Jumat. Itu adalah hari yang sangat dirindukan oleh Diandra dan teman-temannya, termasuk Rahma dan Petra. Sepulang sekolah Diandra, Rahma, dan Petra duduk di bangku kafe milik Rafa. Rafa itu teman Petra di Tim Tenis Lapangan Putra Jateng. Rencananya mereka mau nongkrong bareng, sekalian nambah akrab sama Rafa, soalnya Rafa beda sekolah sama mereka.
"Btw Ma, gimana Dewi di OSIS, katanya Diandra lo ada masalah ya?" ucap Petra yang sedang bersandar di punggung kursi kafe.
"Dia bukan temen gue, apalagi partner!"
"Elah, nggak boleh ngomong gitu Ma" ucap Diandra yang baru datang dengan membawa jus mangga ditangannya.
"Emang gitu kok, kalo dia temen, harusnya dia bisa tau gimana temen lagi ada masalah dan selalu menyendiri saat ada rapat. Orang dia malah ninggalin gue dan malah acuh sama sikap gue, yang kayak gitu nggak pantes buat disebut temen" jelas Rahma.
"Keluar aja Ma, entar ikut gue di Tenis" tengah Petra masih dengan ponselnya.
"Ngawur lo Tra, jangan mau Ma. Entar kasian anggota lainnya yang repot nyari orang buat nggantiin jabatan elo, lagian masalahnya juga di Dewi bukan organisasinya"
"Iya juga sih" jawab Petra seadanya.
"Gimana sih lo, labil" ucap Diandra malas.
Rahma yang tadi diam kini melirik kedua temannya, kemudian pandangannya tak sengaja berhenti pada meja yang berada di serong depannya. "Subhanallah... Entah gue terlalu pede atau gimana ya, tapi kayaknya ada cowok ganteng yang lagi ngelihatin gue deh"
"Mana?" tanya Diandra sambil mendekatkan tubuhnya pada Rahma.
"Jangan langsung nengok, dia kayaknya masih ngliatin deh" jawabnya.
Petra yang sedari tadi memainkan ponselnya langsung menoleh pada bangku yang di tunjuk Rahma dengan lirikannya. "Anjas, kenapa lo nggak bilang kalau ada bidadari gue di sana?" ucap Petra dengan gigi yang direkatkan.
"Gue tadi udah bilang jangan nengok dulu, Tra"
"Rambut gue masih bagus nggak Ma? Wajah gue kusem ya? Matil gue, udah nggak ganteng lagi deh didepan Bidadari surga" kata petra heboh.
"Ada siapa sih? Gue jadi takut gitu" tanya Diandra yang masih tetap diam ditempat.
"Ada bidadari"
"Bidadari yang mana? Lo nyebut semua cewek juga bidadari, Tra"
"Iya gue tau, tapi kan yang ini beda, lebih spesial"
"Lama ih!" ucap Diandra sambil menengok kearah samping dan belakang, namun tidak ada yang aneh sebelumnya. Wajah pengunjungnya asing gitu. "Yang mana? Gue nggak lihat sama yang kalian maksud"
Petra diam ditempat. Lirih dia berkata "Buta ya, lo!"
Diandra yang tidak suka dengan perkataan itu akhirnya berdiri dan membalikkan badannya ke belakang.
"Lo jangan malu-maluin, Di" ucap Petra dari kursinya, namun tidak digubris oleh lawannya.
Dua detik setelah matanya melihat pengunjung yang duduk, akhirnya pandangannya tertuju pada meja yang berada di sebelah selatan. Dengan gerakan lambat ia berbalik dan duduk kembali "Kenapa lo nggak bilang ada Coach Rangga? Mati, nggak punya muka gue sekarang"
"Bege, gue udah nglarang tadi"
"Mereka siapa? Kalian kenal?" Rahma angkat bicara, karena sedari tadi ia tidak tahu arah pembicaraan mereka.
"Pulang aja yuk!" Ajak Diandra.
"Kenapa? Ganteng tauk, mubazir kalau ditinggalin" ucap Rahma sambil melirik laki-laki yang masih menatap mejanya. "Tapi sayang, udah ada ceweknya, cantik gitu lagi"
"Allahuakbar Ma, kenapa lo nggak paham-paham sih?"
"Paham apanya? Kalian nggak cerita sama gue"
"Dia itu Rangga sama adeknya, dia yang kemarin main tenis dan bolanya kena kaki gue"
"Pelatih tergalak tapi ganteng yang kemarin digosipin sama anak kelas ya?"
"Siapa yang digosipin?" tannya perempuan dengan suara manis.
Semua mata yang berada dibangku itu tertuju ke arah suara. Detik berikutnya mereka saling mengadu tatap.
"Eh ada Nabil, lo mau gabung?" tanya Petra sambil menarik kursi yang berada di sebelahnya.
"Enggak kok, tadi kebetulan aja abang gue lihat kalian jadi gue kesini deh" jawabnya yang diangguki oleh mereka. "Btw elo siapa? Kayaknya kita belum kenalan deh"
"Gue Rahma" salam Rahma sambil menjambat tangan Nabil. "Kakak lo, nggak diajak kesini?"
"Nggak usah" jawab Diandra dan Petra bersamaan.
"Kenapa? Kasihan tauk sendirian disana" tanya Rahma.
"Nggak muat kursinya Ma, lagian kita juga udah mau balik kan?" ucap Petra.
"Lah, Rafa belum nyampek kok udah mau balik sih?" tanya Rahma polos.
"Lo kenapa nggak paham gitu sih Ma dari tadi"
"Gimana gue bisa paham coba, lo nggak njelasin ke gue"
"Duh, pada ribut, jadi nggak enak gue" ucap Nabil sambil tersenyum simpul.
"Udah Bil, nggak usah ndengerin mereka, bisa pusing lo ndengerin obrolan mereka" ucap Petra "Duduk aja, mereka emang gitu"
"Iya makasih, tapi abang gue udah nungguin tuh kasihan" pamit Nabil sambil menjabat tangan dengan jargonnya. "Gue duluan ya!"
Diandra melihat punggung Nabil yang sudah menjauh dari bangkunya "Utung Coach Rangga nggak ikut nyamperin" Ucap Diandra lega.
"Tapi lo kelewat bege banget dah Ma, segitu nggak ngeh-nya ya lo?" tanya Petra sambil menyandarkan badannya dipunggungnya kursi.
"Gue gapaham sumpah" ucapnya sambil mencomot kentang goreng didepannya.
"Gue kasih tau ya Ma, yang cowok lo bilang cekep sampai lo ngomong Subhanallah tadi itu namanya Rangga, umurnya nggak beda jauh sama kita, dia masih kuiliah. Terus dia itu kayak yang lo bilang tadi, pelatih tergalak yang ada di tenis—"
"Paling kejem juga" potong Petra.
"Oh iya, dia juga pelatih yang paling keras dan kejem. Contohnya kemarin, gue yang jelas-jelas telat gara-gara ada jam tambahan pelajaran malah masih kena hukuman jadi ball person sampe paha gue jadi korbannya. Dan ada banyak lagi masalahnya kalau sama dia. Pertama kali gue liat dia waktu perkenalan anggota baru di kelas 10 sih cakep gitu, baru dipuji cakep, pertemuan selanjutnya gue langsung kena hukuman, sadis banget nggak sih? Kalau kayak gitu mah, cakepnya kalah sama galaknya. Mati kutu gue kalau latihan ada dia" jelas Diandra.
"Tapi tetep aja cewek-cewek banyak yang terpesona sama tampangnya, mendingan juga gue" ucap Petra sambil meletakkan ponselnya di meja.
"Sayangnya gue nggak terpesona sama elo Tra, lo banyak buruknya daripada baiknya" kata Rahma sambil mengambil ponsel Petra yang diletakkan di meja.
"Lo mau apain hp gue?"
"Ngirim nomornya cogan"
"Babi, nggak bakal direspon lo, paling juga balesnya y atau nggak g"
"Gamungkin, ntar gue ganti foto profil mba-mba selebgram"
"Nggak mungkin, orang chat digrup aja balesnya singkat banget"
"Kalau dia respon chat gue, lo traktir gue ya?"
"Lo ngajak taruhan?"
"Iya"
"Apa untungnya buat gue?"
"Ntar kalau dia balesnya panjang dan chatnya direspon baik, lo traktir gue selama 1 minggu, kalau gue kalah lo yang gue traktir, gimana?"
"Okay deal" balas petra sambil menjabat tangan Rahma. "Di, lo jadi saksi ya?"
"Siap, asal gue ikut ditraktir aja"
"Gue kasih waktu lo selama satu bulan" ucap Petra. Rahma mengembalikan ponsel Petra dan mengacungkan jempolnya di udara, "Gampang" katanya sambil tersenyum licik.

YOU ARE READING
Tentang Diandra
Novela JuvenilAku bukan perempuan cantik yang mudah memikat hati pria. Aku Diandra, perempuan cupu yang akan menceritakan lika-liku remajaku, menapak labirin kehidupan bersama jarum tajam yang menyayat setiap langkahku. Disini aku, Diandra,tokoh utama yang akan m...