Bab 3

38 6 5
                                    

Bel berdering tepat aku masuk kelas. Aku masih teringat peristiwa di kantor kerjaku. Toh sepanjang jalan menuju kelas aku tidak fokus, beberapa kali menabrak orang lain. Bagaimana lelaki itu bisa menjadi tandinganku? Bahkan sudah tercatat pegawai resmi pula?! Gerutuku di lubuk hati. Aku menunduk menatap meja di depanku, hampa.

"Pagi Odii!"

"Eh, yaa... Pagi juga Ren." Lamunanku buyar seketika. Dialah sahabatku, Oren namanya.

"Kenapa lo?"

"Hah? Kenapa apanya?"

"Nggak kaya biasanya. Ya kali pagi-pagi udah nemuin masalah aja."

"Masalah apaan sih. Nggak ada kok." Elakku dengan nada setengah meninggi. Tanpa menatapnya langsung, aku tahu bahwa ekspresinya saat ini menunjukkan keheranan. Beberapa saat kemudian guru Matematika tiba di kelas.

***

Sam melangkah mengikuti Rudi tepat dibelakangnya. Sebagian pegawai lainnya menatap mereka, beberapa mata para wanita cenderung tertuju pada Sam. Terpesona akan kharismanya. Bahkan ia langsung mendapatkan jabatan yang cukup tinggi, sebagai kepala manager dalam distrik management perusahaan tersebut. Menakjubkan.

Rudi sebagai direktur perusahaan tersebut dari awal sudah mempercayakan seluruhnya pada Sam. Sementara di sisi lain, Titan yang sebelumnya merupakan tangan kanan dari Rudi justru turun jabatan menjadi wakil kepala manager. Jika diukur dari lamanya bekerja, tentu saja Titan sudah lebih lama bekerja dibanding Sam. Jangankan lama bekerja, usia Titan lebih tua tujuh tahun dari usia Sam.

"Saya harap kalian bisa bekerja sama dengan baik. Dan saya juga minta tolong kepada kalian untuk menghormati kepala distrik management baru kita. Saya peringatkan, jangan sekali-kali diantara kalian meremehkan Sam hanya karena usianya masih terlalu dini, mengerti?!"

Intonasi Rudi meninggi di akhir ucapannya ketika berlangsungnya penyambutan pegawai baru. Hal tersebut sedikit mengagetkan beberapa pegawai yang turut menyaksikan. Sam hanya berdiri terdiam dan menunduk, acuh tak acuh. Titan? Dapat ditebak, ia sudah pasti geram atas keputusan tidak adil dari Rudi tersebut. Beberapa kali ia memandang Sam tajam.

"Pak Sam, ikut saya." Ujar Rudi singkat kemudian pergi menuju ruangannya. Sam patuh dan segera menyusulnya.
Pegawai yang belum begitu suka dengan Sam menatap mereka berdua dengan tatapan sinis, tentunya. Apalagi Titan.

"Samudra Ilham... Saya suka dengan nama anda."

"Terima kasih, pak." Singkat sekali Sam merespon. Datar pula.

"Oh ya. Hanya sekedar info, kamu akan didampingi seorang asisten, yaa... perempuan pastinya. Namanya Melodi."

"Mmm, saya rasa saya tidak begitu membutuhkan asisten, pak." Sekali lagi Sam begitu angkuh.

"Hm?" Rudi heran. "Kamu tidak bisa menolaknya, Sam. Itu sudah aturan dalam perusahaan ini." Rudi benar-benar berusaha bersikap sabar, hanya pada Sam.

Mimik wajah Sam sedikit menunjukkan kekecewaannya. Baru kali ini dirinya merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak sejalan dengan maunya.

***

Bel berbunyi lagi. Pertanda waktu istirahat tiba. Matematika berdurasi tiga jam lamanya sia-sia kulewatkan. Dan selama itu pula aku masih terpikirkan akan tadi pagi. Bagaimana tidak, toh aku termasuk tipe orang yang sangat kompetitif. Dapat kurasakan bahwa kini aku sedang menghadapi sebuah kompetisi tersebut.

Hari ini aku lebih banyak menghabiskan waktu luangku di sekolah dengan melamun. Hari ini aku bukanlah Melodi yang biasanya sudah bersiap-siap menghadap laptop diiringi dengan gerakan jermariku yang lincah di atas keyboard laptop.

"Tumbenan sih nggak nyalain laptop?" Oren heran.

"Hm? Mmm... Nggak tau ah. Males," jawabku tak bersemangat.

"Lo kenapa sih Di? Tadi itu juga, tumben-tumbennya lo nggak fokus sama pelajaran favorit lo sendiri. What a terrific today..."

"Apaan sih lebay deh. Udah sana ke kantin duluan aja. Lo tau sendiri kan, kalo gue lagi unmood sekarang."

"Gitu? Beneran cerita ya... Awas aja."

Begitu Oren raib dari pandanganku, kubuka buku itu lagi.

Sam duduk di bangku kerja barunya. Sebagai pegawai baru. Sebagai makhluk asing bagi mereka yang telah hinggap lama di perusahaan itu. Namun hal itu tak menjadi masalah bagi seorang berperangai acuh tak acuh. Ada seseorang, oh bukan, beberapa orang, tidak menyukainya. Dua orang diantaranya lebih tidak menyukainya karena merasa tersaingi oleh kedatangannya. Toh, sosok bos dari perusahaan itu yang biasanya tampak beringas, menjadi lembut.

Dan salah satu dari dua orang tersebut, lebih menderita akan kebenciannya pada Sam. Seseorang tersebut mau tak mau harus bekerja sama dengan Sam. Awalnya  tentu saja ia enggan. Ia hanya tidak tahu apa yang sedang direncanakan Tuhan untuknya.

Kling! Ada pesan dari bos?

Aku meraih smartphone di ujung meja. Aku langsung mengenali bahwa pesan itu dari pak Rudi karena aku sengaja mengatur nada dering khusus yang berkaitan dengannya. Entah itu pesan maupun telepon. Lantas kubaca pesan itu.

"Odi, mulai nanti kamu jadi asisten Pak Sam."

Kalimat pesannya singkat, namun dapat membuat sorot mataku membelalak seketika.

RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang