Chapter 1

73 5 2
                                    

Astrajingga - BAB - I

***

Pagi ini mendung. Awan kelabu yang perlahan bergerak mendekat membuat Aji yang sedang memanaskan mesin motor sejenak pergi mengambil dua buah jas hujan di dalam laci. Ia khawatir hujan akan turun di tengah perjalanan nanti. Bisa repot kalau kedua adiknya itu kehujanan di hari pertama UKK (Ulangan Kenaikan Kelas). Masalahnya supir yang biasa nganter adik-adiknya ke sekolah sedang pulang kampung, dan Aji ogah kalo harus bawa mobil ke sekolah. Selain nggak bisa nyalip pas macet, parkiran mobil di sekolahnya itu letaknya jauh dari gedung anak kelas XII.

"Nakula! Sadewa! Ayo cepet nanti keburu hujan." serunya. Cowok itu sudah duduk di atas motornya. Menunggu dua adik kembarnya sambil membenahkan posisi kaca spion. Tepat setelah helm full-face dikenakan, Sadewa-adik bungsunya- datang dengan sedikit tergesa-gesa.

"Sebentar Kak Aji, Nakula masih pake sepatu di belakang." katanya. Kemudian Sadewa naik ke boncengan motor besar Aji dengan sedikit bantuan. Tak lama Nakula keluar bersama sang Mama. Tangan putih Nakula menggandeng tangan Mamanya dengan manja.

"Ayo naik sayang." Nakula dibantu Mamanya untuk naik ke atas motor Aji di posisi paling belakang. "Inget ya, Abang peluk Adeknya yang erat ya." nasihatnya pada Nakula yang dibalas dengan anggukan patuh. "Dan Adek peluk Kak Aji yang erat juga." lanjutnya pada Sadewa. Kemudian beralih pada Aji. "Kak, Mama titip adek-adek kamu, ya. Jangan ngebut bawa motornya."

"Siap, Ma." Aji mencium tangan Mamanya disusul oleh si kembar Nakula dan Sadewa. "Berangkat dulu, Ma. Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

***

Sementara di tempat lain, Iphy tergesa-gesa menuruni tangga. Pandangannya diedarkan menjelajahi seluruh ruangan keluarga yang berantakan sisa dari kegiatannya semalam. Rambut kucir kuda yang diikat asal-asalan bergoyang kesana-kemari, terhempas oleh gerakan mendadak kepalanya yang beberapa kali menengok ke kiri dan ke kanan secara bergantian. Untung saja pita kuning yang sejumlah usianya dijepit dengan kuat sehingga tidak terbang kemana-mana.

"Ma, kantung yang isinya perkakas perang di mana ya?" tanya gadis kuning langsat itu kepada Mamanya yang sedang menyiapkan bekal di ruang sebelah-ruang makan yang nggak jauh lebih rapi dari ruang keluarga. Berantakan akibat ulah Iphy juga semalam.

"Perkakas perang?" kening sang mama berkerut, bingung. Meski begitu kedua tangan wanita cantik yang usianya hampir setengah abad itu masih sibuk dengan bekal anak gadisnya.

"Eh, itu lho peralatan sama makanan yang wajib dibawa untuk MOS (Masa Orientasi Siswa)?"

"Oh... Kalo itu udah mama siapin di ruang tamu."

Sambil berlari kecil menuju ruang tamu, Iphy mencomot sepotong roti di meja makan yang dilaluinya.

"Ini dia!" Iphy mengambil sebuah name-tag sebesar 15x10 cm yang diikat dengan pita kuning sehingga menyerupai kalung. Di sana terdapat potonya yang sedang tertidur pulas sambil memeluk boneka pikacu. Juga ada info tentang nama, tanggal lahir dan regu-nya di MOS kali ini. Dengan sebagian roti yang masih menggantung di mulutnya, Iphy mengenakan kalung hasil karyanya semalam.

"Iphy! Jorok ih. Udah SMA juga, makannya yang bener dong!" Mama memasukan bekal yang tadi telah disiapkan ke dalam tasnya Iphy. "Anak gadis makannya harus rapi. Nanti nggak ada yang naksir gimana coba!?"

Hampir saja Iphy tersedak menelan potongan terakhir rotinya. Mamanya kadang suka berubah jadi lebih menyebalkan dari pada teman-temannya yang suka usil.

" Ih, Mama suka sengaja deh bikin kaget Iphy. Kalo anaknya mati kesedak makanan gimana? Kan ga elit." keluhnya sambil berlari ke dapur, mengambil segelas air putih dan kembali ke ruang tamu. "Lagian emang Iphy udah boleh yah, punya pacar?"

AstrajinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang