AKU tak pernah bersemangat menyambut hari Senin pagi. Karena selain aku mesti bangun lebih awal daripada biasanya, aku akan menghadapi Matematika—salah satu mata pelajaran yang seumur hidupnya seolah dihabiskan untuk mencari X dan Y—di jam pertama. Dan resmi pada Senin pagi ini, daftar itu bertambah sebab aku mesti memikirkan kelanjutan misiku membantu seorang malaikat yang dikutuk dan terbuang. Hari baru berarti rencana baru.
Masalahnya, aku belum memikirkan rencana apa pun untuk hari ini—atau sebenarnya sudah—hanya saja, gagasan itu terlampau idealis, mustahil untuk menjadi suatu realitas. Saat ini saja, sisi diriku yang lain, yang ingin jauh-jauh dari masalah, sudah menjerit memperingatkanku agar tidak mempertimbangkan gagasan itu lebih jauh.
Aku ingin mencoba melanjutkan misi kami di sekolah.
Banyak sekali kasus kebobrokan yang terjadi di sekolahku. Populasi murid semacam Brad tak bisa dikatakan sedikit di sini. Mereka tak ubahnya wabah yang terus menyebar—menularkan kenakalannya pada satu murid ke murid lain yang cukup penasaran dengan kehidupan mereka, yang pendiriannya tak cukup kuat untuk melawan pengaruh mereka, atau sekadar membutuhkan pengakuan dari yang lain.
Mereka-mereka yang telah terjerumus pergaulan tak sehat itu, ujung-ujungnya selalu terbagi dalam dua jenis; entah sebagai murid berkelakuan menyimpang yang berdiri sendiri atau tergabung dalam geng, seperti Brad.
Bagi murid sepertiku, keduanya menakutkan dan punya caranya sendiri untuk membuat hidupmu sengsara jika kau berani mencari masalah dengan mereka. Namun, mereka yang tergabung dalam geng-lah yang paling sering membuat masalah.
Mereka gemar merundung seseorang dengan atau tanpa alasan—kalaupun ada alasan, biasanya alasan itu sepele, tak masuk akal. Kau bisa menjadi target mereka jika mereka menilai tampangmu masuk ke dalam kriteria yang cocok untuk dirundung (sampai sekarang aku tak tahu apa saja kriterianya).
Pernah suatu hari, salah satu murid angkatanku dari kelas lain keluar dari toilet laki-laki dengan keadaan seragam yang basah dan kotor oleh air pembuangan—entah darimana mereka mendapatkannya—yang jelas, murid itu trauma berat. Saat wali kesiswaan kami turun tangan mengatasi perundungan itu dan menanyakan penyebabnya, mereka bilang bahwa murid itu menatap gerombolan mereka terlalu lama.
Mereka diskors selama lima hari karenanya, tapi itu tak lantas membuat mereka jera. Kenakalan mereka masih berlanjut hingga sekarang—bahkan lebih parah, hanya saja mereka lebih cerdik menutupi aksi-aksi mereka ketimbang dulu dan mengancam siapa pun yang berani melapor pada guru.
Aku tak punya peluang sedikit pun, aku sadar itu, apalagi aku belum pernah bertindak langsung menghentikan kenakalan yang terjadi di sekolah. Dihadapkan dengan mereka, aku adalah satu dari sekian calon target empuk mereka yang selanjutnya. Hamster melawan sekawanan harimau. Namun, aku tak dapat mengenyahkan firasat bahwa inilah kesempatan kami, dan tak ada yang kuinginkan lebih daripada selesainya misi ini dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fallen's Redemption
FantasyJaneth tidak menyangka bahwa tantangan bodoh dari salah satu temannya untuk mencium sebuah patung malaikat di sebuah pemakaman terbengkalai akan mempertemukannya dengan laki-laki misterius yang mengaku berasal dari surga. Seolah keanehan itu belum c...