A Werewolf

100 4 2
                                    

   Aku dikejutkan oleh kehadiran sebuah mobil box yang bermuatan tirai ungu gelap di halaman rumah. Entah untuk apa. Gmn, pasti pekerjaan ibuku. Beliau tidak akan berhenti bertindak aneh setiap hari. Beberapa pekerja menurunkan tirai itu, lalu memasukkannya ke rumah.

   Kulihat ayah yang baru saja keluar dari pintu depan dengan wajah garangnya. Namun, wajah garang itu sirna ketika dia melihatku. "Hai, nak. Ayah pergi bekerja, ya!" Pamitnya.

   Aku mengangguk saja.
Kuamati penampilan ayah yang selalu sama hampir setiap harinya. Jaket kulit hitam tebal yang khas. Aku tahu persis bahwa dibalik jaket itu ada sebuah pistol sungguhan.

   Ayahku seorang Mafioso yang sangat kejam di kota ini. Nama mafianya adalah Black Jack. Beliau juga buronan polisi selama bertahun-tahun. Bahkan untuk dapat bertahan hidup, ayah tinggal di kota ini dengan identitas palsu

   Beberapa detik kemudian, ayak menghidupkan motor besarnya yang unik, lalu pergi begitu saja. Aku hanya geleng-geleng kepala. Kulihat ibu sedang memberikan upah kepada para pekerja itu.

   "Sore, Bu!" Sapaku saat para pekerja itu keluar. "Untuk apa tirai-tirai gelap ini?"
   "Untuk melapisi dinding ruang kerja ibu. Bagus, kan?"

   Aneh sekali, pikirku sambil menggaruk kepala.

   "Ya, ya. Bagus. Tapi, warnanya terlalu suram," komentarku jujur.

  Ibu tertawa. "Ya, benar. Ibu sedang tertarik dengan dunia mistis."

   "Apa?"

   Ibu menggeleng. "Ah, tidak-tidak. Ayo, segera naik ke kamarmu! Pastamu bisa dibawa ke atas. Ibu akan sangat sibuk mendekorasi ruangan malam ini."

   "Mau aku bantu?" Tawarku dengan senang hati.

   "Kamu harus belajar, Avery. Ibu bisa bekerja sendiri, oke?" Tolaknya halus.

   "Oke."

   Aku melepas sepatu, kau menyimpannya di atas rak. Aku berjalan menghampiri meja makan dan mengambil jatah pasta milikku. Keluarga kami tidak pernah melakukan makan malam bersama. Kalaupun pernah, seingatku hanya tiga atau empat kali. Bahkan, aku sampai lupa kapan terakhir kali keluarga kami pergi berekreasi.

   Kamarku bersebelahan dengan kamar Lucas. Hening. Aku mengabaikannya, lalu bergegas masuk ke kamarku dan mengunci pintu.

   Aku santap pasta yang enak ini. Aku sangat menghargai masakan ibu. Coba bayangkan, bagaimana jika aku mati esok hari? Mungkin,aku tidak akan pernah mencicipi masakan ibu lagi selama lamanya.

   Omong omong soal mati, aku pernah bermimpi sesuatu yang kuharap tidak akan pernah terjadi. Mimpi tentang aku mati ditangan pembunuh. Mimpi terseram yang pernah aku alami selama hidupku.
Aku mengembalikan piring bekas pasta yang kusantap ke dapur. Aku berjalan untuk menemui ibu di ruang kerjanya. Tirai-tirai berwarna ungu gelap itu sudah tidak ada lagi di ruang keluarga. Aku mengetuk pintu.

   "Siapa?" Tanyanya dari dalam.
   "Avery,"jawabku
   "Oh, ya. Silakan masuk, Avery."
  
   Aku membuka pintu. Lantas, aku terkaget kaget. Tirai-tirai ungu gelap yang nyaris berwarna hitam itu kini terpasang rapi menutupi seluruh dinding ruang kerja ibu. Ruangan ini terkesan ... suram. Ya, sangat suram. Ibu berdiri menatapku dengan kedua tangan dilipat. Aku cukup kaget melihat ibu berpose seperti itu.

   "Ya, ampun! Apa maksudnya ini, Bu?"

   "Bagus, kan?" Tanyanya meminta pendapat.

   Aku berpikir sejenak. "Bagus, sih. Tapi ... suram. Sekaligus seram."

   "Ibu akan sangat betah jika dekorasi ruangan seperti ini," katanya.

   Ibu bertingkah sedikit aneh kali ini. Aku sibuk bertanya tanya dalam hati, ada apa dengannya? Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Di pojok ruangan yang lain, terdapat tumpukan dus dus besar yang mencuri perhatianku.

The EscapistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang