Bagian 2- OKB ( Orang Kasadean Baru)

18 2 0
                                    


Sabil menganggap bahwa pergi ke ke kota baru bukanlah pengalaman yang melibatkan keringat dingin dan rasa mulas di perut. Terlebih lagi ia sudah pergi ke beberapa kota lain yang bahkan lebih jauh dari ini. Adalah tugas ayahnya yang membuat mereka sekeluarga harus tinggal berpindah-pindah dari satu kota ke kota lainnya. Dan dia sama sekali bukanlah orang yang pesimis dalam menghadapi hal-hal yang baru. Maka untuk hari inilah dia mengepang rambutnya seperti dan menggulungnya dengan rapih dibelakang kepala. Salah satu model yang ia suka, dan ia sudah mengulangi memakainya sebanyak tiga kali semenjak pindah di Kasadean.

Ia sudah berada di Kasadean selama sebulan, dan menurutnya adalah kesempatan terbaik, karena selama enam belas tahun lama hidupnya, untuk pertama kalinya ia bersekolah di sekolah umum, bukannya homeschooling. Karena menurut Sabil Ayahnya merasa bertanggung jawab bahwa mereka tinggal berpindah-pindah dan tidak tega apabila Sabil harus selalu berpisah dengan teman-temannya, sehingga lebih baik untuk homeschooling saja dan tidak berteman sama sekali.

Bukan salah satu ide terbaik. Tapi Sabil tidak bisa menyalahkan siapapun. Toh pada akhirnya Sabil bersekolah di sekolah umum dan memiliki teman sepantarnya. Tapi ide di sekolah umum ini mungkin sedikit mengusik benak Sabil bahwa mungkin dia dan sekeluarga akan tinggal lebih lama di kota ini dibandingkan dengan kota-kota sebelumnya.

" Sabil ! ayo turun , Ayah udah nunggu." Panggil ibunya dari lantai bawah.

" iya, Bunda. Ini Sabil lagi pake kaos kaki." Jawab Sabil , kemudian mengecek kembali bayangannya di kaca dan menyampirkan tasnya di bahu.

Sambil lewat meja makan ia mencium pipi ibunya dan menyambar sebuah roti tawar.

" pastikan elap dulu mulutnya kalo udah selesai makannya." Wanita paruh baya dengan sedikit kerutan di bawahnya itu mengusap kening anaknya semata wayang.

" siap, Bunda.'

Sabil berlari keluar sambil menjejalkan roti tawar yang sudah diolesi mentega itu ke mulutnya.

" anak ayah sudah siap ?"

" sudah dong, Yah."

" pakai sabuk pengamannya."

Mobil terios mereka mulai keluar dari garasi dan memasuki jalan perumahan Cicadas, beberapa menit kemudian mereka sudah memasuki jalan perkotaan Kasadean.

Ini adalah pemandangan rutin yang ia saksikan setiap pagi selama sebulan saat menuju sekolah. Tidak ada kemacetan. Pepohonan yang ada di kanan-kiri jalan yang meneduhkan tapi tidak mampu melawan hawa panas Kasadean. Orang-orang berlalu-lalang dan bertegur sapa meskipun berada di dalam mobil. Anak-anak yang berangkat sekolah menggunakan sepeda atau motor. Pemandangan yang biasa saja, tapi memiliki keunikan tersendiri.

Sekolahnya berjarak sepuluh menit dari rumah bila menggunakan mobil ayahnya. SMAN 1 Kasadean adalah sekolahnya yang baru, selama satu bulan ini. Sekolah yang ramai dan penuh dengan hiruk pikuk berisi sedikitnya dua ratus siswa. Memang angka yang tidak begitu banyak. Menurut Sabil, itulah keunikan Kasadean.

Sabil memasuki koridor dan menyapa beberapa teman se ektrakurikulernya, jurnalistik.

Seseorang menyapa di ambang pintu kelas, teman sebangkunya Krista. " gimana lomba essay ?" tanya gadis dengan rambut kecoklatan itu.

" aku ngga menang."

"oh, ngga papa. Nanti coba lagi." Krista menghiburnya datar dan masuk kedalam kelas bersama Sabil.

Ketika sampai di tempat duduk, Krista bertanya lagi," udah ngerjain PR ?"

" udah nih. Mau nyalin ?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 28, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MISTY ROADWhere stories live. Discover now