BERKATA itu mudah. Berangan-angan bahwa misi ini akan menjadi misi yang mudah dan berakhir dengan cepat malah lebih mudah lagi. Bagian tersulit adalah menjalankan misi tersebut secara harfiah. Jujur saja, aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana. Meminta Malachai membantu Mom melakukan pekerjaan rumah dan mengerjakan PR Matematika Luke? Yang benar saja.
Malachai sendiri tak kunjung pergi–menghilang–dari kamarku. Dia masih berdiri tegak di depanku, matanya tak pernah dilepaskan dariku sampai-sampai aku merasa gugup. Aku tidak suka ditatap secara berlebihan oleh lawan jenis, apalagi kalau lawan jenis itu adalah Malachai Revel yang berstatus sebagai makhluk supernatural–dan sialnya, berwajah super tampan. Yap, sudah dua kali aku mengatakan kalau Malachai termasuk kategori makhluk yang enak dipandang.
"Hmm ... sekarang apa?" tanyaku. "Kupikir pembicaraan kita untuk malam ini sudah ... cukup? Kenapa kau tidak keluar, dan melakukan jalan-jalan malam di sekitar sini untuk membiasakan diri?"
"Aku tidak perlu melakukannya," balas Malachai. Dia mengerling ke sekitar kamarku, dan aku bertanya-tanya apa yang terlintas di pikirannya saat ini–apa pun itu, semoga yang terlintas di kepalanya bukanlah permintaan untuk menginap di kamarku. Setiap pagi, Mom selalu mengetuk kamarku untuk membangunkanku dan ada kalanya Mom juga masuk ke kamarku. Aku jarang bangun terlambat, tapi aku tidak ingin mengambil risiko.
Malachai sepertinya menyadari keresahanku–sebab dia lagi-lagi berujar, "Aku akan mencari tempat lain untuk bermalam. Kapan aku bisa menemuimu lagi dan memulai misi ini?"
Aku memahami tekadnya untuk segera menjalani dan menuntaskan misi ini. Aku juga ingin sumpah keterikatan ini musnah secepat mungkin, tapi kami tidak bisa asal melakukannya–terlebih dengan status Malachai yang kuperkirakan tengah menjadi buron kepolisian setempat saat ini. Banyak sekali yang mesti kami perhitungkan–mulai dari pilihan tempat dan waktu kami akan bergerak. "Well, aku–"
"Kuharap besok. Lebih cepat lebih baik," sela Malachai sambil menyilangkan tangan di depan dada.
Aku lagi-lagi memelototkan mata untuk menyampaikan ketidaksetujuanku kepadanya. "Semuanya butuh perencanaan matang-matang, Kai–maksudku, Malachai," ucapku. Satu alis Malachai bergerak naik saat aku memanggilnya dengan sebutan 'Kai'. "Beri aku waktu untuk menyusun rencana."
"Keduanya bisa dilakukan besok," kata Malachai. "Kurasa kita bahkan tidak membutuhkan perencanaan. Banyak kebejatan yang terjadi di sekitar sini dan kita berdua bisa memperbaikinya."
Aku berkacak pinggang. "Wah, apa kau akan menyuruhku menghentikan perampokan swalayan atau aksi pencopetan, lalu terlibat adu jotos dengan pelakunya?"
"Mungkin." Malachai menganggukkan kepalanya dengan santai, seolah dia melihatku sebagai Bruce Lee dan berkelahi melawan kriminal adalah hal termudah yang pernah ada. "Malah menurutku kita bisa memulai dari situ."
"Wah, enteng benar bicaramu. Kita tidak bisa memulai dari situ," sanggahku. "Aku tidak punya kemampuan super untuk berkelahi dengan orang jahat."
"Aku bisa melindungimu," kata Malachai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fallen's Redemption
FantasyJaneth tidak menyangka bahwa tantangan bodoh dari salah satu temannya untuk mencium sebuah patung malaikat di sebuah pemakaman terbengkalai akan mempertemukannya dengan laki-laki misterius yang mengaku berasal dari surga. Seolah keanehan itu belum c...