TBB (22)

16.4K 891 48
                                    


"Mau kemana, kak?"

"Udah, diem. Ikut aja!"

Moza mendengus seraya memanyunkan bibirnya kedepan. Ini sudah kesekian kalinya dia menanyakan tujuan Ragil membawanya malam-malam begini.

Apa lagi, tadi Ragil memaksa Moza untuk mengikutinya setelah dia keluar dari rumahnya.

Awalnya Moza menolak, tapi berkat ancaman Ragil yang selalu membuatnya harus meng-iyakan perkataan Ragil, akhirnya pun dia mau.

Seperti sekarang, diatas motor besar berwarna merah Moza duduk dengan gelisah. Tangannya mencengkram kuat jaket kulit milik Ragil.

Udara dingin yang saat ini menerpa kulitnya membuat suhu tubuhnya sedikit menurun. Mungkin karena ini adalah kedua kalinya dia menggunakan motor keluar rumah dimalam hari seperti ini.

Jika kalian bertanya kapan pertama kalinya Moza menggunakan motor saat keluar malam? Maka jawabannya adalah saat dimalam taruhan antara Ragil dan Devon.

Karena setelah itu, Ragil yang sengaja mengantarnya pulang.

"Huffttt...."

Ragil tersenyum samar melihat ekspresi Moza yang sedang kesal dari kaca spion-nya.  Apa lagi, kedua pipinya yang sengaja dikembangkan hingga terlihat sangat menggemaskan.

Kemudian tangan kiri Ragil bergerak untuk menarik tangan Moza dan mengiringnya hingga berada diperutnya.

"Pegangan. Ntar jatoh!" Ucap Ragil.

"Eh!"

Moza yang terkejut pun langsung menarik tangannya dari perut Ragil. Namun sepertinya, Ragil sengaja menahan tangannya agar tidak terlepas.

"Lepas, kak!" Seru Moza.

"Gak!" Balas Ragil. "Gue gak mau lo kenapa-napa, apa lagi sampai jatuh!"

Moza masih berusaha menarik tangannya dari kungkungan Ragil. Tapi sepertinya usahanya itu sia-sia. Ragil masih kekeh menahan tangan Moza agar tidak terlepas.

"Apa salahnya sih pegangan? Kalau lo jatoh gimana?"

"Tapikan---"

Belum selesai Moza mengucapkan perkataanya, Ragil langsung memotongnya.

"Tapi apa? Takut dimarahin Devon?"

Dahi Moza mengerut mendengar ucapan Ragil.

Kenapa jadi Devon, sih? Pikirnya.

"Dia gak bakalan marah. Kalau dia marah, gue yang maju duluan," sambung Ragil.

Moza terdiam. Dahinya pun semakin terlihat membentuk sebuah kerutan-kerutan karena bingung.

"Sekarang pegangan!"

Ragil kembali menarik tangan kanan Moza hingga kedua tangan Moza berada diperutnya. Ia masih memegang kedua tangan tersebut agar Moza tidak menarik tangannya itu.

"Pegangan yang erat!"

Setelah merasa Moza tidak melepaskan tangannya, Ragil pun melepaskan genggamannya secara perlahan. Takut Moza mengelabuinya dengan berpura-pura pasrah, kemudian menarik tangannya.

Tapi sepertinya, dugaan Ragil salah. Moza masih menautkan kedua tangannya untuk memeluk pinggangnya.

Senyum Ragil pun tak dapat dielakkan. Rasa bahagia menjalar didalam hatinya.

Lain halnya dengan Moza. Sepertinya dia hanya pasrah dengan kelakuan Ragil padanya. Ia hanya menurut.

Karena jika dia menolak, sudah pasti Ragil yang akan menang. Dan dia sudah pasti kalah.







The Bad Boy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang