
adalah bunga yang hebat"

Sudah seminggu Chanwoo sekelas dengan Sinb, dan sudah seminggu pula Chanwoo mendengar celotehan tiada henti dari Sinb.

Kelas sudah usai jadi para murid mulai meninggalkan kelas atau pun sekolah, terkecuali mereka yang berada dikelas khusus ataupun mereka yang mengikuti ekstrakulikuler seperti pramuka, paduan suara, cheerleader dan basket.

Sebenarnya Sinb tergabung dalam kelompok Cheerleader tapi sehari membolos tidak apa-apa.

Sinb mengikuti Chanwoo dari belakang. Langkak kaki Chanwoo terlalu panjang sehingga Sinb harus setengah berlari agar bisa menyamai langkah kaki Chanwoo.

"Chanwoo... hosh..hosh.."

Sinb menarik pergelangan tangan Chanwoo tanpa sadar dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang lutut. Sinb menunduk karena lelah mengejar pemuda yang baru dikenal selama satu minggu.

"Kamu tidak bisa berjalan dengan pelan yah?" Ucap Sinb ngos-ngosan. "Hhhaaa.. capek!" keluhnya.

Chanwoo menatap Sinb sinis. Ditepisnya tangan Sinb. "Aku tidak menyuruhmu mengejarku bukan?' Kata Chanwoo.

"Jung Chanwoo, ngomong-ngomong kenapa kau selalu terlihat murung?" Tanya Sinb to the point.

"Bukankah itu urusanku dan bukan urusanmu? Mengapa kamu selalu menggangguku? Urus saja dirimu sendiri!" Ujar Chanwoo kemudian meninggalkan Sinb.

Sinb menarik napas dalam-dalam berusaha sabar walau pun pemuda itu bersikap cuek dan dingin.

Dilihatnya punggung Chanwoo yang semakin menjauh. Diam-diam Sinb mengikuti Chanwoo dari belakang. Entah apa yang ada dalam diri Chanwoo sehingga membuat gadis itu penasaran dan ingin mengenalnya lebih jauh.

Dan disana bisa Sinb lihat Chanwoo bersama dua orang pria berbadan kekar. Dua pria itu menyeret Chanwoo masuk ke mobil dengan kasar. Chanwoo hanya bisa meronta supaya bisa dilepaskan.

Melihat temannya kesusahan Sinb segera berlari hendak menolong Chanwoo. Gadis itu menangkap tangan pria dengan setelan jas hitam yang mencengkeram lengan Chanwoo, kemudian menggigitnya. Lalu Sinb menyemprotkan parfume ke mata pria berbadan kekar lainnya yang memegang tangan Chanwoo.

"Chanwoo, ayo lariiii!" seru Sinb sambil menarik tangan Chanwoo agar ikut berlari dengannya.

Tidak mau membuang kesempatan Chanwoo ikut berlari bersama Sinb. Dari arah belakang dua pria dewasa itu terus mengejar mereka. Keduanya terus berlari sampai disebuah rumah kecil yang terbuat dari beton sepertinya sudah tidak berpenghuni. Chanwoo memastikan dua pria itu tertinggal jauh dan benar. Dua pria itu tertinggal jauh disana.

"Apa sebaiknya kita sembunyi disini?" Tanya Chanwoo.

"Jika hanya itu pilihan terbaik lebih baik sembunyi saja!" ucap Sinb mengatur napasnya.

Mereka memasuki rumah itu dan mencari tempat yang aman.

.

.

.

"Dimana tuan muda Chanwoo?"

"Ahh, sialan. Dia berhasil kabur!"

"Anak perempuan larinya sangat kencang!"

Chanwoo mengintip dari celah dinding.

"Chanwoo apa mereka masih ada" Bisik Sinb pelan.

Chanwoo menutup mulut Sinb dengan telapak tangan.

"Jangan berisik nanti ketahuan. Kamu diam dulu!"

Sinb menatap Chanwoo. Gadis itu sempat mendengar mereka memanggil Chanwoo dengan sebutan tuan muda. Mungkin Chanwoo anak orang kaya. Tapi apapun latar belakang keluarga Chanwoo itu bukan urusan Sinb.

Sinb ikut mengintip. Dua pria itu berbadan besar itu sudah tidak ada. Mereka aman sekarang. Chanwoo melepaskan bekapan telapak tangannya dari mulut Sinb.

"Terimakasih!" Kata Chanwoo tulus sambil tersenyum.

"Untuk apa?" Tanya Sinb.

"Karena sudah membebaskanku dari mereka!" jawab Chanwoo.

Dua orang itu terduduk dilantai. Chanwoo terlihat kelelahan setelah berlari dari kejaran bodyguardnya.

"Mereka tadi siapa?" Tanya Sinb kepo.

"Mereka adalah orang suruhan ayah dan ibuku. Aku lelah." Kata Chanwoo.

Mata Chanwoo seakan berkata aku ingin bebas seperti murid SMA lainnya. Dimana hanya ada bersenang-senang dan menghabiskan waktu bersama sahabat.

"Jika kau lelah bersandarlah dipundakku. Pundakku memang tidak bisa menyelesaikan masalahmu, tapi setidaknya bisa meringankan bebanmu!" Kata Sinb.

Chanwoo pun bersandar dipundak Sinb. Chanwoo ingin menangis tapi gengsi kalau dilihat Sinb.

"Jika kau ingin menangis, menangis saja. Tidak usah ditahan. Ketika seseorang menangis bukan berarti dia lemah dan kalah..." Kata Sinb. "Menangis adalah bagian dari perasaan. Bukankah lebih baik mengutarakan perasaan dari pada harus menahannya? Jika kau menanggung semuanya sendirian, kau hanya akan melukai dirimu sendiri." lanjut Sinb.

Chanwoo hanya bisa menangis. Benar kata Sinb, perasaannya lebih stabil dari sebelumnya. Yang Chanwoo rasakan hanya kenyamanan dan kehangatan. Sinb adalah orang kedua yang membuatnya lebih nyaman sesudah kakaknya.

"Kau tahu kenapa aku lelah?" Tanya Chanwoo.

Sinb menoleh kemudian menggeleng.

"Aku lelah harus belajar mengurus perusahaan. Aku lelah dengan tekanan dari orangtuaku yang mengharuskanku menjadi penerus perusahaan!" Cerita Chanwoo. "Aku ingin menjadi seperti anak SMA pada umumnya!" keluh Chanwoo.

Sinb menyimak dengan baik. Gadis itu mencerna setiap kalimat yang diucapkan Chanwoo.

"Aku tidak punya seorang teman kecuali kakakku!"

Serius? Jung Chanwoo tidak pernah berteman dengan siapapun selain kakaknya?

Bagaimana pun juga Chanwoo hanyalah pemuda berusia 20 tahun yang duduk di kelas XII SMA (sesuai umur Korea). Chanwoo bahkan tidak pernah ke taman bermain atau pun arena bermain seperti timezone, atau lotteworld.

Sinb menghela napas kemudian tersenyum ceria. "Kalau kau mau jadi sahabatku, aku akan mengajarimu bagaimana rasanya menjadi menjadi seorang anak remaja!"

Chanwoo tersenyum. "Kau berjanji?"

Chanwoo mengangkat jari kelingkingnya.

"Ya, aku berjanji!" Sinb menautkan kelingkingnya di jari Chanwo kemudian keduanya tertawa bersama.







Dan seperti itulah awal persahabatan mereka

Perlahan tapi pasti...

Bunga mulai tumbuh di musim gugur...

Sinb and The 3 BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang